Paradoksnya, walaupun solusi dari persoalan ini adalah mengurangi jumlah mobil, tetapi tanpa mobil juga, aktivitas sehari-hari menjadi terhambat karena kurang terpercayanya kendaraan umum. Menurut apa yang saya dengar, salah satu dari program pemerintah adalam memperbanyak jumlah busway dan meningkatkan kualitas kendaraan umum dengan cara membangun monorail dan MRT. Tetapi, apakah itu saja akan cukup untuk menanggulangi masalah ini? Apakah penggunaan kendaraan umum tersebut akan optimal? Ketika saya melihat TransJakarta yang berlalu lalang, menurut saya bus-bus tersebut sudah cukup bagus. Bahkan, mungkin hampir sama bagusnya dengan bus-bus di Singapura, dengan lampu yang menunjukkan route yang akan dilalui dan di dalamnya juga terdapat AC. Namun, mengapa masih sangat banyak orang yang memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi, padahal macet dan harus menanggung biaya bensin?
Salah satu jawaban yang dapat saya pikirkan adalah keamanan penggunaan kendaraan umum. Tidak sedikit kasus kriminalitas, seperti copet, penculikan, dan pemerkosaan, yang terjadinya adalah di atas kendaraan umum. Lebih parahnya lagi, hukum di Indonesia tidak tegas, sehingga dengan sogokan, pelaku kejahatan tersebut dapat kabur dari hukuman yang seharusnya dijalani. Entah budaya sogok-menyogok yang sulit diberantas ini disebabkan oleh upah para penegak hukum yang kurang atau hanya ketamakan mereka saja.
Menurut saya, sangat penting bagi pemerintah untuk memikirkan solusi dari masalah tindak kriminal di kendaraan umum yang merajarela ini. Jangan sampai segala investasi pemerintah dalam usaha pembangunan MRT, monorail dan perbanyakan busway menjadi sia-sia karena reputasi keamanan kendaraan umum yang tidak diperbaiki.