Anak-anak dipengaruhi oleh tiga faktor utama dalam pendidikan: keluarga (pendidikan informal), pengajar dan sekolah (pendidikan formal), serta masyarakat (pendidikan nonformal). Di antara ketiga faktor tersebut, lingkungan memberikan pengaruh yang paling signifikan. Sosialisasi, yang merupakan bagian penting dari pendidikan, dapat diartikan sebagai interaksi sosial yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Â
Sosiologi pendidikan Islam mencakup berbagai kajian, seperti proses sosialisasi dalam pendidikan berbasis karakter, peran guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam membentuk karakter siswa, hubungan antara pendidikan dengan konflik sosial dan kelompok, peran pendidikan sebagai alat mobilitas sosial, serta pandangan manusia sebagai makhluk sosial dalam pendidikan Islam. Â
Dalam pendekatannya, sosiologi pendidikan Islam menggunakan dua metode utama: pendekatan normatif dan pendekatan empiris. Pendekatan normatif menekankan pada analisis ajaran ideal dalam Islam yang seharusnya menjadi panduan hidup, sementara pendekatan empiris lebih berfokus pada peristiwa nyata yang terjadi di masyarakat. Kedua pendekatan ini menggunakan teknik analisis deskriptif untuk mengkaji hubungan antara nilai-nilai Islam dan dinamika sosial. Untuk lebih jelas simak materi dibawah ini
A. Pengertian sosiologi pendidikan islam
Untuk memahami konsep sosiologi pendidikan dan sosiologi pendidikan Islam, langkah awal adalah merujuk pada definisi yang dikemukakan para ahli. Dalam bukunya Pengantar Sosiologi Pendidikan, Damsar mengacu pada pandangan David B. Brinkerhoft dan Lynn K. White (1989), yang menyatakan bahwa "sosiologi adalah studi sistematis tentang interaksi sosial manusia." Definisi ini menyoroti hubungan dan pola interaksi sosial, termasuk proses pembentukan, pemeliharaan, dan perubahan pola-pola tersebut. Damsar juga menjelaskan bahwa interaksi sosial merupakan tindakan timbal balik antara dua atau lebih individu yang melibatkan kontak dan komunikasi. Dengan demikian, kontak dan komunikasi menjadi syarat utama dalam terjadinya interaksi sosial.
Sebelum membahas sosiologi pendidikan Islam, penting untuk memahami konsep pendidikan Islam terlebih dahulu. Hal ini diperlukan karena istilah "Islam" yang melekat pada pendidikan dan sosiologi pendidikan harus dibuktikan memiliki dasar filosofis yang kokoh dan jelas, bukan sekadar label. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa kehadiran pendidikan Islam sebagai subjek kajian di perguruan tinggi agama Islam dianggap sebagai hasil dari konstruksi yang dipaksakan atau upaya para ilmuwan Muslim untuk memformalkan disiplin ini. Dalam pandangan tersebut, pendidikan Islam dianggap sebagai adopsi dari disiplin ilmu yang sudah lebih tua dan mapan, dengan istilah "Islam" ditambahkan untuk membedakan atau memberi identitas khusus.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan landasan filosofis yang kokoh dan dapat dibedakan dari disiplin ilmu lainnya, serta tidak hanya sekadar mengklaim bahwa pendidikan tersebut sudah ada dalam Islam. Menurut Muhaimin, pendidikan Islam telah ada sejak keberadaan manusia pertama, yaitu Nabi Adam dan Hawa. Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa perintah "Iqro'" yang berarti "bacalah," menandakan pentingnya membaca, merenungkan, menelaah, meneliti, dan mengkaji. Tujuan utama pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan manusia. Dari sinilah muncul gagasan mengenai pendidikan Islam dan konsep tentang pelaksanaannya.
Berdasarkan pengertian tentang sosiologi, pendidikan, dan pendidikan Islam yang telah dijelaskan, sosiologi pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi yang membahas hubungan antara interaksi sosial dengan pendidikan Islam. Dengan kata lain, sosiologi pendidikan Islam merupakan pendekatan sosiologis untuk memahami fenomena pendidikan Islam, yaitu sistem pendidikan yang dirancang, didorong, dan dilandasi oleh ajaran agama Islam.
