Jilbab di Komunitas Non-Muslim
Istri saya adalah satu-satunya wanita berjilbab di kampus saya, di Jepang. Keberadaannya sebagai Muslimah mengundang banyak perhatian, dengan gaun yang panjang dan menutup aurat serta jilbab besarnya, dia terkadang menjadi tolok ukur terhadap cara pandang masyarakat setempat mengenai Muslimah.
Tinggal di apartemen kampus, tetangga kami kebanyakan dari Cina, Korea, Jepang, kemudian beberapa mahasiswa dari negara asia tenggara lainnya. Dalam lingkungan yang kecil itu kami sering meluangkan waktu berkumpul dan bercerita tentang budaya masing-masing. Dari situ saya mengetahui bahwa sebagian besar dari mahasiswa tersebut mengaku tidak percaya kepada Tuhan, atau seandainya beragama sekalipun mereka tidak melakukan ibadah ritual tertentu, alias sekuler.
Tatkala berkumpul bersama istri saya, banyak pertanyaan yang dilontarkan, kenapa kepalanya ditutupi (jilbab)? Apakah tidak gerah? Kalau di dalam rumah apakah juga harus ditutup? Bagaimana dengan anak kecil? Mulai umur berapa harus berjilbab? Begitu seterusnya seolah mereka hendak belajar mengenai Islam. Pada suatu ketika mereka bertanya, “boleh mencoba?” lalu berbondong-bondong mereka mencobanya dan berpose dengan jilbab. Luar biasa menggembirakan responnya!