15:25.
"Ibu, kesini dong." Anggie menahan isaknya.
"kenapa sayang?" Vina sibuk dengan segala tetek bengek perkumpulan ibu pejabat yang dibawahinya.
"bu, Alex pergi. Aku.. mm.." Tangis Anggie sudah benar-benar hampir meledak.
"kenapa Alex? ada apa dengan kamu dan Alex?" Vina balik bertanya. Pekerjaannya agak terhenti sebentar.
"dia pergi," Anggie begitu dingin. "si sialan itu mutusin aku."
"oh begitu ya. Yasudah nanti Ibu akan menemui Ibunya Alex. Biar tahu rasa dia." Ujar Vina.
"ya jangan lah bu. Malu-maluin aja" sergah Anggie tak habis pikir. Ia hanya menginginkan Ibunya berada disampingnya pada kondisi krusial seperti ini. Bukannya menggrebek keluarga Alex. Seperti anak SMA labil saja.
"loh terus kamu maunya gimana?" tanya Vina. Ah, teman-teman nya sudah berdatangan.
"ya aku cuma mau ibu kesini kok." jawab Anggie sambil mengusap linangan air matanya.
"aduh gimana ya. Ibu lagi sibuk sayang. O iya, gimana kalau kamu ke tante Emi aja. Nanti ibu transfer uangnya, kamu ke Canberra. Oke?" Ujar Vina. Menawarkan solusi yang menurutnya efisien.
"emang aku barang. Udah dulu ya bu." Anggie begitu ketus. Ditutupnya percakapan itu.
"ang..Anggie.. halo?" Vina tak habis pikir anaknya begitu emosional. Ya ampun arisannya mau dimulai.
15:50
Tangis Anggie makin dalam. Ia bingung. Ia tak mungkin menelepon Tania. Si bawel itu hanya akan menceramahinya. Diutak-atiknya nomor kontak di handphonenya. 'Tante Rossa'. Hmm... agak lama Ia berspekulasi untuk menelepon Ibu keduanya. Ibu kedua dalam arti yang sesungguhnya. Rossa adalah Ibu keduanya. Istri kedua Ayahnya.
Tuuut...
"halo?" sapa orang diujung sana
"mm.. halo Tante Rossa. Ini Anggie." ujar Anggie terpatah-patah. Ia agak segan dengan ibunya yang ini. Bukan karena galak tapi memang hubungannya dengan keluarga pihak Rossa tak terlalu baik. Ibu tak pernah suka dengan Tante Rossa.
"Anggie apakabar?" Rossa sumringah.
"kurang baik Tante.." Anggie menjawab pendek saja.
"loh kenapa? lagi gak enak badan ya?" Tanya Rossa
"yah gak enak badan gak enak hati" Jawab AAnggie
"kenapa sayang? kok gak enak hati? abis putus yaa.." Rossa dengan suara jail manjanya.
"Tante bisa nebak deh. hehe. Sepi banget Tante disini. Aku jadi pengen nagis mulu." cerita Anggie
"eh, jangan nangis dong nggie. Santai aja. Coba Anggie maen-maen keluar. Jangan diem di kamar terus." saran Rossa panjang lebar.
"abisnya..." Anggie mulai menangis lagi.
"eh..eh.. Jangan nangis dong sayang. Emang sedih ditinggal pacar. Tapi juga jangan larut terlalu lama. Akan terlalu banyak hal-hal asyik yang terlewatkan kalau anggie sedih terus." Rossa bicara panjang lebar. Begitu simpatik dengan keadaan nyonya remaja itu.
"iya.. Tante dimana ini? ke Melbourne dong temenin aku."
"Hmm.. Aku baru pulang dari Hongkong nggie. Masih capeek bangeet."
"o gitu ya." Jawab Anggie lesu.
"tapi nggie, Tante punya oleh-oleh buat kamu nih. Nanti Tante titipin Papa ya." Rossa tetap sumringah
"o ya.. makasih ya Tante. Tante, Januari ini aku ke Jakarta. Nanti tante maen ya kerumah aku." Suara Anggie berubah rada manja.
"gak mau ah main kerumah kamu. Aku takut sama Mama kamu. Judes banget sih sama aku." Rossa begitu blak-blakan.
"hiii.. Tante bisa aja. hehe.. terserah deh mau ketemuan dimana. Eh Tante udah dulu ya. Pulsanya udah mau abis. See ya." Tutup Anggie
"dadah.. bye bye.." Tutup Rossa
19:15
Hmm.. Sebenarnya Tante Rossa menyenangkan juga.
Tok..Tok.. Anggie berjalan gontai ke pintu depan. Dilihatnya dari balik lubang kecil siapa yang datang. Alex.
"PERGI SANA!" tanpa membuka pintu sama sekali Anggie teriak begitu kencang. Mengusir Alex...