B. Ruang lingkup sosiologi pendidikan islam
Di Indonesia, sosiologi pendidikan dipandang sebagai terjemahan dari istilah "sociology of education." Ternyata, sosiologi pendidikan merupakan bidang yang relevan untuk menggunakan istilah tersebut. ST. Vembriarto mengemukakan bahwa terdapat tiga pandangan berbeda dari para ahli yang berkontribusi dalam merumuskan kajian sosiologi pendidikan. Pertama, kelompok yang lebih menekankan pada aspek pendidikan daripada sisi sosialnya; kedua, kelompok yang lebih menekankan pada sosiologi dibandingkan pendidikan; dan ketiga, kelompok yang lebih fokus pada teori semata. Dengan demikian, fokus penelitian dan pengembangan sosiologi pendidikan meliputi hal-hal berikut:
1.Pendidikan dilihat dari perspektif sosial secara umum.
2.Isu-isu yang berkaitan dengan proses sosialisasi anak.
3.Kehidupan atau budaya yang ada di sekolah.
4.Pendidikan dipandang dari sudut hubungan antarpribadi.
C. Tujuan sosiologi pendidikan islam
Muhammad Fadhil al-Jamali mengemukakan empat tujuan pendidikan Islam menurut ulama, yaitu: (1) mengajarkan manusia tentang perannya di antara sesama manusia dan tanggung jawabnya dalam kehidupan ini; (2) mengajarkan manusia tentang interaksi sosial serta tanggung jawabnya dalam kehidupan bermasyarakat; (3) mengajarkan manusia tentang alam dan memberikan kesempatan untuk memahami hikmah yang terkandung di dalamnya; dan (4) mengajarkan manusia tentang pendidikan agama. Dengan demikian, tujuan pendidikan ini tampaknya berfokus pada aspek masyarakat.
Menurut Athiyah al-Abrasyi, ada lima tujuan umum dalam pendidikan Islam, yaitu:.
1.Membangun struktur moral yang mulia. Semua umat Muslim, dari dahulu hingga kini, sepakat bahwa pendidikan akhlak merupakan inti dari pendidikan Islam, dan tujuan utama pendidikan adalah mencapai akhlak yang sempurna.
2.Menyiapkan individu untuk kehidupan di dunia dan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menekankan aspek keagamaan atau keduniaan saja, tetapi keduanya sekaligus.
3.Menyiapkan seseorang untuk mencari rezeki dan mempertahankan keuntungan, yang kini lebih dikenal sebagai tujuan karir dan profesional.
4.Menumbuhkan minat ilmiah di kalangan siswa, membangkitkan rasa ingin tahu mereka, dan memberi mereka kesempatan untuk mengeksplorasi informasi secara mandiri.
5.Menyediakan pendidikan profesional, keterampilan teknis, dan kerajinan tangan bagi pelajar, sehingga mereka dapat menguasai profesi dan keterampilan tertentu untuk mencari rezeki dan menjaga kerohanian serta keagamaan mereka.
D. Pendekatan sosiologi pendidikan islam
Kami akan mempelajari sosiologi pendidikan Islam melalui beberapa pendekatan, salah satunya adalah:
1.Pendekatan Individu
Pendekatan ini fokus pada faktor-faktor individu, seperti karakter, intelejensi, psikologi, dan kemampuan psikomotorik. Untuk memahami dinamika kehidupan masyarakat (kelompok), kita perlu mempelajari kehidupan individu yang membentuk masyarakat tersebut. Jika kita dapat memahami kehidupan individu ini, kita akan lebih mudah memahami perilaku mereka secara pribadi. Kehidupan individu mencakup pikiran, perasaan, kemampuan, perilaku, sikap, dan karakter individu yang jelas, serta bagaimana mereka berkontribusi dalam membantu orang lain. Dari sini, kita dapat memahami bagaimana perilaku masyarakat secara keseluruhan dan bahkan perilaku negara (seperti kepribadian negara) dapat tercermin.
Terdapat dua kategori faktor yang mempengaruhi atau menentukan individu sebagai titik tolak, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi sifat biologis dan psikologis seseorang, sementara faktor eksternal mencakup lingkungan fisik dan sosial individu. Dengan demikian, pendekatan individu lebih menekankan pada sifat biologis dan psikologis yang membentuk perilaku seseorang, sementara faktor lingkungan fisik dan sosial dianggap sebagai faktor sekunder, sedangkan faktor internal merupakan faktor utama.
