Akhirnya saya agak 'panas' juga setelah melihat satu buah artikel. Artikel yang berjudul
Lebaynya Metromini TV oleh dr. Wahyu Triasmara membuat saya
dongkol. Isinya mengulas sudut pandang penulis tentang 'ketidaknetralan' MetroTV saat meliput Debat Capres. Dan pak dokter ini agak risih melihat MetroTV selalu menyorot Jokowi bercipika-cipiki, daripada kebesaran hati Prabowo. Walau terlihat netralitas untuk berpandangan damai, namun ada hal yang membuat
nylekit hati saya dari komentar sang dokter di artikelnya sendiri. [caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="(screenshot: Komentar dr Wahyu)"][/caption]
Seolah dokter Wahyu hendak mengeneralisir Kompasianer pro-Jokowi sebagai cyber army. Atau mungkin juga berkonotasi negatif, cyber army itu Pasukan Nasi Bungkus. Ada komentar lain sang dokter yang sering menyebut Panasbung. Jujur, hal ini membuat saya kecewa sekaligus miris. Si dokter dengan artikel-artikel bermanfaatnya, entah kenapa seolah tidak terlihat manfaatnya. Maaf maaf saya berkata, komentarnya bisa memicu salah duga dan benci. Enah mungkin ada Panasbung yang  menyinggung perasaannya. Atau malah ada sakit hati pada seorang Kompasianer yang memang Jokowi lover. Tapi, komentar semacam ini menampakkan sisi Panasbung alias cyber army dokter Wahyu. Kalau Jokowi kalah di Kompasiana, apa memang sudah menjadi pasti kalah? Atau kalau memang kalah, sang dokter mau berbangga hati dan jumawa jagoannya menang? Maaf sekali lagi, karena yang saya tangkap, Anda (dr Wahyu) sudah memberi stereotipe kami Jokowi lover. Walau ini dunia maya, coba resapi kembali komentar Anda sendiri. Bukan saya bermaksud memusuhi dokter Wahyu atau Kompasianer manapun. Dengan reputasi sang dokter di Kompasiana, ada baiknya menjaga diri untuk tidak berkomen demikian. Kalau memang tidak ingin nonton MetroTV silahkan pindah. Kalau ingin lihat Debat Capres tapi Prabowo yang selalu disorot, lihat saja Debat Capres live di lokasi. Saya fikir, semua di sini pun paham kalau media berita televisi tidak netral di Pilpres 2014. Tinggal pintar-pintar penonton memahami isi berita. Atau malah stop saja nonton televisi berita. Saya menulis banyak soal Jokowi tidak dibayar sama sekali. Saya salut dan dukung Jokowi karena tahu prestasinya di kota tempat saya tinggal dan mencari nafkah. Dan saya pun mengkritik beliau lewat beberapa tulisan saya. Namun tentunya kritik yang membangun. Bukan kritik primodial dan emosional semata. Bentuk kritikan saya adalah bentuk kepedulian saya. Dan saya tegaskan, saya bukan cyber army. Saya tidak menerima sepeser pun dari Jokowi atau timsesnya. Dan pilihan seorang Kompasianer untuk Capresnya nomor 1 atau 2 adalah haknya. Namun bukan haknya untuk bisa disebut cyber army. Mungkin ada sebagian, tapi mohon jangan mengeneralisir. Saya pun sempat komeni, dan saya tunggu untuk membalas komentar saya.
Salam, Solo 23 Juni 2014 09:43
KEMBALI KE ARTIKEL