Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Pengelolaan Sektor Migas harus berpihak kepada kepentingan Nasional

7 September 2012   11:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:48 237 0
JAKARTA-GEMPOL, Masalah migas memang pelik, apalagi harga BBM dan minyak dunia naik terus. Padahal Penerimaan negara dari sektor migas dalam struktur APBN-P tahun 2012 mencapai Rp 265,942 Trilyun.

Data-data yang disampaikan ketua Kaukus Muda Indonesia (KMI) memperlihatkan bahwa penerimaan PPh migas sebesar Rp 64,596 Trilyun. SDA migas sebesar Rp 186,608 Trilyun (Rp 149 triliun minyak bumi dan Rp 39,71 Trilyun gas bumi) dan dari Domestik Market Obligation sebesar Rp 11,73 Trilyun.

Tata Kelola Migas harus di lakukan melalui revisi UU No 22 Tahun 2001, dimana sekelompok orang sudah mengujinya di hadapan majelis hakim MK (Mahkamah Konstitusi).

Adanya realitas yang perlu mendapatkan perhatian  bersama karena sudah ada kesadaran masyarakat luas akan bisnis di sektor migas dan berbagai persoalan terkait dengan migas nampaknya mulai tumbuh.

Yang harus jadi perhatian bersama dalam dalam tata kelola sektor industri minyak dan gas (migas) masih banyaknya gangguan eksternal nonteknis di bisnis migas yang totalnya mencapai 1234 kasus.

Masalah pencurian peralatan migas 648 kasus, gangguan operasi non teknis seperti unjuk rasa, sabotase, penghentian kegiatan, ancaman dan mengelola “modal sosial” dari masyarakat ini. Adanya hal seperti ini masih menunjukkan adanya ketidakadilan.”

Tata kelola bisnis migas di Indonesia harus benar-benar lebih diorientasikan kepada kepentingan nasional, yakni dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 ayat 3 UUD 1945). Bukan untuk kepentingan asing ataupun kepentingan kelompok tertentu.

Agar pengelolaan bisnis sektor migas di Indonesia lebih diorititaskan kepada kepentingan nasional. Yaitu dipergunakan untuk sebesar besarnya kemamuran rakyat.

Pengelolaan bisnis sektor migas di Indonesia agar lebih terpadu dan teritegrasi mulai dari hulu sampai hilir sehingga tidak saling tumpang tindih dan menghindari terjadinya konflik kepentingan.

Langkah ini diyakini sanggup membuat pembagian hasil bisnis migas yang tergolong pro rakyat dan menghingdari penyalahgunaan wewenang segelintir elit daerah

Badan Pelaksana Minyak dan Gas (BP Migas) terkesan menyembunyikan besaran biaya yang sudah terjadi di lembaganya.

KPK dalam kerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPK Pembangunan, dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menemukan ada sekitar US$ 1,7 Milyar yang tidak diterima negara sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Padahal BP Migas memiliki 254 kontraktor kontrak kerja sama (K3S).

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan bahwa pada 2011 pihaknya telah melaporkan kepada Presiden dan DPR tentang adanya kerugian negara sebanyak Rp 152,4 Trilyun dari pengelolaan oleh BP Migas.

Untuk meningkatkan pendapatan negara maka ESDM mengumumkan lima pemenang lelang wilayah kerja minyak dan gas bumi (migas) baru yang terdiri dari satu wilayah kerja migas konvensional dan empat wilayah kerja nonkonvensional.

Para pemenang lelang tersebut menjanjikan total investasi untuk eksplorasi tiga tahun pertama sebesar US$44,63 juta.

Investasi tersebut akan digunakan untuk beberapa kegiatan eksplorasi, antara lain studi G&G, survei seismik 3D, pemboran sumur eksplorasi, dan production test.

Masalah ketidakadilan masih saja terjadi di daerah-daerah penghasil migas, mereka hanya bisa menatap tanpa bisa berbuat apa-apa.

Sudah saatnya keuntungan migas diberikan kepada pemerintah daerah untuk kemakmuran rakyat sekitar produksi migas tersebut. Jangan seperti PT Freeport, Keuntungan yang didapat PT. Freeport Indonesia dari hasil tambangnya di Papua mencapai Rp 4.000 Trilyun. Hal ini dihitung dari hasil laporan cadangan mineral PT. Freeport Indonesia di tahun 2010.

Cadangan mineral PT. Freeport Indonesia berdasarkan laporan tahunannya di tahun 2010, cadangan emas sebesar 55 juta ons, tembaga 56,6 pounds dan perak 180,8 juta ons di tambang Grasberg. Maka dengan harga mineral terutama emas yang terus naik, cadangan ini berpotensi menghasilkan USD 500 Milyar atau sekitar Rp. 4000 Trilyun.

Setelah beroperasi lebih empat dasawarsa, total kontribusi PT. Freeport Indonesia hingga Juni 2011 sebesar 12,8 Milyar. Jumlah tersebut terdiri atas royalti USD 1,3 Milyar, deviden USD 1,2 Milyar, PPh badan USD 7,9 Milyar, PPH karyawan dan pajak lainnya USD 2,4 Milyar.

Masih banyak rakyat miskin di wilayah-wilayah pertambangan dan migas, jadi perlu peraturan lebih tegas lagi terhadap kebijakan pemerintah atas andil asing di Indonesia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun