Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Diskusi dan Silaturahmi Penulis Opini Pikiran Rakyat

6 September 2010   05:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:25 396 0
"lur, hayu indit tabuh 3 ka Pikiran Rakyat, antosan dipayun nya. Sakalian pependak sareng Omjay di PR, nuju di Bandung ceunah" 3 September 2010 14:10:02 Ajakan dari Sukron Abdilah melalui pesan singkat ini mengingatkanku untuk menghadiri diskusi dan silaturahmi antara Redaksi Pikiran Rakyat dan perwakilan penulis opini ke Harian Umum Pikiran Rakyat sekaigus bertemu warga kompasianer, Wijaya Kusumah. Asyik bukan! Memang setiap tahun di bulan Ramadhan Harian Pikiran Rakyat selalu menggelar diskusi dan silaturahmi penulis opini. Ajang tahunan ini menjadi media bertukar pikiran, gagasan tentang masa depan Pikiran Rakyat sejak didaulat menjadi Pimpinan Redaksi Pikiran Rakyat, ungkap Budhiana Kartawijaya saat membuka acara diskusi ini. Diakuinya, Perubahan besar akan terjadi di tubuh Pikiran Rakyat. Pertama, Pengubahan nama anak Pikiran Rakyat (Priangan, Cirebon, Banten) menjadi kabar Priangan, Cirebon dan Banten. Kedua, Dari radio Mustika ke PRFM, tegasnya Menyambut kehadiran news room empat, Pikiran Rakyat harus mengikuti perubahan zaman dan kehadiran para penulis ini menjadi modal utama dalam berbagi gagasan, paparnya Untuk tahun 2010 Pikiran Rakyat menghadirkan narasumber Tjetje Padmadinata sebagai Pengamat politik, Yasraf Amir Piliang Dosen di Institut Teknologi Bandung, Soeharsono Sagir sebagai ekonom dan dipandu oleh Samuel Lantu. Sekitar 50 penulis opini berkumpul di Aula Pikiran Rakyat Jl Soekarno-Hatta No. 147 Bandung, Jumat (3/9) Mengingat Pikiran Rakyat merupakan identitas Jawa barat, maka menjadi seorang penulis di surat kabar, memerlukan kepekaan dalam membaca gejolak di masyarakat. Kepekaan itu harus dibarengi pula dengan pengetahuan yang mumpuni sehingga mampu menyajikan tulisan yang memberi pencerahan, singkat, tetapi mudah dimengerti pembacanya, seperti dimuat Pikiran Rakyat, sabtu (4/9) Tjetje Padmadinata menuturkan, penulis harus bisa memanfaatkan kebebasan pers semaksimal mungkin, tetapi jangan kebablasan. Untuk itu, penulis muda jangan berpuas diri dengan memegang titel sebagai generasi penerus. "Penulis-penulis muda harus menjadi penulis yang menciptakan nilai-nilai baru di masyarakat yang antikorupsi," katanya. Bagi Yasraf Amir Piliang menjelaskan, penulis harus banyak membaca literatur untuk memahami berbagai fenomena dan kasus yang terjadi di tengah masyarakat. Artikel opini juga harus bisa merangsang emosi pembacanya, baik perasaan marah, senang, maupun sedih. Selain itu, tulisan pun harus bergizi. Tulisan tidak hanya membuat pembacanya tertarik, tetapi harus banyak ilmu yang bisa diserap dan informasi yang menambah pengetahuan pembacanya. Hal itu nantinya mencirikan gaya penulis. Kemampuan menyederhanakan persoalan meski dimikili penulis ungkap Soeharsono Sagir, penulis harus lebih cepat menyerap informasi dan menyederhanakannya agar mudah dipahami pembaca Tulisan-tulisan yang dihadirkan harus singkat dan memberikan pencerahan kepada pembaca dan masyarakat umum. "Jangan sampai tulisan berisi isu dan sensasi yang membuat rakyat makin bingung. Misalnya soal konflik Malaysia-Indonesia. Banyak tulisan di media massa justru memperkeruh suasana dan membuat rakyat bingung. Jangan membuat tulisan yang membuat kekacauan berpikir di masyarakat," tuturnya Tak ada sesi dialog. Pasalnya, pesan yang diutarakan Soeharsono Sagir bahwa penulis opini harus peka bersautan dengan tibanya adzan maghrib. Peserta pun dipersilahkan untuk segera berbuka puasa sesuai dengan sunnah nabi untuk munyegerakan buka dan mengakhirkan sahur. Tanpa intruksi dari pemandu acara, para penulis opini pula berpetak-petak membuat obrolan ringan sambil mencicipi idangan, seperti yang dilakukan oleh Sukron Abdilah dengan Wijaya Kusumah. "Akhirnya kita bisa bertemu di sini dan mendapatkan bingkisan dari Pikiran Rakyat berupa sarung, tas leptop. Terimaksih" cetus Omjay Pascashalat berjamaah maghrib di mesjid Pikiran Rakyat obrolan tentang kepekaan untuk penulis berlanjut dengan Soeharsono Sagir, Jakob Sumardjo, Budhiana Kartawijaya, Samuel Lantu, Wijaya Kusumah, Sukron Abdilah. Soeharsono Sagir berkali-kali mengingatkan kepada penulis muda untuk tetap menulis di media masa dan buku. Meski sudah lansia, kegiatan menulis harus tetap dilakukan sambil membuka bab III pada bukunya yang akan segera diterbitkan. Semangat untuk tetap menulis terpancar dari Jacob Sumardjo. Meski masih menggunakan mesin ketik merk brother untuk menuliskan beberapa gagasanya pada rubrik opini. Kita harus belajar dari keduanya, seperti yang ditulis Wijaya Kusumah. Terus terang, saya banyak belajar dari kedua penulis ini. Kepandaian mereka menulis membuat kami yang muda-muda merasa tersulut untuk membuat tulisan opini yang jauh lebih baik dari mereka. Kepiawaian mereka menulis dapat dilihat juga dari gaya mereka bicara yang membuat kami merasakan mendapatkan dosen menulis yang luar biasa. Mereka tak hanya pintar menulis, tetapi pandai juga berbicara. [Ibn Ghifarie]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun