Film – film ini sudah di putar perdana di kota Malang dan diliput oleh tim redaksi malang post beberapa waktu lalu. Sesuai dengan harapan untuk terpublikasi, film – film ini dibawa oleh peserta KKN untuk mendapatkan penikmatnya di kota Magetan. Sukses didapat, terutama Layar Kacau memberi jejak dalam ingatan masyarakat desa Sumberagung.
Layar Kacau mengingatkan pada siaran audio visual pertama oleh TVRI, ada serial drama berjudul Losmen Bu Broto. Figur bu broto (Mieke Wijaya) sebagai ibu yang ulet, rajin, cantik wajah dan hatinya menjadi bahan bapak – bapak untuk menyentil istrinya agar meniru seperti Bu Broto. Film yang di putar setiap rabu malam jam setengah sepuluh ini mengundang kesibukan para petani mengurusi selain ladang, mereka mak gruduk berkumpul di halaman rumah lurah sambil membawa kopi dan ubi rebus. Kejadian persis hari itu terjadi di desa Sumberagung, seperti kembali pada tahun ‘80an. Saat adegan suami istri yang berbincang – bincang di serambi rumah dan menyadari perubahan yang terjadi di rumahnya sebagai dampak televisi hadiah sabun cuci si ibu penonton riuh tertawa, seperti mengiyakan kebenaran adegan itu. Bapak – bapak yang ikut menonton sambil berkerubut sarung ikut tersenyum. “Seperti terjebak dalam mesin waktu milik doraemon, kami kembali ke jaman televisi masih barang komersil dan mewah, kami berkumpul dan terbahak bersama menikmati film fiksi komedi layar kacau, ini moment langka, salut untuk anggi atas idenya” Ucap Iwan Arifandy Ketua divisi Humas 101 UMM.
“Terus mereka – reka masa depan kadang melelahkan, tidak ada salahnya mengulang moment masa lalu yang manis, saya ingat cerita mama waktu TVRI dipuncak kejayaan dan mendapati ribuan bahkan jutaan penikmatnya sebelum siaran televisi swasta seperti sekarang banyak bermunculan.” Timpal Anggi mahasiswi jurusan komunikasi yang juga salah satu anggota divisi humas KKN 101.
Saat di tanya dengan keadaan sekarang ini apakah TVRI masih diperlukan? dengan tegas Anggi menjawab iya, TVRI adalah wadah untuk para kreatif audio visual untuk di uji kreatifitas sekaligus pengabdiannya untuk negeri. “Seperti perkataan Einstein yang kami pinjam sebagai visi kelompok yaitu ‘sudah saatnya cita – cita kesuksesan diganti dengan cita – cita pengabdian’, maka harapannya adalah mahasiswa kreatif muncul dan mengabdi menghidupkan kembali TVRI, tidak matrealis hanya dengan iming – iming kebesaran upah dari televisi swasta namun kemudian bekerja untuk memenuhi kebutuhan pribadi pemilik stasiun televisi tersebut, asal dengan catatan TVRI jauh dari korupsi dan nepotisme!!!” lanjut Anggi mantap.
Acara ini kemudian di tutup dengan api unggun dan malam renungan, Sebagai acara penutup acara renungan diisi dengan mengeluarkan pendapat masing – masing anggota kelompok untuk berani berbicara dan berpendapat. Ini salah satu cara melewati kemerdekaan, beranilah berpendapat. Maka lengkaplah acara hari ini, Dirgahayu TVRI, kalau dulu bisa mencuri perhatian kami, mengapa sekarang tak mungkin?. (Wg)