"Kalau pun ada buktinya saya kan bukan penyelenggara negara, boleh terima gratifikasi!" demikian kata Amidhan seperti yang dikutip TEMPO edisi 24 Februari 2014. Pernyataan ini sama dengan "Kalau saya bukan penyelenggara negara, kan tidak apa-apa korupsi!"
Kita jadi tahu, mengapa MUI menjadi bahan olok-olok dan mengapa produk-produk turunannya seperti fatwa-fatwa MUI tidak pernah didengar oleh umat. Ketua MUI tidak mengerti bahwa umat Islam Indonesia sudah pandai dan sudah tidak bisa disetir oleh pemimpin model "Durna" yang lebih mementingkan perolehan materi untuk pribadi daripada kesejateraam umat. Ketua MUI tidak mengerti bahwa kata-kata sholeh dengan kutipan ayat suci tidak akan berpengaruh kalau keluar dari mulut pemimpin agama yang tidak punya integritas moral.
Awal berdirinya MUI adalah ketika Suharto butuh para pemimpin agama untuk melgitimasi kekuasaan dan kebijakannya. Sejak awal MUI sudah menjual alat untuk kekuasaan dan uang. Karena itu pantas kalau MUI dan produk turunannya diberi label HARAM karena integritas mereka masih perlu dipertanyakan.