Mohon tunggu...
KOMENTAR
Dongeng

Borne, Si Anak Borneo

10 September 2012   05:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:41 285 10

Kalimantan. Menjadi pulau idaman, hamparan pohon berdaun hijau pekat dan berbatang kokoh, berdiri tegak disetiap inci tanah. Pantaslah saja udara disini sejuk, sebab oksigen menari-nari bebas. Suasana yang teramat didambakan oleh manusia yang diselimuti kesibukan berbagi nafas ditengah kota. Tidak bagi mereka, para penghuni lebatnya hutan belantara. Oksigen yang menari bebas itu tak dijadikan alasan untuk mereka berseteru memperebutkannya. Bukan hanya ada oksigen bebas, mereka pun bisa menikmati lauk-pauk yang tersedia tanpa perlu berebut. Mereka tahu, hutan telah memberi banyak anugrah untuk mereka bertahan hidup.

Meski hutan ini lebat, sinar kecil mentari pagi pun tetap menjadi kesyahduan bagi penghuni hutan. Tampak pagi ini, telah berjejer rapi bebek-bebek liar dipinggir sungai, yang airnya berwarna coklat. Kalimantan. Pulau yang memiliki banyak sungai berwarna coklat, tak banyak yang tahu ini adalah sungai jernih. Air coklat ini memang tampak ‘menjijikkan’, tapi cobalah tengok hingga ke dasar. Segar itu akan bisa dinikmati, melesat masuk ke dalam tenggorokan.

Bebek telah beriring pergi meninggalkan sungai selepas dahaga itu hilang. Kini berganti para badak yang ingin menyegarkan tubuh. Tampak biasa saja, semua telah memulai aktifitas pagi di hutan belantara ini. Burung-burung telah memulai bernyanyi merdu, bertengger didahan pohon yang lentur. Ayam-ayam liar telah mengorek isi tanah, mencari rejeki untuk perut pagi ini.

“Nguk..nguk”

Suara besar dan menggema itu terdengar dari balik batang besar pohon ulin. Lihat, itu si penguasa hutan Kalimantan. Siapa tak kenal dengan orang utan, badannya dan suaranya sama-sama besar, bulu lebat selebat hutan belantara di pulau ini. Kalau manusia kota bilang ia orang utan, tapi para penghuni hutan memanggilnya “Thatan’. Pagi yang berbeda dirasakan olehnya, seharusnya ia tidak berteriak di pagi yang masih sunyi ini.

“Nguukk..nguuk”

Ini kali kedua ia berteriak. Seperti sedang menahan sakit, tampak tangannya memegang perut. Menurut perkiraan, ia akan melahirkan hari ini. Dari ujung sungai, berlari seekor orang utan jantan. Nafasnya terengah-engah, tanah bergetar hebat sebab kaki besar itu menghentak kuat. Semua mata penghuni hutan tertuju pada tubuh besar berlarian itu. Semacam penasaran, lalu sebagian penghuni bertanya.

‘”Ada apa Thatan, seperti sedang terburu-buru?” tanya seekor burung Tingang yang terbang disamping orang utan.

“Iya ada apa denganmu Thatan?” Siput ikut bertanya sambil mencoba meneggakkan tubuhnya yang terbalik akibat hentakan kaki orang utan.

“Jangan banyak bertanya, lebih baik kalian bantu aku, ikuti aku ketempat betinaku”

Langkahnya kini terhenti tepat disebuah semak dibawah pohon Ulin besar. Wajah Dori terlihat sumringah mendapati pasangannya datang, tapi saat sakit itu mendera kembali, wajahnya berubah menjadi pucat.

“Kenapa semua mengerubungiku, aku hanya ingin ada suamiku. Pergi kalian!,” bentak Dori saat melihat hewan lain tengah menyaksikan ia kesakitan.

Satu persatu hewan penghuni hutan pergi meninggalkan Dori dan Thatan. Sebenarnya hanya pergi dari pandangan Dori saja, sebab mereka masih diam menunggu dibalik pepohonan yang tak jauh dari tempat Dori. Ada rasa penasaran dan kecemasan saat mendapati teman sesama penghuni hutan tengah dilanda kesakitan. Tepatnya sakit saat akan melahirkan. Ya, pagi ini hutan belantara hening dalam tanya.

***

Hari ini. Dori dan Thahan berada di atas sebuh pohon ulin yang besar. Mereka terlihat senang melihat anaknya yang begiti lincah. Keseharian Dori dan Thatan selalu di hiasi dengan ulah anaknya itu. Mereka tersenyum dan kadang cemas lalu segera menghampiri Borne yang hampir terjatuh. Rupanya Borne melompat pada ranting yang sudah rapuh. Sehingga dia hampir terjatuh.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun