Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bandung

Al Jabbar, Media Sosial, dan Istiqlal

1 Juni 2024   11:35 Diperbarui: 1 Juni 2024   11:39 139 4
Maraknya aktivitas berkunjung (wisata religi) ke rumah ibadah (Masjid Al Jabbar) di Gedebage Bandung seakan-akan menjadi tren gaya hidup baru masyarakat Tatar Sunda di tengah-tengah kurangnya piknik.

Pasalnya, dengan kekuatan media sosial (instagram @ridwankamil: 8.716 posting, 21,9 JT pengikut; @humas_jabar: 8.658 posting, 202 RB pengikut; @masjidrayaaljabbar: 171 posting, 59,5 RB pengikut) tempat ibadah ini menjadi magnet (wisata religi) yang luar biasa untuk menyebarkan risalah Islam, mempererat persaudaraan, menghadirkan Masjid Raya (Provinsi) Jawa Barat yang difungsikan sebagai pusat kegiatan (dakwah, belajar) keagamaan.

Hikayat Wisata Religi

Tentunya, bagi seorang muslim keindahan, kenyamanan masjid diharapkan dapat menambah, meningkatkan nilai ibadah, kualitas takwa kepada Sang Pencipta agar lebih khusyuk.

Wisata religi adalah bentuk pariwisata yang eksklusif dengan agama sebagai pendorongnya. Dalam pengertian yang lain, wisata religi merupakan jenis wisata keagamaan (wisata yang bermotif spiritual) yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa guna memperoleh keberkahan dalam hidup.

Uniknya, dalam setiap aktivitas wisata religi selalu dimaknai sebagai kegiatan wisata ke tempat yang memiliki makna khusus bagi umat beragama. Biasanya beberapa tempat ibadah yang memiliki kelebihan (masjid tua, bersejarah, masjid unik) ataupun ke beberapa makam ulama, sehingga kehadiran wisata religi dibagi dua, yaitu wisata religi masjid dan wisata religi ziarah.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, memiliki lebih dari 800 ribu masjid (data Dewan Masjid Indonesia). Salah satu ciri dari masyarakat Islam (daerah) yang dihuni oleh umat Islam adalah terdapatnya bangunan masjid.

Suatu kelalaian dan ketidakpastian apabila di satu tempat yang dihuni mayoritas Muslim tidak terdapat bangunan masjid. Masjid merupakan asas utama dan terpenting bagi pembentukan masyarakat Islam. Masyarakat Muslim tidak akan terbentuk secara kokoh tanpa adanya komitmen terhadap sistem, akidah dan tatanan Islam. Masjid adalah sarana yang tepat untuk melakukan aktivitas kebaikan.

Ingat, masjid dibangun untuk memenuhi kebutuhan ibadah dan kegiatan sosial keagamaan bagi umatnya. Dengan demikian, fungsi dan peranan ditentukan oleh lingkungan, tempat, dan zaman di mana masjid didirikan.

Pada komunitas yang majemuk, masjid senantiasa hadir menjadi tempat yang penting untuk beribadah kepada Allah dan sebagai pusat kebudayaan Islam. Masjid merupakan tempat masyarakat Muslim berkumpul dan menghadiri pengajian-pengajian keagamaan. Di sekitar masjid ini pula madrasah-madrasah didirikan dan buku-buku keagamaan ditulis (didatangkan) dari negeri Arab dan Persia, dikirim ke pesantren, disalin, disadur, diterjemahkan agar dapat disebarluaskan kepada masyarakat. Di sini pula dirancang strategi penyebaran agama mengikuti jaringan-jaringan yang telah dibina sejak lama.

Peningkatan spiritualitas umumnya dilakukan dalam keheningan, terutama untuk kunjungan ke makam-makam para ulama dan tokoh agama. Ziarah dalam tradisi Islam adalah bagian dari ritual keagamaan dan telah menjadi budaya dalam masyarakat. Budaya itu sendiri memiliki cara memahami kehidupan masyarakat (semua aspek pemikiran dan perilaku manusia) yang diwariskan dari satu generasi ke generasi melalui proses pembelajaran.

Bila kita mampu mengoptimalkan kunjungan wisata religi dengan baik dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan masjid dapat dipastikan meningkatkan aspek religiusitas (pengalaman keagamaannya).

Hasil penelitian menunjukkan paling tidak ada 5 karakter dalam wisata religi ini; pertama, religious practice, keterlibatan seseorang dalam wisata religi akan membuatnya terbiasa melakukan banyak ritual dan ibadah; kedua, religious belife, betapa banyak khalayak umum yang rela bermalam untuk bermunajat, ibadah, maka di saat itulah keyakinannya semakin kuat; ketiga, religious knowledge, dengan semakin banyak melakukan kajian, maka semakin bertambah wawasan, pengetahuan yang didapatkan; keempat, religious feeling, ketika responden sering melakukan wisata religi maka akan memiliki ikatan yang kuat dengan agamanya; kelima, religious effect, saat terbiasa melakukan wisata religi umumnya lebih mampu berinteraksi baik dengan sesamanya. (Sari Nurulita, dkk [editor, Prajna Vita], 2020:5-7).

