Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Fenomena Salah Kaprah Soal Feminisme di Indonesia

13 Juni 2024   16:37 Diperbarui: 13 Juni 2024   18:20 125 7
Kata ‘Feminisme’ bukanlah hal yang terdengar asing lagi bagi kita. Belakangan ini, agenda gerakan-gerakan feminisme tentu seringkali banyak kita jumpai. Melalui postingan-postingan sosial media tentang pemberdayaan perempuan hingga terkadang dilakukannya aksi turun jalan guna menyuarakan hak-hak perempuan. Banyaknya realitas soal agenda feminisme ini ternyata bukan hanya berdampak positif bagi perempuan, namun terdapat pula sekelompok masyarakat Indonesia yang masih salah dalam mengartikan feminisme itu sendiri.

Lantas, sebelum lebih jauh sebenarnya apa itu feminisme?
Feminisme merupakan suatu rangkaian gerakan yang berfokus pada isu sosial, yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dengan menetapkan kesetaraan aspek politik, ekonomi, pribadi, dan sosial yang ada di masyarakat. Gerakan ini berfokus untuk menyetarakan serta mengubah pandangan masyarakat yang memprioritaskan sudut pandang laki-laki sehingga menyempitkan ruang gerak perempuan dalam bermasyarakat. Adapun sejarah mulai dipakainya istilah ini setelah diadakannya Konferensi Perempuan Internasional Pertama di Paris. Dibagi menjadi empat gelombang, dimulai dari abad ke-19 tepatnya 1848 di Amerika Serikat  untuk perempuan mendapat hak pilih dalam politik. Lalu, gelombang ke-2 tahun 1960-an yang berkampanye terkait kesetaraan hukum dan sosial bagi perempuan. Selanjutnya, gelombang ke-3 tahun 1990-an berkaitan dengan kebebasan individu hingga perhatian akan isu seksualitas. Terakhir yakni gelombang ke-4, dimulai tahun 2012 yang mana fokus pada pelecehan seksual, penyebaran kesetaraan, serta menaruh perhatian pada konsep interseksionalitas.

Melalui penjelasan sebelumnya, beberapa orang tentu memiliki perspektif yang positif mengenai gerakan feminisme ini. Akan tetapi, didasari dengan masyarakat yang berlatar belakang beragam, tentu tidak semua paham betul akan sisi positif dari feminisme. Buruknya, sebagian masyarakat ini menghina hingga menyalah artikan feminisme jauh dari apa yang sebenarnya ditujukan dari gerakan ini. Perilaku yang mungkin saja dilatarbelakangi oleh lingkungan patriarki atau bahkan misoginis adalah akibat dari adanya pandangan buruk terkait gerakan feminisme.

Sebelum mengulik lebih jauh, patriarki memang erat kaitannya dengan misoginis yang merugikan upaya penyetaraan perempuan di masyarakat. Patriarki merupakan sistem sosial atau stigma dimana menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama yang mendominasi. Sedangkan misoginis adalah bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang melibatkan kebencian dengan alasan tertentu. Kedua hal tersebut tentu berkaitan, dengan adanya perasaan mendominasi didasari budaya patriarki, sifat misoginis ini akan tumbuh secara tidak sadar. Akibatnya, banyak terjadi anggapan yang sangat merugikan perempuan contohnya saja adalah penyalahan korban ketika terjadi pelecehan seksual, hingga stigma perempuan yang hanya wajib “berias, beranak, memasak”.


Setelah mengetahui kaitan antara patriarki dan feminisme, kita melihat komentar pada platform instagram terkait isu sosial yang marak didiskusikan di ruang publik. Dikutip dari komentar akun bernama @anggun.maul adanya penyalahartian ini disebabkan adanya dukungan moral dari gerakan feminisme terkait isu childfree. Pada dasarnya, feminisme bukan hanya terikat pada kehidupan pernikahan, melainkan contoh memperjuangkan hal sesederhana lingkungan yang memberikan rasa aman dan nyaman untuk bepergian sendiri bagi perempuan. Atas alasan tersebut, feminisme bukanlah keinginan ajang untuk bebas dari tanggung jawab, melainkan dapat merasa setara, tidak termarginalisasikan, serta dihargai sebagai manusia yang juga memiliki pilihan atas hidupnya sendiri.
Selanjutnya, lewat postingan dari akun twitter dengan nama @stafsuscolonial, di mana menyatakan perujukan “kaum itu” pada gerakan feminisme dengan sederet masalah sosial yang disuarakan turut jauh disalahartikan. Penyalahartian seperti aborsi sama dengan pembunuhan adalah bukti nyata kebencian terhadap pilihan hidup seorang perempuan. Padahal, maraknya kasus perempuan sebagai korban pelecehan, sehingga terjadi kehamilan tidak diinginkan tentu merupakan hal yang merugikan perempuan. Hidup yang sudah dibangun bisa saja dipersulit oleh kehadiran yang belum memiliki kehidupan sama sekali. Terlebih lagi, pengartian childfree akan kepunahan merupakan hal yang berlebihan, padahal pilihan seseorang untuk menjadi orang tua tentu dilatarbelakangi banyak hal dan kesiapan penuh.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun