Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Mengembangkan Komunikasi Budaya (Strategi Menuju Komunikasi Antarbudaya Efektif)

24 September 2010   14:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:59 2162 0
Kita hidup di dunia berisikan banyak ragam budaya. Orang akan menemukan individu-individu dari berbagai ras, agama, dan kebangsaan di hari-hari mereka hadapi. Kegamangan kerap melanda, ketika kita dihadapkan pada budaya-budaya yang asing. Apakah perilaku tersebut yang dapat diterima? Akankah menyinggung seseorang dari latar belakang yang sangat berbeda?

Pada dasarnya semua komunikasi adalah budaya—mengacu pada cara-cara kita telah belajar untuk berbicara menggunakan kata-kata/verbal dan memberikan pesan-pesan nonverbal. Kita tidak selalu berkomunikasi dengan cara yang sama dari hari ke hari, karena faktor-faktor seperti konteks (situasional), kepribadian individu, dan suasana hati berinteraksi dengan berbagai pengaruh budaya kita telah menginternalisasi yang mempengaruhi pilihan kita.

Kebutuhan untuk mempelajari Komunikasi Lintas Budaya ini semakin terasakan karena semakin terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda, di samping kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras, suku bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota), latar belakang pendidikan, dan sebagainya.

Komunikasi bersifat interaktif, sehingga pengaruh yang penting pada efektivitas adalah hubungan kita dengan orang lain. Apakah mereka mendengar dan mengerti apa yang coba kita katakan? Apakah mereka mendengarkan dengan baik? Apakah kita mendengarkan dengan baik dalam menanggapi? Apakah suasana hati positif dan reseptif? Apakah ada kepercayaan di antara mereka dan kita? Apakah ada perbedaan-perbedaan fundamental yang berhubungan dengan komunikasi efektif, tujuan atau kepentingan yang berbeda?

Tidak peduli apa pun instrumen yang dipergunakan dalam komunikasi lintas budaya, keinginan untuk saling terhubung antara satu individu dengan individu lain merupakan ikatan, yang akan mengekspresikan dirinya sendiri dengan jelas.

Pada kenyataannya, walau kita kerap tidak bisa menerima atau merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan perbedaan-perbedaan yang terjadi akibat interaksi tersebut—seperti masalah perkembangan teknologi, kebiasan atau cara-cara berbeda (bahasa, tradisi atau norma) dari suatu daerah sementara kita berasal dari daerah lain—kita tidak bisa berhenti bersinggungan dengan perbedaan tersebut. Hakikat manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi satu sama lain, baik itu dengan sesama, adat istiadat, norma, pengetahuan ataupun budaya di sekitarnya.

Dalam pandangan Stewart (1974), komunikasi antarbudaya memang merupakan komunikasi yang terjadi dibawah suatu kondisi kebudayaan yang berbeda bahasa, norma-norma, adat istiadat, dan kebiasaan.

Di dalam menjalankan proses komunikasi antarbudaya sah-sah saja mengalami suatu keterkejutan budaya yang berbeda. Menurut pakar bidang komunikasi Dedi Mulyana, gegar budaya semacam itu ditimbulkan oleh kecemasan akan kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang (simbol) dalam pergaulan sosial.

Pengetahuan, pemahaman diperlukan sebagai kunci menuju komunikasi antarbudaya yang efektif. Amatlah esensial bagi seseorang untuk menyadari masalah-masalah potensial muncul dalam komunikasi antarbudaya, serta bagaimana mengatasinya. Selain itu, penting juga untuk menyesuaikan perilaku setiap orang secara tepat.

Ketika perbedaan kultur mencuatkan permasalahan, harus disikapi dengan sabar dan terbuka, bukan dengan agresif dan penuh permusuhan. Tanggapan atau respon yang diberikan dalam interaksi lintas budaya haruslah berhati-hati. Misalnya, suatu kesimpulan ditarik berdasarkan kecermatan dan kepekaan, tidak secara langsung dan sembrono.

Bersikaplah proaktif ketika mendekati sebuah budaya baru. Orang-orang dari latar belakang yang berbeda acapkali memiliki beragam pendekatan dalam hal pengelolaan konflik, gaya belajar, struktur keluarga, agama, dan sebagian besar aspek kehidupan lainnya. Tidak mungkin untuk mengetahui semua variasi sistem dari setiap budaya, maka pendekatan proses diperlukan saat kita berhadapan dengan orang-orang baru di lingkungan baru.

Suatu waktu, situasi dapat berubah menjadi ketegangan. Di saat konflik memanas, masing-masing individu disarankan untuk ‘melangkah mundur’. Berhenti, dengarkan dan introspeksikan. Sebab mungkin memburuknya situasi adalah implikasi dari kesalahan interpretasi (misinterpretasi) mendasar.

Salah satu cara lain ialah meletakkan informasi baru tentang orang lain ke dalam tindakan yang mewujud, mencatat bias/sentimen pribadi. Apa yang telah dipelajari membuat paradigma lama usang.

Moreover, it is necessary to evaluate people on an individual basis. Penting untuk menangguhkan atau menunda penilaian demi menghindari kesalahpahaman.

Stereotip yang melekat pada sekelompok orang, seringkali dijadikan identitas suatu kelompok. Stereotip umumnya mengandung granula kebenaran, tetapi kebenaran kecil ini tidak dapat menandai keseluruhan budaya. Jangan sampai perspektif sempit merusak relasi yang telah terbangun.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun