Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature

Bekerja dengan Berpedoman pada Safety First

11 Mei 2012   09:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:26 498 0
JAKARTA-GEMPOL, Dalam kehidupan sehari-hari kita melihat banyak bahan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang di buang sembarangan dan ada juga yang di olah. B3 adalah semua bahan/ senyawa baik padat, cair, ataupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)  diidentifikasi sebagai bahan kimia dengan satu atau lebih karakteristik  mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, penyebab infeksi dan bersifat korosif.

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disebut limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.

Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai kegiatan utama adalah kegiatan usaha yang mempergunakan limbah B3 sebagai bahan material utama dalam proses kegiatan yang menghasilkan suatu produk.

Pengelolaan Limbah B3, berdasarkan Pasal 1 angka (3) PP 18/1999 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3.

Berkaitan dengan pengelolaan limbah B3, Pasal 59 UUPPLH, menentukan bahwa:

1. Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.

2. Dalam hal B3 yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan B3, mengangkut B3, mengedarkan B3, menyimpan B3, memanfaatkan B3, membuang B3, mengolah B3, dan atau menimbun B3 yang telah kedaluwarsa, maka pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.

3. Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.

4. Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

5. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.

6. Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.

Dalam bekerja perlu di bentuk standar operasional prosedur aktivitas di laboratorium yaitu standar aturan keselamatan di laboratorium. Misalnya, tidak boleh makan di laboratorium, tidak boleh merokok, memakai sepatu, kaus tangan, masker, baju praktek, serta peletakan zat kimia yang benar. Jangan  menganggap sepele masalah keselamatan laboratorium. Dari hal sepele bisa mengakibatkan bencana. Bekerja dengan aman atau tidak sama sekali sebelum masuk ke laboratorium.

Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan yang diperhitungkan di tata pergaulan internasional. Kuncinya keberhasilannya adalah dengan penguasaan teknologi yang tepat dalam upaya meningkatkan kualitas dan nilai tambah sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Selain itu, dibutuhkan juga kerjasama dalam upaya akselerasi pembangunan bangsa.

Di Indonesia banyak perusahaanyang belum memiliki laboratorium sesuai standar. Misalnya, bagaimana cara yang benar dalam peletakan zat kimia. Karena peletaka zat kimia tidak boleh berdasarkan abjad tetapi harus berdasarkan sifat zat kimia tersebut. Ada dua hal yang kerap menyebabkan kecelakaan dalam laboratorium. Yaitu, kondisi tidak aman dan tindakan tidak aman. Kondisi tidak aman bisa saja dihilangkan. Bahkan untuk beberapa hal begitu mudah diatasi.

Misalnya, dengan tidak membiarkan kabel listrik yang posisisnya berpotensi mengganggu aktivitas. Sementara tindakan tidak aman biasanya sangat sulit dihindari seperti kebiasaan, kurangnya pengetahuan dan kurangnya kesadaran. Pencegahan yang terbaik adalah menanamkan kesadaran bekerja dengan selamat pada setiap orang yang beraktivitas di laboratorium.

Keselamatan kerja sangat erat kaitannya dengan cara penggunaan alat dan bahan di laboratorium dan bagaimana cara memberikan pertolongan pertama setelah terjadi kecelakaan kerja. Penanggung jawab kegiatan di laboratorium harus memenuhi kompetensi ini karena semua kegiatan di laboratium di bawah pengawasannya. Keselamatan kerja di laboratorium di bagi menjadi dua garis besar yaitu sebagai berikut.

Keselamatan kerja Alat laboratorium

Alat laboratorium terbagi menjadi dua golongan yaitu alat berbahan gelas (kaca) dan alat berbahan selain gelas. Untuk alat-alat yang terbuat dari material gelas harus lebih hati-hati ketika digunakan. Pengguna harus menggunakannya dengan memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Alat gelas

1). Alat gelas rawan pecah sehingga harus ditempatkan pada wadah yang stabil dan tidak mudah patah.

2). Alat gelas yang dipanaskan di atas api langsung harus menggunakan bahan “PIREX”, untuk yang dipanaskan di atas api tidak langsung (menggunakan kaki tiga dan kasa) dapat menggunakan bahan lainnya.

3). Alat gelas memiliki batasan suhu yang dianjurkan ketika bekerja, bahan “PIREX” dapat dimasukkan kedalam oven dengan aman sedangkan bahan lain perlu dilihat pada buku manualnya terlebih dahulu. Kaca maksimal ditempatkan pada ruangan bersuhu 500 Celcius tanpa perubahan bentuk.

4). Alat gelas lebih tahan terhadap bahan kimia seperti asam kuat (pekat) maupun basa kuat dan tidak menyebabkan kontaminasi. Alat gelas lebih baik jika dibandingkan dengan logam karena tidak mudah bereaksi dengan bahan kimia.

5). Baca petunjuk manual dari masing-masing alat gelas sebelum bekerja.

b. Alat selain gelas

Alat selain gelas umumnya berbahan dasar logam.Alat selain berbahan gelas tidak memiliki rambu-rambu keselamatan kerja yang spesifik karena alat-alat tersebut lebih tahan terhadap kerusakan fisik dan cenderung tidak berbahaya. Akan tetapi, alat selain gelas memiliki paling tidak dua batasan yaitu:

1). Perhatikan suhu maksimal dari alat selain gelas. Alat-alat pengukur volum berbahan logam mungkin dapat menghasilkan perhitungan yang kurang akurat ketika digunakan pada suhu tinggi atau rendah. Biasanya suhu ruang sekitar 19 – 35 celsius merupakan suhu optimal.

Alat selain gelas berbahan dasar plastik (seperti gelas ukur dan corong plastik) memiliki batasan suhu ketika digunakan karena bahan plastik cenderung berubah bentuk pada suhu tinggi di atas 150 celsius.

2). Alat selain gelas berbahan dasar logam rawan mengalami korosi. Cek fisik dari alat-alat tersebut secara rutin untuk memastikan fungsinya berjalan normal. Alat seperti jangka sorong, mikrometer skrup, bahkan bunsen kaleng dapat mengalami disfungsi jika dibiarkan terkorosi. Khusus alat syringe dan jarum, jika telah mengalami korosi sebaiknya dibuang karena dapat berakibat fatal ketika terjadi kecelakaan dan mungkin mengakibatkan infeksi.

Dalam laboratorium mana pun sehati-hati kita memperlakuan peralatan, dapat terjadi botol pecah, kecelakaan ini adalah sesuatu yang harus diperhitungan, jadi keselamatan dan kesehatan kerja harus selalu diutamakan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun