JAKARTA-GEMPOL,Salah satu bangunan yang selamat dari terjangan gelombang tsunami Aceh adalah Rumoh Atjeh atau Museum Aceh. Dimana bangunan Museum Aceh ini mulai berdiri pada hari Sabtu, 31 Juli 1915 di sebelah timur Blang Padang.
Sebagai cikal bakal Museum Aceh adalah modifikasi bangunan Rumoh Aceh yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda di Aceh sebagai paviliun Aceh dalam pameran kolonial Hindia Belanda antara tanggal 13 Agustus-15 November 1914 di Semarang.
Berhubung juara terbaik dengan 4 mendali emas, 11 perak dan 3 perunggu maka Rumoh Atjeh tersebut dibawa pulang oleh F.W.Stammeshaus untuk dijadikan Museum Aceh. Itu karena juara, bila kalah maka sampai sekarang mungkin Aceh belum tentu ada Museum Aceh.
Saat F.W.Stammeshaus pulang kampung ke Belanda, beliau membawa serta koleksinya sebanyak lebih 2.700 koleksi dan akhirnya menjadi koleksi Tropen Museum di Amsterdam.
Sesuai dengan UU No.11 tahun 2006 maka Museum Aceh menjadi nomenklatur dengan status Unit Pelaksana Teknis Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh dari tahun 2010 hingga sekarang.
Banyak hal yang harus dibenahi menjelang usia Museum Aceh ke-100 tahun pada Juli 2015 nanti. Pola operasional yang sudah baik tentu haruslah dipertahankan dan dimanfaatkan sebagai aset wisata budaya.
Dalam beberapa tahun terakhir Museum Aceh kalah pamor dan kalah modern dibandingan Museum Tsunami yang letaknya 1 kilometer dari Museum Aceh. Disini yang menjadi penilaian pengunjung adalah tolok ukur pelayaan yaitu kepuasan.
Kerjasama dengan pihak lain seperti swasta meski dilakukan, perbaikan taman-taman dan fasilitas sarana kebersihan menjadi masalah utama bagi pengunjung. Perlu dibuat area wifi sebagai daya tarik dan kebutuhan lain aksesibilitas, sarana pendukung, lingkungan, serta publikasi yang luas kerjasama dengan media, NGO lainnya.