TKP di Jl. Abdul Muis, Sabtu (11/6/2011) saat jalanan sangat lengang, sekitar jam 15-16 sore, perkantoran libur.
Lagi buru2, mau ke Harco Mangga Dua... sy pake motor dengan kecepatan sedang. Dari arah Cideng masuk Jl. Tanah Abang 5 tembusan ke Jl. Abdul Muis lanjut ke arah Kota... Ketemu lampu merah refleks berhenti, walaupun tidak ada kendaraan melintas. Lampu merah berikutnya sy beriringan dengan angkot trayek "tenang bang - kotan".
Yang namanya angkot tentunya sudah tahu medan, apalagi sopirnya dari Medan. Angkot dengan perlahan tapi pasti melaju lewati lampu yang jelas sedang menyala merah. Sebelah sy ada juga satu pengendara motor. Kenyataannya memang tidak ada juga kendaraan lain yang melintas. Kami yang bermotor merayap samping angkot ikut menerobos lampu merah. Sekali lagi, jalanan sangat sepi.
Tapi alangkah terkejutnya saya.... di depan tiba2 dengan ajaib muncul 3 orang polisi mencegat, yang ternyata ada juga 2 mobil polisi terparkir dengan rapih di gerbang masuk perkantoran yang memang sedang libur. Jumlah personil saya perkirakan lebih dari 5 orang. (Kalo 1 mobil 4 orang, berarti ada 8 org ya...!?)
Singkat cerita saya diminta untuk menepi, dalam hati saya berkecamuk, aya2 wae yeuh (ada2 aja nih) lagi buru2 malah bisa jadi lama... Terjadi dialog, kira2 begini:
Polisi : "Selamat Sore...!"
Saya : "Sore...!" (dengan berusaha tersenyum)
Polisi : "Saudara tahu pelanggarannya apa..?" (ikut berusaha tersenyum)
Saya : "Iya, lampu merah!". (singkat, tetap dgn senyum terpaksa)
Polisi : "Mari ikut saya..!" (menuju samping belakang mobil) "Tenang saja, gak usah buru2..."
(saya turun dari motor lalu mengikutinya, tentunya karena kunci motor di tangan beliau)
Polisi: "Mau kemana buru2...?" (tahu, saya selalu lihat jam)
Saya : "Ke Mangga Dua, ke tempat sodara lagi sakit.."Â (jawab sekenanya)
Polisi : "Gimana, yang lain ditilang, sidangnya Jum'at depan atau mau bagaimana..?" (mulai jual mahal nih..)
Saya : "Waduh.."Â (masih berusaha senyum)
Polisi : "Kerja dimana..?" (ternyata ini kunci rahasianya) "Ada SIM kan..?"
Saya : "Bidang komputer Pak..!" (ternyata ini kunci berikutnya)
Polisi : "IT ya..?" (sambil gerakkan tangannya seperti lagi ngetik)
Saya : "Iya, di KOMPAS juga.. "(padahal maksudnya lagi belajar nulis di Kompasiana, tapi inilah Master Key-nya)
Polisi : "Kita sama2 orang lapangan, saling ngerti aja.., yang penting situ ikhlas dan buat saya pantes..." (ternyata kompas jadi kata sakti untuk meluruhkan hati polisi lho..)
(Setelah keluarkan SIM dan sedang diamatinya , saya rogoh uang 10rb di saku)
Saya : "Ini Pak.." (sambil mengepal selembar 10rb untuk salam tempel, sambil mengambil kembali SIM saya)
Polisi : "Ini kunci motornya.." (menerima salam saya)
Dengan segera saya memacu motor saya karena khawatir toko yang saya tuju terlanjur tutup. Saya tidak tahu nasib orang yang tadi sama2 dicegat.
Yang ingin selalu saya ingat yaitu :
- Ternyata, jebakan2 polisi masih ada, dan hebatnya personil sebanyak itu bisa aja ngumpetnya...
- Ternyata, 10rb masih pantes (atau dia blm sempat nge-cek sy keburu pergi, atau krn "KOMPAS"?!)
- Ternyata, Kompasiana sangat membantu dalam situasi kritis, sebut saja kontributor KOMPAS dan lihat responnya (belum dibuktikan secara ilmiah, gunakan hanya pada situasi kritis...)
- Ternyata, jangan percaya sama sopir angkot, bisa jadi dia sekongkol sama oknum tadi.