Akhir minggu ini kebetulan saya menghabiskannya dengan berjalan-jalan sekaligus mencari buku, cukup banyak buku yang saya incar(setelah terlebih dahulu melihat iklan di twitter). Pergi dari rumah setelah Dzuhur, sengaja agar tidak terlalu panas dan tidak terlalu macet juga. Dan, Alhamdulillah tidak terlalu macet siang ini rasanya jika dibandingkan dengan akhir minggu lalu ketika salah satu stasiun televisi mengadakan konser musik secara langsung.
Puas mencari buku dan kebetulan mendapatkan beberapa buku, sayapun beristirahat di foodcourt salah satu mall di daerah Jalan Merdeka, kebetulan disana terdapat stand resto favorit saya yang menyediakan berbagai makanan tradisional yang berlogo SAPI mengacungkan jempol dan mengedipkan sebelah MATAnya. Semua menu di resto ini dilengkapi sambal-sambal yang kepedasannya beraneka ragam, mulai dari yang hanya hangat(komposisinya seperti cabe merah dicampur tomat), ada yang lumayan pedas(cabe rawit giling dengan tomat), dan ada yang super pedas(gabungan cabe rawit, cabe hijau yang rasanya nendang). Disini menu-menu yang disajikan adalah Ayam, bebek, seafood(udang, cumi, berbagai ikan) olahan Iga dan buntut sapi, dan beberapa sayuran pelengkap khas Indo. Penyajiannya pun bisa dibakar ataupun digoreng.
Siang ini seperti biasa pesanan adalah Bebek Nyetrum ( Bebek ungkeb dengan siraman sambal super pedas campuran rawit merah dan cabe ijo), dan sayuran pelengkap serta air teh hangat favorit. Tak begitu lama menunggu pesanan datang. Sayapun langsung menyantapnya karena memang rasa lapar ini sudah tidak bisa diajak berkompromi. Alih-alih menikmati makanan yang biasanya nikmat, saya malah merasa mual karena refleks mencium bau tak sedap dari bebek yang tengah dikunyah, dan secara kasat mata terdapat warna kehijauan didekat tulang dada pada potongan bebek. Refleks juga saya dekatkan kehidung untuk memastikan benar tidaknya penciuman ini (karena awalnya terasa ditenggorokan hingga kehidung). Betapa terkejutnya saya, karena memang bebek ini berbau tak sedap jika sambalnya disingkirkan. Dan yang lebih mengecewakan lagi adalah ketika saya mengkomplain kepada salah seorang pelayan yang bernama Yeyen(baca dari name tag nya), saya mengkomplainnya dengan berbisik karena khwatir terdengar yang lainnya(masih ada rasa sayang terhadap resto favorit ini).
"Ini baru kok mba, cuman kebetulan memang kita pakainya bebek lokal, dan memang resikonya emang kaya gitu klo bebek lokal. kadang alot, kadang suka aga bau tai kotok(kotoran bebek/ayam dlm bahasa sunda), udah ngga aneh mba. gapapa kok, makan aja"
MasyaAllah, betapa anehnya saya pikir jawaban pelayan itu. Tanpa meminta maaf atas kelalayan mereka, alih-alih malah beralasan seperti itu. Bukankah terdapat standar operasional disetiap restoran yang mengkhususkan diri menyajikan beberapa makanan yang menjadi ciri khas mereka?Apakah mungkin resto yang cukup besar begitu tidak memiliki koki yang bisa memasak dengan baik dan hanya bisa memberikan pelayanan seperti itu? Benar-benar membuat kecewa resto ini, padahal saya termasuk pelanggan setia yang hampir setiap minimal 3kali dalam sebulan mengunjunginya.