Dalam konteks Masjid Al Jabbar yang diresmikan, Jumat (30/12/2022) oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil hadir sebagai ikon wisata religi Provinsi Jabar. Pasalnya masjid apung yang sudah dibangun sejak 2017 (semasa Gubernur Ahmad Heryawan) dengan dana APBD yang didesain arsitekturnya dibuat Kang Emil (semasa Wali Kota Bandung) dibangun di lahan seluas sekitar 25 hektar dan memiliki kapasitas sekitar 30.000 orang: 10.000 orang di area dalam dan 20.000 orang di area plaza.

Uniknya, bisa kita lihat dari 27 pintu masjid (simbol dari 27 Kota/Kabupaten se-Jabar) yang digambarkan oleh desain batik setiap Kota/Kabupaten. Terdapat menara utama yang memiliki tinggi 99 meter dan bentangan atap baja yang mencerminkan 99 nama Asmaul Husna. Untuk di area bawah terdapat museum digital Rasulullah, museum Asmaul Husna, museum Al-Quran, yang berisi tentang perjalanan peradaban Islam sejak zaman Nabi Muhammad, hingga di Indonesia, khususnya Jawa Barat.

Dinamika Medsos
Namun, akibat ulah jahil tangan tak beradab manusia pada saat peresmian Masjid Al Jabbar dibuka rupanya menyisihkan masalah 1,9 ton sampah yang berserakan, terutama di seputar danau, karpet kotor perlu dibersihkan, kolam yang bukan untuk bermain air, malah menjadi ajang berenang anak-anak. (Pikiran Rakyat, 3 dan 6 Januari 2023).

Padahal kebersihan masjid sebagai rumah ibadah merupakan keniscayaan. Bukan hanya urusan tukang kebersihan, pengurus masjid, pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama sebagai muslim yang baik.

Walhasil, dengan gencarnya melakukan publikasi (posting di instagram) akun media sosial Kang Emil, Humas Jabar pascaeuforia peresmian masjid megah bergaya kontemporer ini justru menimbulkan sampah digital: sumber dana pembangunan masjid yang dianggap tidak lazim, proporsional, yang berujung polemik, silang beda pendapat.

Memang kekuatan medsos tidak hanya melahirkan kabar positif: cepat dalam berbagi cerita, informasi, gerak tepat dalam setiap menyelesaikan persoalan, tapi menimbulkan dugaan tak berdasar: negatif, terlarang, hingga memiliki peran yang kuat untuk mempengaruhi audience, pembaca, influence.

Ikhtiar mewujudkan Masjid Al Jabbar sebagai icon wisata religi terbaik di Bumi Pasundan ini harus didukung secara bersama-sama dengan menggunakan teknologi, media sosial, termasuk merangkul anak muda untuk beraktivitas dalam berdakwah dan kegiatan keagamaan.

Mari kita belajar dari Prof Nasaruddin Umar, Imam Besar beserta Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI) yang mempertegas visi agar Masjid Istiqlal dapat lebih bersahabat dengan kalangan milenial, dunia media sosial (@masjidistiqlal.official 1.057 posting, 90 RB pengikut), menuju era baru, new Istiqlal. Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, tapi diubah menjadi pemberdayaan umat.

Selama ini kita bicara pemberdayaan masjid, dan sekarang dibalik, masjid memperdaya umat. Masjid Istiqlal bertransformasi menjadi kiblat Islam moderat masa depan. Oleh karena itu, perlu mengenal pentingnya pemahaman dunia digital agar makin dikenal secara global sebagai icon wisata religi, dan kaum milenialnya harus cinta Masjid Istiqlal. Langkah Masjid Istiqlal untuk lebih memanfaatkan media online, media sosial sebagai sarana promosi wisata religi.

Caranya setiap kegiatan dakwah di Masjid Istiqlal bergeser dan mengambil langkah start memasuki era digital, memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi secara optimal menjadi alternatif pergeseran pola dakwah. Terobosan Masjid Istiqlal dengan adanya adanya program kegiatan berupa destinasi wisata religi ini menjadi kiblat wisata muslim dunia. Alhasil, Masjid Istiqlal rumah dengan begitu banyak keragaman. (Siti Munawati, Andri Kurniawan, 2022:24-25).

Sudah saatnya kita jadikan "masjid apung" di kawasan Bandung Timur ini sebagai pusat menyebarkan risalah (edukasi) Islam, wisata religi terbaik yang instagramable dan ruang perjumpaan autentik yang mempererat persaudaraan, toleransi, dan membangun kerukunan umat beragama. Semoga. (Ibn Ghifarie).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun