Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, dinyatakan secara tegas dalam Pasal 28B ayat (1) UUD 1945: Â " Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah", sehingga setiap orang yang telah memenuhi syarat-syarat untuk melakukan perkawinan sebagaimana di tentukan dalam UU 1/1974 dijamin hak-haknya dan negara mempunyai kewajiban untuk memfasilitasi perkawinan tersebut.
Dengan demikian, perkawinan yang dilaksanakan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan sejatinya harus bersifat harmonis, langgeng, dan abadi, sehingga telah menjadi kewajiban bersama bagi suami dan isteri untuk mempertahankan dan membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warrohmah.
Namun demikian, negara juga berkewajiban untuk memfasilitasi apabila perkawinan yang diikrarkan langgeng dan abadi, tetapi karena suatu sebab dan alasan tertentu mengharuskan perkawinan tersebut harus berakhir, melalui lembaga peradilan kewenangan itu diberikan.
Dari uraian tersebut di atas, UUD 1945 telah memberikan perlindungan dan perlakuan yang adil terhadap setiap orang untuk membina dan mengembangkan rumah tangganya, sekaligus juga diberikan jalan keluar (law exit) apabila perkawinannya tidak dapat dipertahankan selama-lamanya.
Mahkamah Konstitusi sudah melakukan pengucapan putusan judicial review Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 39 Ayat 2 Huruf f pada minggu yang lalu. Pemohon uji materiil ini adalah Halimah Agustina binti Abdullah Kamil dengan kuasa hukum pemohon adalah Chairunnisa Jafizham Laica Marzuki.
Halimah menilai penjelasan Pasal 39 Ayat 2 Huruf f merugikan hak konstitusionalnya. Karena, pasal tersebut tidak mencantumkan hal-hal yang menjadi penyebab perselisihan/pertengkaran itu terjadi. Hal tersebut menyebabkan pihak istri seringkali merasa dirugikan dalam hal penyebab terjadinya pertengkaran.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menyatakan bahwa menolak atas gugatan Halimah Agustina binti Abdullah Kamil, janda Bambang Trihatmodjo, anak almarhum Soeharto, tentang Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 39 Ayat 2 Huruf f tentang Perkawinan.
Permohonan Halimah tidak bertentangan dengan konstitusi maka MK tidak bisa menerima dalil pemohon dan tidak ada kerugian konstitusional yang dialami pemohon. Menolak permohonan pemohon karena tidak ada kerugian konstitusional.
Kita ketahui bahwa hakikat perkawinan adalah merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Tujuannya adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal, yang didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk rumah tangga bahagia dan kekal sebagai tujuan dari masing-masing pihak dalam perkawinan.
Perkawinan dalam bahasa Agama disebut  mitsaqon gholidzon yaitu suatu perjanjian yang kuat. Perkawinan adalah perjanjian yang suci antara kedua insan yang berlainan jenis kelamin menjadi satu kesatuan yang utuh.
Perkawinan dimaksudkan untuk membentuk sebuah kehidupan keluarga yang kekal, utuh, harmonis, bahagia, dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya bahwa perkawinan merupakan satu bentuk penghambaan diri kepada Allah SWT.
Untuk itu dalam perkawinan diperlukan adanya saling pengertian, kesepahaman, kesadaran untuk membangun sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrohmah serta jangan ada sikap saling menyalahkan satu sama lainnya dan konflik rumah tangga antara keduanya.
Perkawinan juga ibaratnya sebuah biduk kapal, makanya dalam menjalankan perkawinan harus ada kerjasama antara nahkoda dan awak kapal tersebut. Bila tidak akan karamlah kapal tersebut kedalam lautan karena adanya badai yang terus menerus melanda.