Suporter Indonesia di Bukit Jalil ( Koleksi Pribadi )
Hari ini, Senin 10 Desember 2012, masa depan sepakbola Indonesia sedang dipertaruhkan. Apakah kita akan lolos dari hukuman yang siap dijatuhkan oleh FIFA atau sebaliknya.
Saya coba bahas beberapa point yang terkait dengan ‘keriuhan’ beberapa hari terakhir ini.
Apa Sebenarnya Esensi MOU ?
MOU yg ditanda tangani oleh PSSI-KPSI-ISL pada tanggal 7 Juni 2012 itu pada dasarnya memuat 5 kesepakatan para pihak :
1.Pengembalian 4 mantan exco yg sudah di pecat PSSI
2.ISL harus segera berada dibawah juridiksi PSSI
3.Terkait dgn status KPSI yg bukan National Football Goverment Body utk Indonesia
4.Terkait dengan Unifikasi Kompetisi IPL-ISL
5.Pelaksanaan Kongres PSSI utk mengesahkan hasil kerja JC dan melakukan perubahan terhadap Statuta PSSI
Tapi ada yang dilupakan oleh publik karena memang tidak pernah dibahas secara luas bahkan terkesan di tutup-tutupi, apakah itu ? Soal pengakuan para pihak terhadap posisi masing-masing di dalam perjanjian tersebut dan semangat rekonsiliasi yg akan dibangun ( hal 1 MOU ). Hal ini sebenarnya point yg paling penting karena menjadi ruh dari 5 item kesepakatan seperti yg dijelaskan diatas.
Semua pihak ( PSSI – KPSI – ISL ) mengakui :
1.PSSI ( dalam hal ini PSSI dibawah kepeminpinan Djohar Arifin ) adalah satu-satunya asosiasi sepakbola Indonesia yang memiliki otoritas terhadap regulasi, managemen dan pengelolaan seluruh aktivitas sepakbola dan kompetisi di Indonesia
2.ISL adalah liga sepakbola profesional yang berada di luar juridiksi PSSI
3.KPSI adalah perwakilan dari beberapa anggota PSSI
4.Akan mengedepankan sikap netral terhadap politik, semangat persahabatan diantara anggota, menjaga prinsip loyalitas, integritas dan sportmanship
Nah, hal-hal itulah yg harus di jaga dan dilakukan sebagai sebuah ksepakatan oleh para pihak.
Apa dan Siapa Yang Melanggar ?
1.KPSI, sudah jelas sejak menit pertama MOU di tanda tangani, KPSI segera membangun opini propaganda yang justru mengaburkan esensi MOU itu sendiri dan semuanya tidak terbukti seperti :
·KPSI menyatakan bahwa dgn MOU ini PSSI dibekukan dan tugas wewenangnya diambil alih oleh JC, faktanya sampai hari ini posisi hukum, tugas, wewenang dan status PSSI tetaplah tidak berupa dan diakui oleh FIFA-AFC tidak seperti yg digembar-gemborkan KPSI
·KPSI yg sdh dinyatakan bukan sebagai Footbal Goverment Body tetap memposisikan dirinya sebagai tandingan PSSI dengan tetap menjalankan aktivitas mengatasnamakan PSSI, dengan menggunakan logo dan cap palsu PSSI ( pelanggaran terhadap kesepakatan pengakuan status hukum para pihak, hal 1 MOU ), bahkan dengan sombongnya membentuk “teamnas” sendiri dan melarang pemain ISL memenuhi panggilan Team Nasional Indonesia ( pelanggaran terhadap surat TF AFC terkait pelepasan pemain ke Team Nasional Indonesia )
·ISL, yg didalam MOU sdh diminta untuk segera berada di bawah juridiksi PSSI terutama yg menyangkut soal aturan disiplin, administrasi dan transfer pemain, official pertandingan, walaupun untuk operator masih dimungkinkan berjalan terpisah hingga ada proses unifikasi. Pada kenyataannya hal ini tidak pernah dilakukan oleh ISL sehingga posisi ISL masih tetap berada di luar juridiksi federasi dan kompetisinya bukanlah termasuk kompetisi berjalan yg diakui sesuai statuta. Bukti bahwa kompetisi ISL tidak memiliki hak terhadap proses federasi adalah tidak kemana-mana nya juara ISL. Berbeda dengan IPL yg juaranya SP bersama dengan Persibo ( Juara Piala Asia ) diakui AFC dan ikut kompetisi AFC Cup 2013.
·ISL, seperti yg sdh disampaikan sebelumnya, ISL mengakui PSSI sebagai satu-satunya assosiasi yg berhak mengatur seluruh aktivitas sepakbola Indonesia ( hal 1 MOU ), tapi pada kenyataannya mereka memiliki KPSI sebagai induknya, menyelenggaran kegiatan dengan rekomendasi KPSI dan bukan PSSI sehingga selain melanggara MOU juga melanggar ketentuan UU No 3/2005 soal Sistem Keolahragaan Nasional
Apa yang dilanggar PSSI ?
Saat ini beberapa pihak menuduh PSSI melanggar MOU yang berkaitan dengan pelaksanaan Kongres. Di dalam MOU sendiri soal kongres hanya menyatakan :
1.Dilaksanakan oleh PSSI sebelum berakhirnya tahun 2012
2.Agenda Kongres mengadopsi perubahan Statuta PSSI
3.Komposisi peserta mengacu kepada kongres 9 Juli 2011
4.Verifikasi peserta dilakukan oleh JC utk menghindari peserta yg tidak berhak sebagai peserta kongres
5.Agenda Kongres disahkan oleh TF AFC
Kita coba analisa yah J
·PSSI berencana mengelar Kongres tanggal 10 Desember 2012 yg surat pemberitahuan mengenai kongres ini sdh disampaikan kepada FIFA-AFC dan member PSSI 2 bulan sebelum pelaksanaan kongres, artinya untuk point 1 tidak ada yg dilanggar
·Salah satu agenda kongres PSSI tgl 10 Desember 2012 adalah pengesahan perubahan Statuta PSSI dan pengesahan hasil kerja JC termasuk pengembaian posisi 4 mantan Exco PSSI keposisinya semula
·Komposisi Peserta, inilah yg kemudian menjadi diskursus yang multi tafsir. PSSI menafsirkan komposisi yg dimaksud adalah mengikat kepada komposisi peserta sesuai dengan Statuta PSSI pasal 23 : 18 peserta dari kompetisi berjalan kasta tertinggi, 16 peserta kompetisi berjalan divisi utama, 14 peserta kompetisi berjalan Divisi 1, 12 peserta kompetisi berjalan Divisi Dua, 10 peserta kompetisi berjalan divisi 3, 33 perwakilan pengprof PSSI dan 1 orang masing-masing perwakilan asosiasi pemain, wasit, pelatih, futsal dan sepakbola wanita. PSSI menafsirkan bahwa peserta kongres tidak melekat kepada orang, tapi kepada badan/organisasi/klub dan badan/organisasi/klub sebagai member PSSI terikat dengan ketentuan Statuta PSSI terutama pasal 15 soal kewajiban anggota dan pasal 16 soal Skorsing dimana pada ayat 3 disebutkan Anggota yg diskorsing/suspend kehilangan hak keanggotaannya salah satunya sebagai peserta kongres.
·Wakil PSSI di JC memahami bahwa Verifikasi peserta yg dilakukan oleh JC utk menghindari peserta yg tidak berhak sebagai peserta kongres harus berdasarkan disandarkan kepada regulasi kunci federasi yaitu Statuta FIFA-PSSI dan peraturan organisasi PSSI
·Karena JC gagal melakukan verifikasi, maka PSSI dengan kewenangan yg diatur di dalam statuta dan MOU ( hal 1 ), mengambil langkah sendiri menentukan peserta kongres berdasarkan kepada ketentuan Statuta PSSI, ini yg untuk sebagian pihak terutama KPSI dianggap sebagai melanggar MOU.
Melihat dari sudut yang ber-keadilan
Menjadi sebuah pertanyaan besar ketika PSSI dianggap melanggar MOU berkaitan dengan kongres ini, PSSI disudutkan oleh pemberitaan media, sikap pemerintah melalui menegpora, ocehan para pengamat dan KPSI dkk itu sendiri. Sikap tersebut menafikan pelanggaran-pelanggaran yg selama ini secara masiv dilakukan oleh pihak lain di luar PSSI.
Menurut pendapat pribadi saya, MOU bisa batal dengan sendirinya jika mengalami beberapa hal ini :
1.MOU, bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi – azas lex generalis lex spesialis – dalam hal ini MOU bertentangan dengan Statuta FIFA-PSSI
2.Ada pihak yang secara terang-terangan, terbuka, secara sadar mengingkari isi perjanjian dengan membuat pelanggaran secara terus menerus
3.Salah satu pihak merasa dirugikan dan dengan kesadarannya menyatakan pembatalan MOU
IMHO sudah cukup alasan MOU yg dibuat oleh PSSI-KPSI-ISL batal secara sendirinya mengingat berbagai macam pelanggaran yang secara sadar dan tanpa alasan hukum kuat dilakukan terus menerus oleh KPSI dan ISL.
Jika kita bicara keadilan, apakah kita menutup mata terhadap pelanggaran MOU dan Statuta yg secara jelas dilakukan oleh KPSI-ISL selama ini dan membuka mata lebar-lebar terhadap sikap PSSI yg mencoba menjaga Statuta dengan tetap menghormati point-point di dalam MOU ?
Apakah FIFA akan jatuhkan sanksi ?
Jika melihat sejarahnya, tidak ada federasi yang diberikan sanksi oleh FIFA karena sikapnya untuk taat menjalankan statuta. Hanya 2 alasan FIFA jatuhkan sanksi :
1.Jika federasi atau ada anggota federasi ( member PSSI ) melakukan pelanggaran berat terhadap Statuta FIFA
2.Jika, pemerintah ikut campur intervensi mengatur, mengambil alih, membekukan sebuah kepengurusan federasi
3.Jika Federasi tidak dapat berfungsi baik sebagaimana mestinya sesuai dengan Statuta FIFA
Sanksi bisa berupa :
1.Pembekuan Federasi ( PSSI )
2.Hukuman terhadap member yang melakukan pelanggaran
3.Pembekuan Keanggotaan Indonesia sebagai anggota FIFA
Nah, dengan kondisi seperti ini, sekarang tinggal bagaimana PSSI bisa menjelaskan dengan baik kondisi yang terjadi dan dihadapi federasi kepada FIFA. FIFA juga pasti akan mendengarkan terlebih dahulu penjelasan dari federasi yang akan dijatuhi sanksi, apalagi ada mekanisme banding dan pembelaan diri sebelum sanksi dijatuhkan
Atau, PSSI juga bisa mulai bersikap lebih berani, tegas dan saklek terkait treatment terhadap para pelanggaran Statuta tersebut, dari mulai pembekuan keanggotaan sampai kepada hukuman tidak boleh terlibat dalam aktivitas sepakbola. Hal itu bisa dipandang oleh FIFA sebagai sebuah keseriusan federasi menegakkan Statuta dan menjalankan fungsi federasinya.
Kalaupun sanksi dijatuhkan, PSSI masih memiliki kesempatan untuk menguji putusan FIFA tersebut di Sidang Badan Arbritase Dunia ( CAS )
Bagaimana seharusnya sikap pemerintah ?
Pemerintah harusnya tetap berada pada domainnya sebagai state, yaitu memastikan bahwa semua proses berlangsung di dalam koridor undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia ( UU No 3/2005 misalnya dan UU tentang Perseroan Terbatas ). Jangan pernah sekali-kali masuk kewilayah kewenangan yg diatur di dalam Statuta, memerankan diri dengan kewenangan sebagai Exco PSSI misalnya seperti menentukan status kongres, peserta kongres dll. Karena jika itu dilakukan, FIFA akan melihat sebagai sebuah langkah intervensi dari negera terhadap federasi anggota FIFA dan siap-siap saja akan jatuhnya sanksi bagi Indonesia.
Jika akan intervensi, pemerintah lebih mudah melakukan intervensi kepada KPSI yg tidak terkena ketentuan Statuta FIFA dan PSSI karena berada diluar juridiksi FIFA. Pemerintah bisa memaksa KPSI untuk tdk memerankan dirinya sebagai tandingan federasi yg sah seperti yg tertera di dalam MOU, bisa memaksa klub ISL untuk kembali berada di bawah juridiksi federasi yg sah seperti yg tertera di dalam MOU atau tidak mengeluarkan rekomendasi ijin kompetisi karena melanggar ketentuan di dalam UU No 3/2005., dan memaksa mereka untuk datang ke Kongres PSSI karena mereka juga diundang walalu kemungkinan tidak memiliki hak suara.
IMHO itulah peran pemerintah yang seharusnya dilakukan dengan tepat sesuai domainnya dan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.
... and the end
Akhirnya kita hanya bisa berharap bahwa semua pihak mau berfikir jernih untuk menyelamatkan masa depan sepakbola Indonesia. Jika semua pihak tidak mau berada di dalam spectrum kebaikan untuk masa depan sepakbola Indonesia, mungkin ide gila saya soal TRITURA Sepakbola Indonesia layak untuk di pertimbangkan :
1.Bubarkan KPSI, ini harga mati jika kita ingin menyelamatkan masa depan sepakbola Indonesia, dengan bubarnya KPSI, klub ISL akan terbebas dari penjara dan akan lebih mudah menjalani proses unifikasi kompetisi. Pemain ISL juga akan bebas dari tekanan dan belenggu yg mengikat mereka selama ini sehingga tidak bisa memperkuat Team Nasional Indonesia
2.Bersihkan PSSI, harus diakui bahwa banyak yg tidak kompeten dan tidak membangun kinerja yang baik di PSSI saat ini, PSSI juga memerlukan figur yang bukan saja orang baik, tapi harus juga kuat, berani tegas dan konsisten. Dalam suasana turbulensi sepakbola Indonesia hanya ketegasan yang bisa mengatur semuanya kembali menjadi baik.
3.Moratorium Sepakbola Indonesia, hentikan dahulu seluruh kompetisi sepakbola Indonesia. Lakukan verifikasi ulang terhadap klub sepakbola Indonesia berdasarkan ketentuan licence klub pro FIFA-AFC dan pemberlakukan finansial fairplay. Hanya klub yg sehat dan mampu menjalani kompetisi profesional yg boleh ikut kompetisi. Jangan ada lagi kasus pemain dan offical team tidak ditunaikan hak-haknya oleh klub.
Kita tidak akan rugi kehilangan para pengurus PSSI yg tidak mau bekerja sepenuh hati memperbaiki sepakbola Indonesia, apalagi kalau kehilangan orang-orang yg berada didalam tubuh KPSI, Sepakbola Indonesia tidak akan rugi apapun.
Sambil menepi dari keriuhan sepakbola dalam beberapa hari kedepan karena sedang bersama 500 anak muda Indonesia yang memiliki aktivitas luar bisa membangun peradaban masa depan Indonesia lebih baik di acara National Leader Conference 2012, saya hanya bisa memantau dan berdoa, semoga sepakbola Indonesia yang menang dan bukan kelompok-kelompok apalagi personal. Semoga Sepakbola Indonesia baik-baik saja, amin – FIN
Dari ujung barat Pulau Jawa
@gilang_mahesa
Tetap tidak lelah mencintai sepakbola Indonesia