Bersistematis sudah pasti. Sejak tahun 1990-an pemerintah mulai memberikan-izin kebebasan tak terhingga kepada setiap orang untuk pamer-memamerkan kebodohan lewat media tlevise, hingga sekarang ini kebodohan semakin di gemari, semakin di puja dan semakin di junjung-tinggi. Saking pentingnya kebodohan dibudidayakan oleh mereka-mereka yang samasekali tak ku kenal, mereka tak sedikit: melembaga dan mereka menamai lembaga mereka masing-masing: Multivision plus, MD Entertaimen dan SinemaArt. Sebutannya berbeda tetapi mereka satu keluarga: keluarga besar yang kokoh dan mapan.
Selain kokoh dan mapan, keluarga ini juga penuh keromantisan dalam setiap interaksi relasi, tidak ada kecemburuan itu sudah pasti, terlihat jelas dalan kesamaan bibit-bibit unggulanan yang mereka produksi yang selalu sama dan pasti serupa: yaitu [sinetron,Ftv dan filem-filem layar lebar yang membodohi lainnya].
Dari cerita-cerita rakyat sampai kasus-kasus tenaga kerja di kuras habis dan di format dengan setandar yang paling tolol-menjijikkan. Ketika mereka semua merasa bosan mengubah itu menjadi lelucon, mulailah mereka berhasrat menginpor kebodohon-kebodohan dari Negara asing dan di standarisasi dengan kebodohan mereka sendiri [buku harian nayla/rcti=Chicago hope/amerika serikat dll].
Walau-pun begitu, wabah ini selalu di tunggu-tunggu oleh penjilat kerabat setia mereka: stasion tlevise. Di sinilah tempat wabah pembodohan itu di lepas bebas. Di siapkan waktu yang paling istimewa: jam istirahat atau waktu berkumpulnya sebuah keluarga secara menyeleruh.
Terlepas dari ketiga pabrik pencetak pombodohan itu, stasion tlevisi juga berhasrat habis-habisan membuat masyarakat jadi tolol: membuat program sampah, talk show, reality show, kuis dsb. Bukannya tidak ada yang marah terhadap kebusukan penyiaran, tetapi memang mereka semua sudah tuli-buta secara permanen dikarenakan ketamakan mereka atas untung yang tiada-tara. Para musisi, brandal,pelajar tak terkecuali para akademis sudah melakukan protes terhadap mereka-media, tentu dengan cara masing-masing, namun apa? Semua tak ada hasil alias efek-jera, mereka-media jalan terus dan terus-terusan membodohi. Mereka tak mau melihat dampak dari tayangan sampahnya, aku tak percaya mereka tak tahu: banyaknya siswi yang hamil, angka bunuh diri di usia dini, adalah dampak dari kosong-melontongnya semua tayangan yang mereka pamerkan. Mereka Samasekali tak menjalankan kewajiban-kewajiban media: pendidikan, hiburan, informasi dan apalah yang lainya.
Kaca mata awam: semua tayangan tlevise berskala nasional adalah geratis, cukup memasang antena sudah bisa melihat tubuh seksi selebritis. Saat menonton sinetron atau program acara lainnya kita tidak usah memikirkan pungutan bulanan kayak listrik, cukup duduk santai sambil makan cemilan. Begitu murah-meriah darmawannya mereka. Apakah benar pemilik stasion tlevisi mau sebaik itu? Jelas tidak, mereka adalah mahluk yang paling rakus-serakusnya.
Media berlomba-lomba menayangkan acara yang paling bodoh, sebab kita yang penontonnya adalah bodoh dan girang sekali dengan kobodohan. Di situlah titik-letak media tlevisi mendapatkan uang yang melimpah. Ketika sesorang sudah kecanduan dengan hal-hal bodoh, maka iklan datang mengalir ke media dengan sendirinya: iklan membayar kepada media dengan sangat mahal sebagai ungkapan terimakasihnya terhadap media yang sudah sukses membuat kita menjadi kecanduan terhadap ketololan. Menaruh iklan di media itu mahal, sebuah perusahaan tidak akan sanggup dan mau membayar ongkos tarif periklanan di media. Yang disuruh membayar tarif iklan itu adalah kita: kita semua yang menonton: semua rakyat Indonesia tanpa terkecuali.
Membayar periklanan berarti membayar pajak tlevise, membayar tlevise berarti membayar peroduk-peroduk Multivision plus, MD Entertaimen dan SinemaArt.
Iklan, tlevise dan ketiga lembaga yang saya sebut di atas adalah pencetak pembodohan. Hubungan relasi diantara mereka sangat romantis, saling menguntungkan satu sama lain, bersekongkol dalam peroses penanaman virus secara nasional melembaga.
