Setiap bulan Mei, tepatnya tanggal 9, dunia Barat, khususnya mantan pasukan Sekutu, merayakan berakhirnya Perang Dunia II. Bagaimana pun juga, perang yang akibatnya hampir melanda seluruh dunia itu telah menorehkan sejarah tersendiri bagi umat manusia. Dunia masih ingat, Perang Dunia II menyisakan kenangan tentang kekejaman paham ultra-nasionalis Nazi, dan holocaust.
Kebencian Jerman
Latar belakang cerita pemusnahan ini terletak jauh setelah akhir Perang Dunia I (PD I) di mana Jerman berada pada pihak yang kalah. Waktu itu, banyak orang Jerman yang menyalahkan Yahudi sebagai sebab kekalahan Jerman pada PD I, beberapa bahkan mengklaim Yahudi telah berkhianat kepada negara selama perang. Tambahan lagi, pada akhir PD I, sekelompok Yahudi mencoba mengobarkan revolusi ala Bolshevik Soviet di negara bagian Jerman, Bavaria. Orang Jerman semakin menganggap Yahudi adalah musuh yang berbahaya bagi negara.
Saat itu, Nazi sebagai sebuah partai politik mampu menarik massa dengan basis pandangannya yang anti Semit. Hitler, pemimpin Nazi, menyalahkan keadaan buruk Jerman pada akhir PD I pada konspirasi Yahudi internasional. Nazi percaya Yahudi bertanggung jawab atas apa yang mereka sebut sebagai degenerasi masyarakat modern.
Ketika Nazi naik panggung politik, kebijakan yang menekan Yahudi pun diterapkan. Hak-hak Yahudi dicabut, harta benda mereka disita, rencana untuk mengusir mereka keluar Jerman dirancang, sampai, konon, pemusnahan fisik yang berarti pembantaian.
Musim semi 1941, Nazi mulai membantai Yahudi di Uni Soviet yang dianggap sebagai sumber hidup Bolshevisme. Orang Yahudi menggali lubang kubur mereka sendiri kemudian ditembak mati. Musim gugur tahun yang sama, Nazi meluaskan pembantaian ke Polandia dan Serbia. Kamp pembantaian untuk Yahudi mulai dibangun di Auschwitz, Dachau, Bergen-Belsen. Kamp itu dilengkapi kamar gas dan tungku besar. Mereka menggunakan kamar gas untuk membunuh orang Yahudi. Beberapa orang Yahudi dimasukkan ke dalam kamar gas, kemudian gas Zyklon-B, sebuah gas pestisida berbahan dasar asam hidrosianik, dialirkan. Ada juga cerita orang Yahudi yang dibakar hidup-hidup dalam tungku. Bahkan, ada yang percaya Nazi Jerman membuat sabun dari lemak orang Yahudi dan kelambu lampu dari kulit orang Yahudi.
Sejarah Dipertanyakan
Selama kurang lebih 2 dekade, ‘sejarah’ pembantaian ini bertahan di benak orang. Kesaksian dan memoar orang Yahudi yang bertahan hidup dari holocaust menceritakan semua kengerian di atas. Sampai pada 1964, Paul Rassinier, korban holocaust yang selamat, menerbitkan The Drama of European Jews yang mempertanyakan apa yang diyakini dari holocaust selama ini. Dalam bukunya, ia mengklaim bahwa sebenarnya tak ada kebijakan pemusnahan massal oleh Nazi terhadap Yahudi, tak ada kamar gas, dan jumlah korban tidak sebesar itu.
Arthur Butz menerbitkan The Hoax of the 20th Century: The case against the presumed extermination of European Jewry pada 1976. Ia mengklaim bahwa gas Zyklon-B tidak digunakan untuk membunuh orang tapi untuk proses penghilangan bakteri pada pakaian.
Mengenai kematian massal di Auschwitz, Robert Faurisson, profesor literatur di University of Lyons 2 mengklaim tipus-lah yang membunuh para tawanan itu, dan bukan kamar gas.
Seorang ahli konstruksi dan instalasi alat eksekusi dari AS, Fred Leuchter, pergi ke Auschwitz dan mengadakan penyelidikan serta tes di tempat itu. Kesimpulannya adalah kamar gas di Auschwitz tidak mungkin digunakan untuk membunuh orang.
Setelah orang-orang ini mempertanyakan kebenaran holocaust, gelombang kritisasi dan penyangkalan terhadap apa yang terjadi di holocaust mulai bangkit. Mereka yang meragukan kebenaran holocaust ini menyebut dirinya sebagai revisionis.
Holocaust yang Meragukan
Secara umum, revisionis setuju dengan sejarawan lain bahwa negara Jerman di bawah Nazi memperlakukan Yahudi dengan kejam dan bengis. Pencabutan hak-hak Yahudi, penawanan di ghetto, kerja paksa, penyitaan harta benda dan deportasi dari Jerman merupakan hal-hal yang masih diiyakan oleh para revisionis. Yang disangkal para revisionis adalah bahwa Jerman mempunyai kebijaksanaan tertentu untuk memusnahkan orang Yahudi dengan memasukkan mereka ke kamar gas atau tungku. Revisionis juga menyatakan jumlah 5,9 atau 6 juta korban sebagai pernyataan tanpa bukti yang dibesar-besarkan.
Keraguan-keraguan revisionis ini bersumber dari tidak adanya dokumen Jerman yang berisi masterplan pemusnahan orang Yahudi di Eropa. Tidak ada dokumen tentang perintah, rencana, anggaran, rancangan senjata untuk pemusnahan Yahudi. Yang ada hanyalah ucapan-ucapan petinggi Nazi yang menggambarkan kebencian terhadap Yahudi.
