Sistem limbik sebagai lapisan otak tengah menjadi tumpuan kesehatan emosional kita. Kesehatan dan kekayaan emosional sangat berpengaruh besar atas tingkat kesadaran diri yang tinggi.  Dr. David Hawkins dalam buku Power vs. Force berhasil menyusun ragam tingkat kesadaran manusia pada skala 20 hingga 1.000 lux (ukuran kekuatan cahaya). Yang terendah adalah masih adanya kesadaran akan rasa malu-rasa bersalah-apatis (putus asa/lepas tanggungjawab). Sedangkan yang tertinggi timbul dari kesadaran murni tercapainya pencerahan, hidup dalam damai, bahagia, gembira dipenuhi cinta kasih. Dalam konteks keindonesiaan kita kini sebagai bangsa merdeka, tampaknya belum muncul tokoh elite yang mampu menumbuhkan tingkat kesadaran yang lebih tinggi dan cendrung masih berada pada tingkat terendah. Bagaimana para elite eksekutif, legislatif dan yudikatif  dalam kesehariannya mempertontonkan kultur rendahnya rasa malu, rasa bersalah dan suka lepas tanggungjawab. Walaupun pasca reformasi bergaung riuh upaya menegakkan integritas pejabat publik melalui reformasi birokrasi dan implementasi good governance, tampak hanya retorika menjaga citra dan wibawa diri palsu, bukan diri sejati yang sadar punya visi berorientasi pada memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa. Padahal inti good governance, adalah pemilikan integritas dari dalam diri sejati. Memiliki integritas berarti berupaya sungguh-sungguh menemukan dan menerapkan pencarian visi kebenaran sejati. Menjalankan kebenaran berarti memancarkan kejujuran diri sejati untuk dapat dipercaya umat sebagai tokoh panutan. Adakah kejujuran diri sejati elite pemimpin negeri? Apabila seketika berkumpullah pemuka agama sebagai guardian of morality bangsa dengan tegas dan berani menyatakan ada kebohongan publik dari elite penguasa? Marilah kita terus menerus berjuang mewujudkan visi berperilaku hidup jujur dalam menegakkan kebenaran mencapai integritas bangsa! Diperlukan sikap dan tindak tegas anak bangsa, daripada sekedar berdo'a dengan selemah-lemah iman. Amin.