Periklanan Indonesia berkembang dengan pesat dan tentunya penuh kreatifitas. Norma dan etika di injak-injak penuh kepuasan secara kasar. Ku tak tahu apakah watak periklanan memanag seperti itu, mungkin memang seperti itu yang diajarkan oleh si-Jan Pieterzoon Coen: orang belanda yang di sebut-sebut sebagai bapak periklanan Indonesia yang hidup di zaman hindia-belanda atau mungkin saja dari ajarannya saudagar-saudagar china yang tinggal di Indonesia?.
“ruang publik dihiasi reklame, sepanduk, baliho dan sejenisnya yang fullcoler. ada gambar binatang yang berukuran besar, orang-hutan sibuk memainkan handphone+ada tulisan “geratis internet sepuasmu”, ada juga di tlevisi “anak bocah berpesan menasehati orang tua, perempuan memakai gaun yang pamer payudara dan banyak lagi iklan-iklan kreatif yang menghanguskan norma-moral lainnya.
Mahasiswa tak akan sempat marah terhadap semua itu karena dipusingkan dengan spp yang belum terlunasi, para dosen tak mungkin bersikap kekampungan karena mereka paham tentang birokrasi dan masyarakat awam tak peduli-peduli amat karena mereka memiliki spiritualitas yang sudah mencapai langit.
Iklan, itulah sebutannya, alat yang paling canggih: salah satu bentuk komunikasi persuasif yang merupakan bagian dari kegiatan pemasaran yang bermaksud membujuk khalayak untuk memanfaatkan barang atau jasa dan tentunya menghormati norma sosial. Definisi iklan ini sendiri di durhakai oleh mereka-mereka yang kreatif-profesional, kecuali satu “membujuk”. Persuasif alias menggoda orang: sangat di jungjung tinggi atau mungkin sudah di tasbihkan dalam setiap detak jantungnya, sehingga mereka yang merupakan pengerajin iklan tidak merasa berdosa dalam membuat iklan yang super-super menjijikkan dengan istilah sopannya tidak mendidik, menghapus etika profesi mereka sendiri yang jauh-jauh hari sudah di tanam oleh para pendidik mereka.
Media tlevisi. sangat menakutkan bagi siapa saja, raja luis-x mengatakan “aku tak pernah takut terhadap semua peperangan tetapi aku hanya takut terhadap media”. Kalau Aku sendiri menggambarkan kekuatan media seperti pedang nagapuspa yang di buat oleh empu-gandring ketika di dalam penjara china: kalau pedang itu di pegang oleh pendekar berwatak jahat akan menimbulkan malapetaka, tetapi kalau di pegang oleh pendekar-baik maka akan bermanfaat. Audio dan visual adalah kekuatan yang di miliki oleh media tlevisi: teori bullet, hypodermic, agenda setting, uses dan gratification semuanya menyebut betapa dahsyat super-powernya media.
Membentuk opini atau hanya sekedar ngibul-ngibul aja pasti para audience menerima tanpa perlawanan, tidak berkutik, pasif atau mungkin sekarat. Pendekar berwatak jahat itu ialah mereka yang membumihanguskan etika sekaligus mengijak-injak norma-norma masyarakat demi memperoleh uang sebanyak-banyaknya: lembaga pencetak kebodohan dan ketololan.
Tayangan sinetron, apanya yang menghibur, apanya yang mendidik?. Aku melihat dari sekian banyak tema-cerita yang ada, sumpah mati semuanya semasekali tak berisi. Dari semua macam judul yang berbeda dari tahun 1998 hingga saat ini jalan ceritanya tetap sama, sama-sama menjijikkan: cewek miskin bertemu dengan cowok kaya dalam peristiwa yang terlalu kebetulan dsb. Dulu aku mengira sinetron itu karangan cerita anak esde- ehh tahu-tahunya mereka-mereka yang di sebut professional. Kok bisa ya? Seorang professional membuat karya sampah seperti itu, cocoknya sih derama itu hasil karangannya anak bocah.
Selain kelucuan itu, mereka juga membuatnya lebih lucu lagi dengan cara memberikan berbagai penghargaan, multinominasi, mulai dari aktris terbaik hingga kategori iklan yang paling bajingan. Mulailah para sponsor memberikan piala kepada anak-anaknya yang manja-menyedihkan, sekaligus ungkapan terimakasihnya kepada para penginjak etika yang telah sukses meracuni anak remaja sampai ke titik kebodohon yang paling autis mengerikan.
Siswi sekolah meniru-niru gaya rambut sang idola, berdandan ala artis dan berpakaian seperti selebritis, tetapi mereka tidak tahu kalau teman-teman mereka yang laki-laki sudah duluan terjangkit filem inpor luar negeri: film porno asia dan eropa, teman-teman mereka yang sudah mulai bosan melakukan onani dengan cara mandiri. Bocah-bocah ingusan ini berpetualang mencari cinta sejati tanpa bekal yang cukup, selalu lupa atau mungkin tidak tahu yang namanya kondom.
Hamil, bunuh diri, kabur dari rumah dan segala peroblema menjijikkan yang remaja alami berawal dari tayangan sampah tlevise yang terus-terusan membodohi.