Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Merusak Agen Perubahan: Joki Tugas Dampak Perkembangan Teknologi

31 Januari 2024   13:55 Diperbarui: 31 Januari 2024   13:57 185 1
Joki sendiri merupakan sebutan untuk penunggang kuda yang mana harus mengarahkan kuda melalui rintangan yang harus dilalui. Maka dari itu seseorang yang mampu menyelesaikan tugas dengan bayaran tertentu juga disebut sebagai joki tugas, karena mereka seakan-akan penolong bagi pelajar yang stress menghadapi rintangan tugas. Aksi penjoki tugas sudah ada sejak dulu --di masa lalu para penjoki menyebarkan iklan di warnet dan di tiang-tiang listrik sekitar namun joki tugas merajalela semenjak masa-masa pandemi atas dukungan dari media sosial. Apakah berkembangnya teknologi justru menghambat kesiapan para agen perubahan untuk menghadapi masa depan?


Sistem pendidikan dirancang untuk mempersiapkan generasi muda untuk menerjang masa depan. Saat ini, sistem pendidikan Indonesia telah didukung oleh kemajuan teknologi dengan berbagai metode pembelajaran. Namun, maraknya penggunaan teknologi justru menjadi batu sandungan bagi para pelajar. Para pelajar Indonesia tergiur dengan tawaran penjoki dengan bayaran sejumlah uang melalui media sosial, khususnya pada aplikasi Twitter. Para joki biasanya adalah sesama pelajar yang memanfaatkan keahliannya untuk mendapatkan uang dengan cara yang salah. Pelajar-pelajar yang seharusnya menjadi agen perubahan justru menyalahgunakan teknologi dan terjerumus oleh aksi pembodohan, yaitu joki tugas.


Dari banyaknya kasus tentang perjokian, hanya 2 banding 10 penjoki yang tertangkap, padahal sebagai negara yang berkeadilan tentunya harus menindaklanjuti kedua pihak, bukan hanya pengguna joki karena sudah tertulis pada UU ITE Pasal 32 ayat (2): "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak.". Dari UU yang sudah ada seharusnya masyarakat sadar, karena sudah ada pidana yang tertulis di UU ITE Pasal 48 ayat (2): "Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah).".


"Indonesia tidak kekurangan orang pintar, tetapi kekurangan orang jujur", quotes ini sudah tidak asing ditelinga masyarakat Indonesia. Namun terlihat semakin berkembangnya zaman, pemuda Indonesia semakin  tutup kuping, tercermin bahwa moralitas semakin memudar karena adanya normalisasi kecurangan demi kepentingannya sendiri. Melakukan joki tentu dapat memanjakan pelajar untuk mendapatkan nilai akademik yang instan sehingga pelajar tidak merasakan proses pendidikan yang sesungguhnya. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, sistem pendidikan dirancang untuk mempersiapkan pelajar menghadapi masa depan--maka dari itu mau tidak mau generasi muda harus mempertanggungjawabkan kewajibannya sebagai agen perubahan.


Masyarakat juga bertanggung jawab untuk melanjutkan perjuangan para pejuang yang sudah terdahulu dan perjuangan mereka bisa saja terhenti akibat dari penyalahgunaan teknologi oleh masyarakat di era ini. Sudah seharusnya kita mendukung para agen perubahan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi selanjutnya.


Intinya perjokian di bidang pendidikan bukanlah hal yang baru dan semakin berkembang di masa ini. Kehadiran teknologi mempermudah penjoki mengiklankan jasanya. Aksi joki tugas akan semakin meningkat jika tidak ada pencegahan preventif di masyarakat. Maka dari itu, penting adanya meng revitalisasi UU ITE pasal 32 dan 48 terhadap kasus joki, dengan memperkuat dan mempertegas UU ini, dapat menjadi efek jera pada pelaku joki dan pengguna joki. Diharapkan kedepannya generasi muda memiliki kesiapan mental dan pengetahuan untuk mencapai kesejahteran dimasa depan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun