Fakta yang kita lihat begitu mencengangkan. Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2023 mencatat 791 kasus korupsi dengan 1.695 tersangka, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp28,4 triliun. Namun, mayoritas pelaku korupsi hanya dijatuhi hukuman ringan, dengan penjara di bawah empat tahun. Sebagai contoh, dalam kasus korupsi senilai Rp300 triliun, terdakwa hanya menerima hukuman 6,5 tahun penjara. Kontrasnya, rakyat kecil yang melakukan kesalahan ringan, seperti mencuri karena kelaparan, sering kali dihukum lebih berat. Apakah ini keadilan yang kita cita-citakan? Hukum kita tampak tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.
Korupsi bukan hanya kejahatan ekonomi, tetapi juga pengkhianatan terhadap rakyat dan masa depan bangsa. Jika hukum terus tumpul terhadap koruptor, maka keadilan hanya menjadi ilusi. Sudah saatnya hukuman bagi koruptor diperberat, bukan hanya sebagai bentuk keadilan, tetapi juga untuk memutus siklus korupsi yang sudah mengakar. Hukuman seperti penyitaan seluruh aset hasil korupsi, larangan seumur hidup menduduki jabatan publik, hingga hukuman sosial berupa pengumuman publik, harus menjadi standar. Proses hukum juga harus dilakukan secara transparan dan bebas dari intervensi pihak-pihak yang berkepentingan.
Sebagai mahasiswa, saya menolak untuk diam. Generasi muda adalah penjaga masa depan bangsa, dan saya berkomitmen untuk mengawasi serta mengawal penegakan hukum dengan kritis. Dengan menghancurkan budaya korupsi, kita membuka jalan bagi Indonesia yang lebih maju dan bermartabat. Tidak ada ruang bagi koruptor di negeri ini. Jika kita ingin Indonesia bangkit, maka langkah pertama adalah menegakkan keadilan sejati dan menghancurkan budaya korupsi hingga ke akarnya.