Demokrasi merupakan suatu azas pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak yang setara, dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Didalam demokrasi warga negara dapat berpartisipasi secara langsung atau tidak langsung dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum / undang - undang. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan berpolitik secara bebas dan setara.
Untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia demokrasi yang dianut adalah demokrasi hasil pemikiran para tokoh - tokoh perjuangan yang dinamakan "Demokrasi Pancasila", demokrasi pancasila merupakan demokrasi yang berazaskan "Musyawarah untuk mencapai Mufakat".
Dalam konteks berdemokrasi yang sudah terselenggara beberapa waktu yang lalu Indonesia telah sukses menerapkan sistem demokrasi, dengan terselenggaranya pemilu legislatif dan pemilu presiden. Namun dalam beberapa hal masih banyak tokoh-tokoh negara di Indonesia yang belum menerima demokrasi secara positif, dan memilih hanya menggunakan kedok demokrasi.
Rakyat Indonesia di tahun 2014 ini banyak mendapat pelajaran berharga tentang pelaksanaan demokrasi, Negative Campaign, Black Campaign, Relawan Bayaran, sampai "Rela Tidak Dibayar" untuk memenangkan pilihannya masing - masing.
Banyak warga pemilih Capres/Cawapres dengan jalan bertaklid buta, tanpa melihat rekam jejak, tanpa melihat tujuan bernegara tokoh pilihannya tersebut, adapula yang berfikir dengan nalar dan logika, juga ada yang memilih dengan hati, juga masih banyak warga pemilih yang sama sekali tidak memilih.
Dengan liputan media yang terang - benderang, hingga Komisi Pemilihan Umum yang ikut buka - bukaan untuk menerapkan sistem terbuka untuk rakyat, negara sudah mewujudkan sistem demokrasi secara terbuka dan transparan, dengan tujuan agar rakyat dapat menerima secara terbuka dan lapang dada.
Negara telah menghabiskan anggaran sampai Trilyunan rupiah untuk melaksanakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, jadi bukanlah perkara mudah dan main - main dalam perihal pelaksanaan pemilihan Presiden ini, jadi sangatlah disayangkan jika banyak tokoh - tokoh dari pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya, dengan menuduh kiri dan kanan bersikap curang dan diskriminatif.
Semua tahapan proses itu sudah diatur dalam undang-undang, jika hasil pemilu meragukan maka negara menyediakan sistem dan prosedur untuk menggugat hasil tersebut, tidak perlu mengobral suara bahwa si A curang, si B culas, tetapi ajukan lah bukti - bukti terkait ke lembaga yang berwenang. Jangan seperti masa - masa kampanye yang mengobral suara "Akan Potong Mr.P" lah, "Akan Jalan Kaki Jakarta - Yogya" lah, "Akan pindah Kewarganegaraan" lah, tetapi setelah hasil sudah mutlak, semua ngeles-ngeles bajaj.
Warga Indonesia sudah pintar, mungkin beberapa masih belum (terbukti : selalu fitnah, menuduh tanpa bukti) pintar, karena warga sudah melek informasi. dan bisa menilai mana pencitraan mana yang beneran. Gak perlu tokoh - tokoh partai menyetir - nyetir si "A" yang paling baik, si "B" yang paling dajjal.
"KARENA KAMI TIDAK BUTA, KARENA KAMI MENGGUNAKAN HATI, KARENA KAMI BISA MEMBEDAKAN MANA HITAM MANA PUTIH, KARENA KAMI MEMILIH TANPA BAYARAN, KAMI BUKAN PENGHIANAT DEMOKRASI, TETAPI KAMILAH DEMOKRASI".
Salam Perubahan.V