[caption id="" align="aligncenter" width="443" caption="(Bazzar Buku Murah di Kampus | Dokpri)"][/caption] Sudah dua hari, di hall gedung kampus tempat saya mengajar ada Bazar Buku. Bazar yang saya lihat penuh dengan mahasiswa. Baik ketika saat pergantian jam kuliah, atau waktu istirahat. Bazar Buku yang hampir sering diadakan ini memang menyediakan buku-buku murah. Bukan cuma murah ukuran kantong mahasiswa, tapi ukuran dosen pula. Saya pun sering membeli buku murah di Bazar Buku ini. Selain murah, bukunya pun masih baru. Tema serta topik yang ada pun masih lumayan baru atau kontemporer. Dengan kisaran buku termurah Rp. 5.000 dengan yang termahal hanya Rp. 30.000, tidak heran banyak mahasiswa yang sekadar melihat. Banyak juga yang membeli buku.
Dua Sisi Dilema Obral Buku Saya kadang berandai-andai sendiri saat melihat buku yang digelar di Bazar Buku ini. Bagaimana persaan si penulis yang bukunya diobral Rp. 5000 - 30.000? Yang dahulu seharga Rp. 86.000, kini diobral Rp. 30.000. Kalau di toko buku besar bisa mencapai harga Rp. 45.000 kini diobral Rp. 5000. Terenyuh? Sakit hati? Dan sebagainya? Mungkin saja. Saya sendiri belum menulis satu buku pun. Tetapi melihat bukunya diobral murah tentunya ada perasaan negatif tersendiri. Entah ada perjanjian hitam diatas putih apa dengan penerbit untuk hal ini. Mungkin sudah ada di dalam klausul kontrak atau catatan dalam kontrak. Mengobral buku si penulis mungkin sudah menjadi hak si penerbit. [caption id="" align="aligncenter" width="461" caption="(Obral Buku Rp. 5000 | Dokpri)"][/caption] Murah dan beragamnya buku saya fikir bisa membangkitkan semangat membaca, mahasiswa khususnya. Dengan cenderung mahalnya buku di toko buku besar seperti Gramedia atau Gunung Agung. Membeli buku saat Bazar Buku adalah alternatif tepat. Jika satu buku baru di Gramedia bisa terbeli. Di Bazaar Buku seperti ini, mereka bisa dapat 2 sampai 3 buku. Lagi pula, mahasiswa perantauan menyisihkan uang saku untuk membeli buku mungkin tidak ada dalam 'jatah' bulanannya. Sekali membeli buku baru, maka akan ada lauk atau porsi makan yang dikurangi. Entah buku itu disukai atau tidak, tanggung jawab membacanya pun ada. Walau murah, kalau bisa diresapi untuk apa buku baru yang murah dibeli kalau bukan untuk dibaca. Memenuhi kamar kos untuk pajangan pun saya kira menjadi beban. Jika ada teman yang bertanya apa buku ini sudah dibaca belum. Masa iya harus berbohong sudah membaca. Lebih baik dibaca, walau kadang cuma setengah. Dan minat membaca pun bisa tumbuh. Dari membeli buku baru murah di Bazaar Buku, bisa saja terpacu menekuni bidang atau ilmu tertentu. Buku baru murah yang sudah dibeli, menjadi pemicu mahasiswa untuk senang membaca. [caption id="" align="aligncenter" width="242" caption="(Obral Buku Rp. 10.000 | Dokpri)"][/caption] Sehingga, ada baiknya jika penulis benar-benar rela dan ikhlas diobral karyanya oleh penerbit. Jika ada manfaat buat banyak orang, ada nilai manfaat tersendiri untuk orang lain. Dengan yang sudah dibukukan penulis, maka ada generasi penulis baru. Ada gaya tulisan penulis dalam karya-karya penulis baru nanti. Menjadi motivator dan inspirasi dari karya si penulis yang berpengaruh pada penulis-penulis baru ini. Semua berasal dari diobralnya buku si penulis. [caption id="" align="aligncenter" width="461" caption="(Gelaran Buku Diobral | Dokpri)"][/caption] Apapun itu, tulisan kita atau penulis lain akan menemukan caranya untuk bermanfaat untuk orang lain. Entah dari artikel yang kita tulis atau buku yang diobral.
Salam, Solo, 24 September 204 10:11 pm
KEMBALI KE ARTIKEL