Para tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan aparat keamanan di Papua masih terus mencari “resep” untuk mengurangi atau bahkan meniadakan perang antarwarga di Papua. Kebiasaan buruk ini sudah mengorbankan banyak nyawa.Kendati ada mekanisme ritual perdamaiaan adat, namun permusuhan antar kedua kelompok warga yang pernah bertikai sulit dipadamkan dan selalu berpotensi untuk terjadi bentrokan susulan.
Masih ingat ‘insiden ilaga’?Bentrokan antar warga di wilayah Puncak Jaya yang terjadi selama tiga hari sejak 30 Juli hingga 1 Agustus 2011 dan menewaskan 19 orang itu, dipicu oleh rekomendasi Partai Gerindra kepada Elfis Tabuni dan Simon Alom. Bentrokan itu terulang kembali pada Januari 2012 menyebabkan satu orang tewas.
http://regional.kompas.com/read/2012/01/04/21112193/Bentrok.di.Ilaga.Satu.Tewas
Kasus paling anyarterjadidi Mimika kemarin, setelah sehari sebelumnya (24/07/2012) ditemukan dua orang meninggal tidak wajar. Ternyata korban adalah warga dari Kampung Amole Distrik Kwamki Narama. Tanpa berpikir panjang, warga kemudian melakukan penyerangan ke Kampung Harapan, membakar tiga rumah dan satu kios. Itu dilakukan karena dua bulan lalu pernah terjadi bentrok antarwarga kedua kampung itu yang menyebabkan lima orang tewas dan ratusan orang luka-luka terkena anak panah, parang dan tombak. Pertikaian waktu itu juga menyebabkan enam unit rumah dan beberapa kendaraan dinas polisi hangus dibakar.
http://www.jpnn.com/read/2012/07/25/134715/Diserang,-2-Warga-Timika-Tewas,-3-Terluka-
Sampai kapankah pertikaian semacam ini akan berakhir? Jawabannya terpulang kembali kepada para sesepuh Papua. Ada tetua adat, para pemimpin agama, akademisi dan lain-lain. Mereka bisa duduk bersama mencari solusi alternatif untuk mengenyahkan kebiasaan perang suku atau bentrokan antarawarga dari seluruh wilayah Papua. Aparat keamanan dan pemeritah tentu saja akan siap untuk membantu.