Saya jatuh cinta dengan view finder kamera, dari kotak kecil itu saya belajar arti kesabaran. Sudah banyak momen tak terduga, cantik dan menakjubkan yang berhasil diabadikan dengan kamera saya. Belajar kesabaran, ya sebab tidak semua momen dapat difoto dengan ketajaman serta kecepatan yang bisa ditebak. Salah satunya ketika memotret pagelaran panggung seperti seni tari, teater, ataupun musik.
Kurangnya penerangan selalu menjadi masalah utama. Terlebih peralatan ‘perang’ yang saya punya terbatas. Beruntung, di kota yang saya tempati ini terdapat penyewaan berbagai peralatan ‘perang’ dalam dunia fotografi. Berbekal ‘alat perang’ sewaan, saya berani memotret segala pertunjukan panggung saat malam hari. Ada dua pengalaman yang membuat saya ingat betapa susahnya memotret saat malam hari di sebuah pertunjukkan panggung.
Pertama pada Pagelaran Ramayana, pagelaran ini memang sudah lama berlangsung, tepatnya pada tanggal 14-16 oktober 2012. Tapi, saya tetap mengingat bagaimana keringat ini menetes ketika berusaha mengabadikan gerak pewayang, dan gemulai lekuk tubuh penari-penarinya dengan cahaya panggung yang membuat saya gemas.
Seingat saya ada enam daerah yang ikut meramaikan pagelaran Ramayana tersebut. Masing-masing daerah menampilkan ciri khas pewayangannya. Keenam daerah tersebut yaitu perwakilan dari Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pageralan Ramayana inipun akhirnya menjadi rekor di Guiness Book Of World Record. Sebuah kebanggan tentunya bagi Indonesia. Meski tulisan ini tampak terlambat untuk dinikmati pembaca tapi saya tetap ingin berbagi ‘keanggunan’ dari lekuk tubuh para pewayang dan penari.
Pengalaman kedua memotret gesture adalah saat pementasan musik yaitu konser band Efek Rumah Kaca dan Sheila on 7. Kedua band ini terbilang cukup dikenal di masyarakat Indonesia, terlebih Sheila on 7. Saya adalah salah satu penggemar berat band ini. Saya hafal betul bagaimana cara Duta (vokalis Sheila on 7) ketika berekspresi saat bernyanyi. Kalau kata orang Jawa namanya ‘pecicilan’, ciri khasnya Duta salah satunya memegang mikrofon dengan mengepitkan lengan. Selain itu, pasti Duta akan sedikit membungkukkan badan. Kali ini saya memotret menggunakan lensa yang terbilang lumayan susah dikendalikan saat malam hari. Terlebih saat memotret panggung, karena tidak otomatis, meskipun bisa mendapatkan pencahayaan yang pas.
Hal yang paling susah selain itu adalah banyaknya pengunjung konser yang membuat ruang gerak saya terbatas. Saya hanya mencari tempat strategis yang bisa saya jangkau untuk memotret. Meskipun pada akhirnya tetap saja butuh perjuangan. Sebab banyak kepala pengunjung yang sering menghalangi ‘view finder’ untuk bebas melihat. Maklum saja area konser ini memang luas dan kita menikmati konser dengan berdiri sebab konser ini digelar di stadion. Di bawah ini adalah foto-foto yang berhasil saya abadikan; dan lihat gesture mereka ketika tampil menghibur para fans-nya.
Weekly Photo Challenge 29: Memotret Gesture
****
Yogyakarta, Desember.
Gilang Rahmawati
(GeeR)