Itulah kalimat yang terlintas di benak aya ketika setiap minggu menyusuri jalan Malioboro Jogjakarta. Seperti tidak jengahnya seorang pujangga menorehkan kata untuk karyanya. Keunikan dari kota Jogja yang terwakili oleh sepintas 'jalan' yang menawarkan berbagai hasil karya, cipta, karsa masyarakat. Kemerdekaan berekspresi dalam koridor norma yang berlaku adalah modal utama yang membuat Jogja menjadi kota yang BERHATI NYAMAN. Bung Karno pernah menyampaikan, "Jogja menjadi termahsyur karena Jiwa Kemerdekaannya!". Ungkapan tersebut merefleksikan sebuah hasil dari konsistensi masyarakat Jogja yang memilki toleransi (dan mereka paham batas tentang kebebasan,tentunya!) mengenai KARSA yang berbeda-beda pada tiap orang. Dalam hal refleksi ekonomi, Malioboro menyuguhkan sinergisitas antara Pedagang kaki lima dan pemilik modal besar. Toko modern berjajar sepanjang Malioboro, kaki lima seakan 'menyelimuti' mukanya. Tak ada saling tendang antara dua pelaku ekonomi yang memilki kepentingan masing-masing. Toleransi untuk berkompetisi dalam merayu konsumen, tak ada pihak yang berusaha memonopoli hak berjualan. Inilah wujud dari keseimbangan antara kapitais dan kaum pemilik modal kecil. Berjalan di Malioboro tak membuat saya pernah letih untuk terus menapakkan kai,. Berjalan di jalan ini, membuat saya lebih memahami arti hidup sebagai makhluk sosial. Berjalan di sini, di Malioboro..CINTA pada Kesederhanaan, CINTA pada Keseimbangan, CINTA pada Keindahan snantiasa tumbuh... Dan siapapun Anda yang menginjakkan kai di jalan ini...Jangan ragu tuk katakan "CINTAKU TERTINGGAL DI MALIOBORO" Dan semoga kita dapat hidup berdampingan dalam perbedaan ...... [caption id="attachment_265756" align="alignleft" width="234" caption="Perbedaan yang menambah "KEMESRAAN"..."][/caption]
KEMBALI KE ARTIKEL