Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Khotbah Mgr. Paulus Budi Kleden SVD di Gereja Mater Boni Concili Bajawa - Ngada

16 September 2024   18:00 Diperbarui: 16 September 2024   18:09 223 1
Bajawa - Mgr. Paulus Budi Kleden SVD, Uskup Keuskupan Agung Ende, menyampaikan khotbah yang penuh makna pada Perayaan Ekaristi di Gereja Mater Boni Concili Bajawa, Minggu (16/9/2024). Khotbah ini disampaikan sebagai bagian dari misa syukur atas tahbisan beliau sebagai Uskup Agung Ende yang telah berlangsung pada 22 Agustus 2024 di Gereja Katedral Kristus Raja Ende.

Mgr. Paulus memulai khotbahnya dengan berbagi pengalaman yang ia alami sehari sebelumnya saat menghadiri perayaan ulang tahun ke-95 Seminari Menengah Santo Yohanes Berkhmans Todabelu Mataloko. Pada acara tersebut, dilakukan pula pencanangan perayaan 100 tahun seminari yang akan digelar lima tahun mendatang.

Salah satu momen yang diceritakan Mgr. Paulus dalam khotbahnya adalah pementasan fragmen singkat oleh para siswa seminari yang menggambarkan dedikasi tiga romo senior yakni Romo Nani, Romo Beni, dan Romo Alex yang selama bertahun-tahun mendampingi para siswa. Di balik itu, terungkap keprihatinan atas menurunnya minat baca para siswa. "Ada yang dalam kartu perpustakaannya tidak tercantum satu judul pun, walaupun sudah lewat dua tahun," ujar Mgr. Paulus.

Ia kemudian mengenang masa-masa dirinya sebagai siswa seminari di Hokeng, di mana keterbatasan bahan bacaan dan majalah berbobot menjadi tantangan utama. Di antara judul buku yang ada di perpustakaan seminari, Mgr. Paulus menyebut sebuah buku yang sangat menarik perhatian siswa pada masanya, yakni karya seorang pengamat sastra Indonesia asal Belanda, Dr. A. Teeuw. Buku yang terbit pada tahun 1980 tersebut berjudul Tergantung pada Kata dan berisi pengamatan terhadap sepuluh puisi Indonesia. Mgr. Paulus meyakini bahwa banyak orang yang seangkatan dengannya di seminari atau sekolah menengah masih ingat buku tersebut.

Buku ini, lanjut Mgr. Paulus, memberikan pelajaran penting tentang bagaimana bobot sebuah puisi bergantung pada pilihan kata. Hal ini, menurutnya, sama dengan setiap sapaan adat yang sering kita dengar. Meskipun kita mungkin tidak memahami sepenuhnya, kata-kata dalam sapaan adat selalu dipilih dengan cermat dan berbobot.

Kekuatan Kata dalam Kehidupan

Mgr. Paulus kemudian menguraikan refleksinya tentang pentingnya kata dalam kehidupan sehari-hari. "Kata-kata bukan segalanya, tetapi sangat penting dalam kehidupan kita," ungkapnya. Kata-kata digunakan untuk mengungkapkan perasaan, merumuskan gagasan, berbagi mimpi, dan rencana. Meskipun kata-kata tidak selalu sempurna, kata-kata memiliki daya yang luar biasa dalam membangun atau merusak hubungan.

Ia juga menyoroti bagaimana konflik dalam keluarga, komunitas, dan bahkan di lingkungan paroki atau keuskupan sering kali muncul akibat kurangnya perhatian pada kata-kata yang digunakan. "Kata-kata dapat melukai, merendahkan harga diri seseorang, terutama jika datang dari orang yang kita percayai," tegasnya.

Iman dalam Kata Yesus

Dalam Injil yang dibacakan pada hari itu, Mgr. Paulus merujuk pada seorang perwira yang percaya pada kekuatan kata-kata Yesus. Perwira itu berkata, "Katakan saja sepatah kata, maka hambaku akan sembuh." Mgr. Paulus menjelaskan bahwa keyakinan perwira ini datang dari pengetahuan yang ia peroleh tentang Yesus dan kepercayaan pada kewibawaan kata-kata-Nya. "Kualitas hidup dan kepribadian Yesus menjamin kewibawaan kata-kata-Nya," lanjutnya.

Ia juga menekankan bahwa janji-janji yang kita ucapkan, baik dalam pernikahan, imamat, kaul kebiaraan, maupun sumpah jabatan publik, hanya memiliki nilai jika didukung oleh kepribadian yang jujur. Dalam budaya maupun gereja, orang selalu diberi waktu untuk mengenal dan memahami satu sama lain sebelum membuat janji, agar kata-kata yang diucapkan bukan sekadar formalitas belaka.

Mgr. Paulus juga menyatakan bahwa memilih pemimpin politik harus melalui proses pengenalan kepribadian yang panjang, karena kepribadian seseoranglah yang menjamin bagaimana ia menjalankan janjinya. "Tergantung pada kata," tegasnya, "Katakan saja sepatah kata maka hambaku akan sembuh."

Pesan Paus Fransiskus dan Refleksi Tentang Kata

Mgr. Paulus mengutip Paus Fransiskus yang mengingatkan umat agar tidak lupa mengucapkan tiga kata penting dalam kehidupan sehari-hari: "tolong," "terima kasih," dan "maaf." Sering kali, kita lebih mudah mengkritik orang lain daripada memberikan apresiasi atas kebaikan yang mereka lakukan.

Kata-kata memiliki kekuatan yang besar, namun, kata-kata yang benar harus berasal dari kehidupan yang jujur dan tulus. Kasih persaudaraan, lanjut Mgr. Paulus, tidak hanya bisa diucapkan melalui kata-kata, melainkan harus ditunjukkan dalam tindakan nyata. Dalam surat kepada orang Ibrani yang dibacakan pada hari itu, kasih persaudaraan berarti memberikan tumpangan dan perhatian kepada mereka yang kehilangan pegangan dalam hidupnya, serta tidak melupakan mereka yang sedang menjalani hukuman.

Mgr. Paulus menutup khotbahnya dengan ajakan agar umat setia pada janji-janji pernikahan dan imamat serta tidak terjebak menjadi hamba uang atau kekuasaan. "Katakan saja sepatah kata, maka sembuhlah jiwa kami, sembuhlah komunitas kami, sembuhlah keluarga kami, sembuhlah paroki kami, dan sembuhlah keuskupan kami," ujar Mgr. Paulus Budi Kleden.

Mgr. Paulus menegaskan bahwa kita bisa percaya pada kata-kata Tuhan karena Dia hidup dalam kebenaran apa yang dikatakan-Nya. Kata-kata-Nya selalu diwujudkan dalam tindakan nyata, dan itulah yang menjadi contoh bagi kita semua dalam menjalani kehidupan. "Semoga Tuhan memberkati kita dan Bunda Maria mendoakan kita," ungkapnya.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun