Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Bioteror

14 Agustus 2024   11:08 Diperbarui: 14 Agustus 2024   11:10 71 11
DONGENG LANGIT.
Sentir layar terkembang cahaya pembuka.
Musik: Metal symphony adegan berkisah.

Kekuasaan serupa kuncup melati
mekar, segera layu gugur jadi tanah
suluk maskumambang bertukar cerita
cuaca sang kala tak selamanya menetap
ada banyak sejarah setelahnya sirna
kisah tertulis di lontar kenangan
baik buruk tak sekadar nasib
numpang lewat.


Seperti sebuah rudal menghantam kepalanya. "Dodol banget!"
"Loh Kenapa? Mendadak kaget begitu."

"Aman. Sedang uji coba mengucapkannya."
"Oh! Maksud anda begitu."

"Kaget ya."
"Jelas kaget."

"Yang seharusnya menjadi, tidak jadi."
"Loh! Kok bisa ya."

"Bisa kalau anda penguasa hah ha ha."
"Dengan huruf kapital."

"Huruf kecil saja."
"Sloganis?"

"Bukan. Semata-mata."
"O! Jadi sepasang mata."

"Jangan menjadi unsur lain."
"Ba ha ha ha ya."

"Banget."
"Oh! Begitu repotnya ya."

"Tidak ada kerepotan."
"Hanya dengan mulut terbuka."

"Kalau tertutup."
"Sulit dibuka."

"Ini ada cerita aneh. Baca judulnya." Memperlihatkan berita di telepon selulernya; saya di kelabui boneka. Serentak ngakak gila-gilaan.

"Wah! Gosip itu."
"Bukan. News asli."

"Ada faktanya?"
"Ada inisial peliput di teks terakhir." Keduanya serentak membaca secara cepat. Lantas ngakak terpingkal-pingkal.

Serentak duet. "Ini akibat... Hahaha."

"Anda curang! Membaca duluan lantas menghapalnya."
"Hahaha. Demikian pula dengan anda."

"Wow! Tuduhan tidak mendasar." Keduanya menelan sunyi.
Lantas "Ini karena tergiur."

"Kenapa anda mau."
"Kliseisme anomali."

"Ternyata biangkerok dari hal ihwal, itu!"
"Jangan asal tuding."

"Wah. Mengecewakan sekali."
"Hahaha. Bisa kualat juga katanya." Perdebatan berhenti sampai di situ.

Bumi di pijak bergetar serupa gempa. Keduanya kembali diam menelan bisu. "Haha. Takut ya. Tadi menyalak galak. Baru saja gempa. Takut ya. Hahaha. Bilang saja takut gempa."

"Persoalannya bukan itu. Justru gempa pertanda info senyawa optis episentrum."
"Jangan belok kemasalah anyar. Lantas sembunyi di baliknya."

"Ho ho ho. Sebuah permainan lempar dadu."
"Dramatik adonan. Sederhana jadi rumit."

"Seolah-olah kesalahan."
"Wow! Sikap mendua tak kepalang arah."

"Oke. Kita uji materi. Penolakan beralibi. Mantap. Mari meninjau masalah sejak awal mula. Tadi datang menghampiri saya memperlihatkan berita dari telepon seluler anda. Mungkin saja berita itu kadaluarsa. Setelahnya, membaca serentak. Sampai debat tak penting ini mengangkasa. Anda memancing dalam air keruh. Anda siapa? Oh! Saya tahu. Anda sengaja membangun dialog untuk mendapatkan info. Apapun itu penting untuk pihak anda. Aha! Akal sehat mencoba mengulik lewat masalah sederhana. Hahaha anda mereka-reka kreasi hal ihwal, agar muncul masalah lantas dengan mudah membrangusnya. Ini menyoal sebuah berita tentang saya, di kelabui boneka. Hah! Anda mencoba menarik benang merah lebih panjang. Meluaskan ruangan. Hahaha. Kuno sekali. Pelempar soal menyoal. Alhasil itu pun uji coba rupanya. Masih harus magang lagi lebih lama."

"Oke. Kalau uji materi dari sudut pandang berbeda, bisa jadi hal itu persembunyian dari makalah bermasalah. Widih, segitunya ya kecurigaan anda. Cakep. Mari melangkah lebih jauh. Oh! Ya.  Saya mencoba paham sekarang. Justru anda mengembangkan wawasan masalah menjadi melebar. Anda ingat? Saya cuma bilang ada artikel, lantas anda menyebutkan judul dari teks itu. Seharusnya anda tak perlu verbal begitu. Cukup membaca dengan hati melalui pikiran anda. Mengapa anda tidak memilih opsi membaca dalam hati. Hihihi, anda mencoba menjajakkan popularitas dengan cara memantulkan masalah lewat momen. Membuat situasi serupa namun berbeda. Hah! Terlihat sekali pola dari sebuah acuan hapalan. Indoktrinasi the invisible hand? Hahaha abstraksi dalam realitas. Seolah-olah begitu. Mudah berkelit tak terlacak sumber infonya. Ingat kawan. Mereka lupa. Sumber info tersirat lantas kan tersurat sekalipun serupa liputan investigasi. Aha, mereka lupa rupanya. Sekalipun bersin satu kali, seni akting kepura-puraan tetap terpantau."

"Penyangkalan agak masuk akal. Namun kurang cerdas."
"Wow! Satire menjauh dari mutu."

"Maklumat belum berakhir dalam hitungan."
"Risalah pesanan. Itu pepesan kosong."

"Di sini kita jumpa, mempertanyakan hal ihwal macam itu."
"Membuka kesadaran budaya. Sejumlah angka di antara bilangan."

"Hahaha. Saya bukan monyet penerima begituan."
"Hah!" Menepuk pundak lawan bicaranya. "Setuju. Bukan monyet suruhan kan?"

Keduanya terperangkap pikiran. Waktu terasa berhenti. "Kita terjebak."
"Kurang tepat. Terlanjur masuk dalam lingkaran."

"Sejumlah nilai."
"Kenapa mau ya."

"Dodol banget!"
"Sangat dodol!."

"Menyesal?"
"Terlanjur..."

"Terlena."
"Terkesima."

"Jos! Banget!"
"Wow! Kagetan." Keduanya ngakak abis.

"Pandir aku..."
"Kita teramat pandir. Banget cuy... Terlalu bangga pula dengan kepandiran itu." Keduanya bertukar wajah. Semesta baik-baik saja sebagaimana terlihat. Sekalipun mungkin tengah menuju takdir data melenyap disulap para pesihir purba tanpa basa-basi.

"Wuss! Kecolongan lagi."
"Raib, tak berjejak."

"Beras atau ikan asin?"
"Bukan keduanya. Otaknya copot." Serentak ngakak terpingkal-pingkal.

***

Jakarta Kompasiana, Agustus 14, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun