Akan tetapi semua perayaan tersebut dilaksanakan dengan cara yang berbeda di masing-masing daerah Indonesia, karena menyesuaikan tradisi turun temurun di daerah tersebut. Beberapa daerah Indonesia juga memiliki adat dan budayanya sendiri untuk turut serta memeriahkan Hari Raya Idul Fitri.
Seperti bakar gunung api tradisi dari Bengkulu, grebeg syawal dari Yogyakarta, perang topat Lombok dan masih banyak lagi. Pelaksanaan tradisi-tradisi tersebut dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk rasa syukur mereka, tidak semata-mata untuk bersenang-senang saja
Lebaran juga ditandai dengan tradisi yang cukup fenomenal setiap tahunnya dimana masyarakat yang berbondong bondong pulang kampung atau mudik. Sehingga Lebaran menjadi momen dimana berkumpul kembali dengan keluarga besar yang pulang merantau.
Dengan adanya beragam tradisi tersebut, setiap tahun saat Idul Fitri tiba selalu diisi dengan riuh keramaian dan kegembiraan, menjadi fenomena dengan makna tersendiri. Akan tetapi suasana Lebaran tidak selalu soal rasa haru dan gembira, Lebaran juga memiliki sisi lain yang masih menjadi bagian perayaan itu sendiri.
Beragam Sisi Idul Fitri
Bagi Kinan dan Anes Hari Raya Idul Fitri menjadi momen untuk kembali ke pelukan keluarga, melepas rindu dan memberi maaf setelah merantau selama bulan Ramadhan. Mereka menyampaikan bahwa ketika Lebaran juga ada banyak sanak saudara jauh yang berusaha untuk datang berkumpul demi silaturahmi dan mempererat ikatan keluarga.
“Walaupun cuman sehari dua hari Itu tuh benar-benar sesuatu yang spesial karena setahun sekali kita kumpul di luar itu (lebaran) gak pernah ngumpul karena kan kalau keluarga aku kan pisah-pisah semua.” ungkap Kinan.
Selain berkumpul dan silahturahmi, salah satu tradisi yang mengawali perayaan Hari Raya Idul Fitri adalah salat idul fitri dimana seluruh umat muslim berkumpul di masjid atau lapangan untuk melaksanakan salat bersama sebagai bentuk syukur atas berkah Ramadhan yang telah diterima. Momen ini sangat terasa makna kembali “kepada fitrah Islamiyah” yang sesungguhnya, sehingga memberikan getaran yang berbeda.
Setelah salat idul fitri biasanya masyarakat akan mulai bersilaturahmi atau halal bi halal yang mana mereka mulai mengunjungi keluarga, tetangga atau untuk saling memaafkan dan merayakan hari raya bersama. Momen tersebut menambah rasa haru dan memancarkan kehangatan.
Dhai menjelaskan bahwa lebaran baginya merupakan momen dengan rasa haru yang mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hubungan keluarga dengan saling memaafkan. “Lebaran tuh jadi momen saling minta maaf dan memaafkan selain kumpul keluarga, terutama keluarga besar yang biasanya jarang ketemu.“ ujar Dhai.
Namun Dhai juga merasa bahwa momen haru ini tidak berlangsung lama, ia mengatakan bahwa memasuki siang hari suasana haru mulai hilang bahkan tergantikan dengan hawa turu alias tidur. Lebih lanjut, Dhai menjelaskan ketika sudah siang hari suasana rumah yang tadinya ramai dan antusias perlahan hilang berganti menjadi sepi dan lemas.
“Kalau udah siang orang-orang ada yang pergi (silaturahmi) ke tempat lain, berangkat ziarah atau tidur. Jadi suka udah ga pakai baju lebaran lagi mungkin itu si yang bikin vibesnya ilang. Terus udah mulai nyari tukang bakso juga.” jelas Dhai.
Perubahan suasana tersebut juga dirasakan oleh Kinan dan Anes, dimana ketika siang hari keluarga mereka sudah tidak lagi selera makan ketupat dan opor, tidak lagi memakai pakaian barunya dan tidak lagi semangat yang menggebu-gebu. Menurut mereka, saat siang hari energi sudah mulai habis akibat segala persiapan dan perayaan Idul Fitri.
Kinan menjelaskan bahwa sejak kemarin keluarganya sibuk mempersiapkan ketupat, opor dan membersihkan rumah. Tidak hanya itu di kampung asalnya, anak-anak remaja diwajibkan ikut arak-arakan ketika malam takbir. Saat Lebaran tiba Kinan mengaku dalam kondisi yang sedikit lelah sehingga tidak heran jika tidur siang dengan pakaian rumah yang nyaman adalah agenda wajib di keluarganya, meski begitu ia tetap antusias menyambut Idul Fitri.
Tidak jauh berbeda dengan Kinan, keluarga Dhai juga memiliki kebiasaan berbenah rumah yang cenderung mengarah pada renovasi kecil-kecilan menjelang Lebaran karena menjadi tuan rumah dari sanak saudara yang pulang kampung. Berkumpulnya seluruh keluarga besar membuat perayaan semakin meriah, tidak terkecuali saat membagikan THR kepada anak-anak. Meriahnya perayaan di pagi hari tidak menyisakan energi bagi keluarga Dhai untuk lebaran hingga penghujung hari.
Alih alih memakan ketupat dan opor keluarga Anes memiliki kebiasaan untuk mencari tukang bakso untuk makan siang. Menurut Anes, keluarganya cukup bosan untuk menjadikan ketupat sebagai makanan pokok hari itu sehingga bakso adalah makanan alternatif yang pas dimakan saat siang hari sambil bercengkrama.
Memaknai Hari Kemenangan
Pada akhirnya, momen Idul Fitri tidak selalu tentang kehangatan dan rasa haru karena ada banyak cara untuk menikmati dan menjalani hari kemenangan. Seperti yang dialami oleh Kinan, Anes, dan Dhai dimana suasana hari raya mereka diwarnai cara yang berbeda.
Meski begitu tidak serta merta menghilangkan makna Hari Raya sebenarnya dimana Idul Fitri atau Lebaran memiliki makna dalam refleksi diri, bentuk syukur, dan kegembiraan yang mencakup aspek religi dibalut ragam tradisi dan budaya Indonesia. Lewat makna tersebut terciptalah beraneka cara atau aktivitas untuk merayakan momen Lebaran.