Ya, Ibu saya memang tidak menggunakan produk gas baik ukuran 3kg maupun ukuran 12 kg. Walaupun peralatan pendukung untuk menggunakan produk gas tersebut sudah ada tetapi Ibu saya tetap tidak mau menggunakan kompor gas. Alasanya takut terjadi ledakan seperti berita berita di tv. Alhasil dari saya kecil sampai segede ini saya tetap makan dengan hasil masakan ibu menggunakan kayu bakar.
Mungkin ini keberuntungan bagi kami karena tidak terlalu pusing memikirkan harga-harga gas LPG yang melonjak luar biasa, kami sudah terbiasa masak dengan menggunkan kayu bakar. Dan kayu bakarnya pun tinggal mencari di kebun belakang, atau sisa sisa dari pohon kelapa yang daunnya sudah kering dan jatuh ke tanah.
Makan masakan yang di masak menggunakan kayu bakar bagi kami juga biasa saja, hasilnya pun enak di makan. Walau terkadang memang ada bau pembakaran sisa kayu bakar tetapi yang penting bisa makan kenyang dan alhamdulillah di beri kesehatan sampai sekarang.
Memanfaatkan kebun sendiri dengan mengambil ranting ranting dan daun kelapa yang sudah kering memang sangat menguntungkan bagi kami, selain gratis dari kebun sendiri dan tidak perlu biaya hanya perlu tenaga saja untuk memperolehnya. Pandai pandai memanfaatkan momen musim, sebelum musim penghujan datang biasanya bapak saya rajin mencari kayu bakar untuk di jemur dan disimpan. Dan ini biasanya di lakukan di musim kemarau, sehingga setelah musim penghujan datang kayu bakar sudah siap di gudang untuk bisa di pakai memasak, Tidak perlu pusing pusing memikirkan anggaran beli gas LPG sehingga bisa di alihkan untuk membeli kebutuhan yang lain.
Jadi kami bisa bilang harga LPG naik, tidak berpengaruh secara langsung bagi kami. Itulah salah satu keuntungan hidup didesa dengan masak menggunakan kayu bakar. Tetapi walau demikian saya berharap pihak terkait mengkaji ulang kenaikan LPG 12 Kg tersebut demi kelangsungan hidup saudara saudara saya yang lain di Negara Indonesia.
Salam
Comal, 04 Januari 2014