Foto-foto tawanan di kamp-kamp di Dachau, Buchenwald, dan Bergen-Belsen juga dipertanyakan penggunaannya. Memang, foto-foto itu menampilkan kondisi tawanan yang memprihatinkan. Tapi, revisionis yakin bukan penyiksaan dan kamar gas-lah yang menyebabkan mereka seperti itu. Sebabnya adalah lebih karena malnutrisi, epidemi tipus, disentri, dan diare. Penyakit-penyakit ini malah timbul sebagai akibat pemboman pasukan sekutu yang memutus jalur distribusi pangan, obat, dan pelayanan sanitasi.
Anehnya lagi, foto-foto yang selalu ditampilkan dalam sejarah adalah foto-foto yang mengerikan. Padahal pihak revisionis berhasil menemukan foto-foto yang diambil pada saat yang sama namun menampakkan para tawanan yang sehat. Mereka bercakap-cakap sambil tertawa di kamp. Ada kerumunan tawanan yang bergembira melempaarkan topi merayakan pembebasan mereka. Namun, mengapa foto-foto yang terakhir ini tak pernah muncul?
Kamar gas memang ditemukan di Auschwitz. Namun, para revisionis mengklaim bahwa kamar gas beserta Zyklon-B tidak mungkin digunakan untuk eksekusi manusia, melainkan untuk pengasapan pakaian agar bakteri-bakteri di pakaian mati. Dari prosedur kesehatan inilah, mitor pembunuhan dengan kamar gas muncul.
Museum Auschwitz, museum tentang holocaust, selama 50 tahun mengklaim bahwa 4 juta manusia dibunuh di sana. Sekarang mereka malah mengklaim mungkin hanya 1 juta korban. Revisi klaim ini pun tidak didukung oleh dokumentasi 1 juta orang tersebut. Lalu, kebohongankah jumlah 3 juta manusia selama setengah abad itu?
Hal yang penting lagi adalah jika memang ada pembunuhan massal di Polandia terhadap Yahudi tentu Palang Merah, Paus, pemerintah sekutu, negara netral, pemimpin terkemuka waktu itu akan tahu dan menyebutnya dan mengecamnya. Tapi ternyata tidak ada.
Winston Churchill menulis 6 jilid karya monumentalnya, The Second World War, tanpa menyebut tentang program Nazi untuk membantai orang Yahudi. Eisenhower menulir memoarnya, Crusade in Europe, juga tak menyebut tentang kamar gas.
Keuntungan dari Cerita Sedih
Manakah yang benar? Revisionis atau pro-holocaust yang mempertahankan jumlah 6 juta korban, pembantaian terencana, dan kamar gas? Wallahu a’lam. Yang jelas ada keuntungan dari gembar-gembor holocaust yang mungkin dilebih-lebihkan ini. Keuntungan tersebut adalah untuk orang Yahudi.
Yahudi yang merasa menjadi korban kemudian meminta tanah di Palestina, meminta ganti rugi kepada Jerman, dan meminta dana pembangunan ke negara lain sambil terus memelihara ingatan dunia akan holocaust. Rakyat Palestina-lah yang menderita.
“Seluruh negara Yahudi dibangun di atas kebohongan holocaust.. apa bukti Hitler dan Nazi membunuh 6 juta Yahudi di kamar gas? Tidak ada bukti sama sekali, kecuali kesaksian dari sedikit Yahudi yang selamat. Jika 6 juta Yahudi telah dibakar, tentu akan ada segunung abu manusia, tapi kita tidak pernah mendengarnya. Tidak ada juga oven yang mampu membakar jutaan orang tanpa ada yang mencium baunya. Tidak ada bukti tentang sejumlah itu Yahudi yang hidup di Jerman pada 1930-an. Jumlah mereka kurang dari 4 juta dan setengah dari mereka telah mengungsi ke Soviet selama perang.” Kata Mahmud Al-Khatib di harian Al-Arab Al-Yaum di Yordania.
Mufti Jerusalem, Syaikh Ikrimah Sabri, di New York Times berkata, “Banyak terjadi pembunuhan massal di dunia ini. Mengapa holocaust ini terasa lebih penting? Jika ini adalah permasalahan kita, tak ada yg peduli –entah ketika tentara perang Salib membantai muslim atau pembunuhan massal terhadap rakyat Palestina oleh Israel. Dan kita tidak terus menerus menggunakan dan menggunakan pembantaian ini untuk mengingatkan dunia tentang hutang dunia terhadap kita.
Saya tidak pernah menolak bahwa holocaust terjadi, tapi kita percaya bahwa jumlah 6 juta itu dilebih-lebihkan. Yahudi menggunakan isu ini, dalam banyak cara, untuk memeras Jerman secara finansial. Holocaust merupakan alasan bahwa tidak ada kerusuhan yg lebih besar terhadap Israel sebagai sebuah kekuatan pendudukan. Holocaust melindungi Israel. Bukanlah kesalahan kita jika Hitler membenci Yahudi. Bukankah mereka (Yahudi) sangat dibenci di mana pun?”
Detil-detil holocaust masih merupakan misteri. Yahudi masih berkepentingan menjaga holocaust semengerikan mungkin sepanjang masa dengan cara apa pun. Revisionis masih mengungkap konspirasi di balik propaganda holocaust ini. Alhamdulillah, umat Islam di negeri kita sekitar sepuluh tahun lalu menolak beredarnya film Schlinder’s List yang menceritakan penderitaan Yahudi di bawah Nazi. Jika kita menontonnya, mungkin kita akan menangisi penderitaan orang Yahudi dan lupa akan betapa biadabnya Yahudi membantai rakyat Palestina.