2.Pendekatan Sosial
Pendekatan ini memandang lingkungan tempat tinggal individu sebagai faktor penting dalam perkembangan mereka. Fokus dari pendekatan sosial adalah masyarakat sebagai kelompok yang terdiri dari berbagai lembaga dan aktivitas. Pendekatan ini secara khusus membahas berbagai elemen budaya manusia, seperti keluarga, tradisi, adat istiadat, moralitas, norma sosial, dan sebagainya. Dengan memahami perilaku masyarakat, kita dapat lebih memahami perilaku individu. Sebagai contoh, ketika seorang bayi dilahirkan dengan bantuan bidan atau dukun bayi, upacara yang dilakukan setelah anak mulai berbicara mengajarkan tata krama keluarga dan masyarakat, seperti aturan makan, minum, berpakaian, dan lainnya. Setiap orang sepakat bahwa generasi muda harus berperilaku sesuai dengan kebiasaan atau budaya masyarakat. Oleh karena itu, poligami diterima jika masyarakat mengizinkan praktik tersebut.
Dalam konteks yang lebih luas, karena Indonesia mengembangkan falsafah hidup Pancasila, setiap warga negara diwajibkan untuk menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Setiap warga negara harus memahami dan menjalankan prinsip-prinsip demokrasi Pancasila jika pemerintah mengadopsinya. Negara akan mengambil tindakan hukum terhadap individu yang menolak untuk menerapkan Pancasila, karena mereka dianggap menyimpang dari norma perilaku yang seharusnya diterapkan dalam masyarakat.
Metode sosial tentu memiliki kekurangan, karena meskipun masyarakat bersifat homogen, individualitas tetap ada, yang berarti karakteristik perilaku masing-masing individu tetap berpengaruh. Hal ini terjadi karena setiap orang memiliki karakter dan kepribadian yang unik. Dalam masyarakat yang menjunjung tinggi adat istiadat, perilaku yang dianggap kasar bisa dipandang sebagai paksaan terhadap individu-individunya, karena mereka merasa tidak bebas dan ingin melepaskan diri dari belenggu adat istiadat tersebut.
Pendekatan sosial ini menekankan peran masyarakat dan pengaruh geografis, di mana perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor fisik dan budaya. Dengan demikian, fokusnya adalah pada interaksi antara individu-individu yang saling berhubungan, dan interaksi sosial ini mencerminkan aspek sosial manusia, karena manusia selalu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
3.Pendekatan Interaksi
Memfokuskan pada pola hubungan antara individu dan lingkungannya. Dalam pendekatan ini, faktor individu dan sosial saling memengaruhi dalam suatu hubungan timbal balik, di mana keduanya membentuk dan mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai kesempurnaan. Pendekatan ini mengakui adanya individualitas dalam watak dan kepribadian setiap individu, sementara pendekatan sosial, khususnya dalam kajian sosiologi, menjelaskan bagaimana arah dan perkembangan watak serta kepribadian individu dipengaruhi oleh interaksi dengan orang lain dan masyarakat. Sosiologi mengemukakan bahwa individu lahir dan dibesarkan dalam masyarakat, serta sepanjang hidupnya, individu mengidentifikasi dirinya dengan pola perilaku dan budaya masyarakat di sekitarnya.
E. Manfaat sosiologi pendidikan islam
Sosiologi pendidikan agama Islam membantu guru memahami interaksi antara individu dan struktur masyarakat di sekolah, serta berbagai faktor yang mendukung keberhasilan proses pendidikan, seperti kurikulum, fasilitas, metode pembelajaran, dan pencapaian tujuan pendidikan. Selain itu, disiplin ini juga membantu guru menganalisis hubungan antarmanusia, baik di lingkungan kelas maupun dalam konteks global.
F. Pentingnya sosiologi pendidikan islam
Masyarakat dan kegiatan pendidikan saling berkaitan erat. Oleh karena itu, dunia pendidikan perlu terus mengevaluasi dan menganalisis perubahan yang terjadi, baik dari sisi positif maupun negatif, agar tetap berada pada jalur yang tepat dalam menghadapi dinamika masyarakat yang terus berkembang. Selanjutnya, pendidikan harus berupaya untuk mengembangkan aspek-aspek positif dan mengurangi dampak negatif dari perubahan tersebut.
Sebagai penerus guru, dosen, dan siapa pun yang terlibat dalam bidang pendidikan maka penting mempelajari sosiologi pendidikan karena berbagai alasan.
Yang paling utama, pendidikan harus mampu mempersiapkan generasi yang siap menghadapi transisi menuju masyarakat berbasis pengetahuan. Jika pendidikan gagal membekali peserta didik dengan keterampilan dan persyaratan yang sesuai untuk menghadapi perubahan dan masa depan, maka pendidikan tidak dapat memenuhi tujuannya. Oleh karena itu, institusi pendidikan dan pendidik harus mampu membekali siswa dengan keterampilan kreatif serta memberikan pengetahuan dan pengalaman hidup secara profesional dalam masyarakat ekonomi dan berbasis pengetahuan.
Kedua, para praktisi pendidikan perlu mempertimbangkan cara untuk menetapkan orientasi yang sesuai dengan dinamika dunia yang terus berubah. Meski demikian, pendidikan tidak boleh kehilangan arah atau diabaikan perannya. Sebaliknya, pendidikan harus tetap menjadi sarana penting dalam membangun nilai-nilai kemanusiaan, yakni masyarakat yang berlandaskan pada keadilan dan kesejahteraan bersama. Dalam konteks masyarakat ekonomi, terutama dengan kemajuan dalam cara produksi, ada potensi untuk mengubah berbagai kelompok, termasuk institusi pendidikan, menjadi sekadar alat ekonomi yang melayani kepentingan kapitalis. Oleh karena itu, pendidikan harus mampu menjalankan perannya sebagai institusi yang membawa penyembuhan di tengah masyarakat yang mengalami krisis, ketidakpastian, dan perpecahan.
Ketiga, karena pendidikan bukan sekadar sarana atau metode pembelajaran, diperlukan pendekatan analisis sosiologis untuk memahaminya. Institusi pendidikan dan para pendidik tidak dapat lagi bersikap pasif. Fokus semata-mata pada pencapaian target kurikulum, peningkatan skor ujian, atau keberhasilan ujian akhir nasional hanya akan membatasi peran pendidikan. Sebaliknya, pendidikan harus terhubung erat dengan perubahan dan dinamika yang terjadi di lingkungan masyarakat. Pendidikan perlu memberikan wawasan kepada siswa agar mampu memahami dunia yang terus berubah dengan cepat, dunia yang tidak lagi dibatasi oleh sekat-sekat lokal, regional, ataupun nasional. Dalam era modern, batas antarnegara semakin kabur, sehingga pendidikan harus mempersiapkan siswa untuk siap menghadapi perubahan dan memiliki kemampuan belajar secara berkelanjutan di tengah perubahan global tersebut.
Keempat, dalam perannya sebagai "agen perubahan sosial," pendidikan harus memiliki tujuan transformasional, yaitu mendorong masyarakat untuk berkembang di tengah dinamika perubahan. Institusi pendidikan perlu menyediakan beragam pengalaman kepada siswa dan komunitasnya, mencakup pengetahuan, teknologi, serta keterampilan yang relevan untuk masa depan. Namun, agar integritas dan kelangsungan bangsa tetap terjaga, pendidikan juga harus menanamkan nilai-nilai budaya kepada generasi muda, seperti pentingnya struktur keluarga, ajaran agama, norma sosial, dan pandangan hidup.
Sosiologi pendidikan agama Islam adalah kajian tentang hubungan antara pendidikan, agama, dan masyarakat dalam kerangka ajaran Islam. Disiplin ini bertujuan mengatur proses pendidikan untuk membentuk individu dan masyarakat yang sesuai dengan prinsip Islam, mengelola hubungan sosial, dan menanamkan nilai-nilai seperti toleransi dan gotong royong. Â
Pendidikan agama Islam tidak hanya berfokus pada aspek spiritual tetapi juga berperan dalam pengembangan masyarakat. Ilmu ini membantu memahami dinamika sosial, meningkatkan kualitas pendidikan, dan mengatasi tantangan yang dihadapi dalam pembelajaran.
Sosiologi pendidikan agama Islam juga mendukung guru dalam memahami latar belakang sosial siswa sehingga mereka dapat menyesuaikan strategi pengajaran. Kajian ini mencakup lembaga pendidikan Islam, sosialisasi, hubungan antara pendidikan dan masyarakat, serta pengaruhnya terhadap perkembangan sosial budaya. Tujuan akhirnya adalah menciptakan individu yang berpengetahuan, bermoral, dan mampu menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial.