Hamba mencoba mencari jawaban sesederhana mungkin, sebatas pendidikan hamba sangat terbatas pula "Keren ya Son, benderanya gerak-gerak karena ditiup angin," dari wajahnya kelihatan si kecil tak berminat pada jawaban hamba. Tetap menatap dengan santai, bendera berkibar di bambu, terikat di tiang rumah. Mungkin, jawaban hamba tak masuk akalnya.
Hal ihwal pertanyaan itu, kalau di jawab serius, bakal makin serius pertanyaan si kecil, meski sepintas terlihat sederhana, santai seperti itu. Telah kesekian kalipula mampir di kepala hamba kesederhanaan pertanyaan serupa itu, di antara banyak pertanyaan lainnya. Pernah hamba jawab sembari santai, begini "Bendera itu berkibar karena digerakkan angin, Son."
Dia tanya lagi "Siapa sih Beh, yang ngegerakkin angin," wah, mati kejang hamba, bakal gawat, panjang lebar pertanyaan si kecil kalau hamba jawab secara pikiran dewasa. Bakalan sambung menyambung, pertanyaannya. Mending ane ajak beli bubblegum aja deh. Berangkatlah kami menuju warung sebelah.
Kemurnian pertanyaan sains imajinatif si kecil, bakal bikin hamba knockout, oleh jawaban hamba sendiri, finalti ke gawang hamba, gawat. Karena si kecil bakal bertanya lagi dengan kalimat pembuka, seperti biasanya "Kenapa kok ... seterusnya ... seterusnya ..."
Sekalipun dialogis, terjadi santai, tetap hamba bakal keteteran menghadapi kepolosan, kejujuran pertanyaan si kecil, padat oleh kecerdasan imaji-sains di pikirannya.