Dalam pandangan saya ( dengan maksud untuk tidak menghakimi, tetapi hanya sharing ) survei tersebut mengabaikan beberapa faktor, seperti norma waktu, obyektivitas penilaian,dan kondisi sosial budaya masyarakat saat ini dan masa lalu. Suka sendiri memiliki spektrum yang luas, sehingga indikator ini cukup menjadi pertanyaan,misalnya apa yang disukai ?
Dalam pandangan saya ( dengan maksud untuk tidak menghakimi, tetapi hanya sharing ) , tentu tidak obyektif membandingkan Presiden menjabat puluhan tahun dengan Presiden yang hanya menjabat beberapa tahun, membandingkan Presiden saat ini, dengan Presiden yang menjabat sebelumnya, apalagi berpuluh-puluh tahun sebelumnya. Disinilah norma waktu harus di pertimbangkan untuk memberikan obyektivitas suatu survei. Sebagai contoh, pengaruh Pancasila pada masa perjuangan kemerdekaan dengan masa saat ini tentulah berbeda, karena adanya tranformasi sosial, budaya, dan persepsi politik masyarakat. Fenomena pernyataan ini, dapat kita lihat pada beberapa pemberitaan media masa, banyak yang telah tidak hapal Pancasila, apatah lagi nilai-nilai filosofi nya.
Selain itu, menurut pelajaran yang pernah saya terima, dalam teknik sampling, penentuan responden juga harus bersifat acak dan jumlah sampel yang sesuai. Survei yang dilakukan Indo Barometer menggunakan 1.200 responden, dan di anggap mewakili 237 juta lebih perasaan rakyat Indonesia, yang ada saat ini. Dengan kondisi sampel tersebut, apakah perasaan pembaca artikel ini sudah merasa terwakili ?