Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Cermin Kebun Iman

22 Juli 2024   04:42 Diperbarui: 22 Juli 2024   04:52 36 8
Barangkali terkadang sulit berpikir jernih. Mendadak terasa hati ini, bagai bandulan bergerak kian kemari. Mondar-mandir balapan dengan pikiran. Entah, kenapa sulit mencari sumber penyebabnya. Kemudian kesadaran empiris, bagai menuang kuah sayur asem segar kepiring makan siang.

Wow! Begitu beragam kesalahan kepada sesama insan kamil, sengaja atau tidak sengaja. Apakah sudah memaafkan, atau, apakah sudah memberi maaf. Mendadak, bagai rumit. Tapi janganlah kalut. Tafakur, sederhana, murah, melihat kembali kaleidoskopis perjalanan berbagai campursari.

Persoalan sekitar, dalam hati ataupun di luar hati hadir setiap hari. Semua tahu itu, lantas kalau semua sudah tahu? Ya oke deh. Tak lagi perlu ragu untuk memberi maaf, pada sesama insan kamil, konon kebenaran ataupun kesalahan melekat pada diri manusia, siapapun itu, barangkali.

Kalau sudah seperti itu, kembali ke hati masing-masing. Apakah mau ikhlas memberi maaf, pada sesama? Kembali lagi kepada diri masing-masing. Kata awan-awan nih, memberi maaf itu baik loh, bahkan indah untuk meditasi diri, ya serupa self-healing, mungkin loh. Gitu kale ya.

Maka konon perjalanan hidup berikut bakal lebih enteng setelah saling memaafkan. Memberi maaf bukan pula karena dapet proyek ini itu loh, lantas setelahnya musuhan lagi; banyak sebab belum terjawab oleh diri sendiri. Lagi pula tak saling menyapa terlalu lama bikin rindu tau, kangen segunung.

Sulit memang ingin menjadi orang baik paripurna. Ada aja deh gangguan frekuensi dari interior-eksterior. Nah itu dia kadang sebab salah paham dikit jadi kesal tujuh keliling. Mulai deh peredaran darah. Pencernaan terganggu, fisik-nonfisik terkadang tak tahu apa penyebabnya gangguan kesehatan datang semena-mena.

Bolak-balik kedokter. Keluar masuk rumah sakit. Melar biaya hidup gangguan kantong. Serba salah kadang merasa benar atau awalnya kesal tersimpan di laci kesehatan jasmani-rohani baik-baik saja. Konon sih kata bulan purnama, jasmani rentan merasa sakit, kalau ruh senantiasa baik-baik saja tak pernah sakit.

Ada pula kata angin sepoi-sepoi nih, selalu gembira itu baik untuk kesehatan, ada juga kata mata air, tertawa itu sehat. Nah, pilihan ada pada masing-masing manusia tentunya. Mau sehat seperti apa. Apakah senantiasa memberi maaf, ataukah selalu gembira. Ringan menyelesaikan masalah, sekalipun beban seberat rudal nuklir.

Negeri ini berhutan tropis tergantung hujan. Indah juita hutan pemberi oksigen seluas negeri kepulauan flora-fauna, spesies langka, huma-huma, panorama apik bak taman surga. Tapi hamba belum pernah sih liat surga atau neraka, paling ketika menulis artikel sembari berimajinasi sebagaimana kisah akan tertulis.

Kalau mau menulis cerita tentang neraka atau surga, misalnya, tak perlu riset kedua tempat itu kan? Mungkin ya cukup sebatas imaji pengarangnya saja. Kecuali ada kisah nyata sebagaimana terkisahkan oleh sang waktu, maka jadilah cerita berdasarkan kenyataan peristiwanya, bahasa sononya, based on a true story, barangkali loh, hiks.

Menurut matahari tunggang gunung, menulis senantiasa bermanfaat alami. Sejak taman kanak-kanak hingga remaja akil balig. Kalau ibu membacakan buku cerita, hamba menyimak sampai ketiduran. Esoknya hamba tanya lagi, minta diceritakan lagi. Dari cerita ibu hamba semakin tahu; sebelum makan wajib cuci tangan. Nah.

***

Jakarta Kompasiana, Juli 22, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun