Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Nasib RSBI Bagai Layangan Putus

17 Januari 2011   07:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:29 364 1

Nasib sekolah RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) kini bagai layangan putus talinya. Terbang tidak jelas mengikuti arah angin tanpa ada yang memegang kendali. Gambaran ini muncul setelah membaca berita media massa di Bali, bahwa Gubernur Bali, Made Mangku Pastika sudah marah dan mengambil sikap apatis dan tak acuh akibat sikap para Bupati/Walikota (diluar Bupati Klungkung dan Bupati Bangli) yang tidak mau menyerahkan pengelolaan sekolah RSBI kepada propinsi. Sebenarnya, akar dari persoalaan ini adalah PP (Peraturan Pemerintah) No. 38/2007. Dalam PP ini disebutkan, dalam rangka pembiayaan sekolah RSBI harus dilakukan pembagian tugas. Untuk RSBI sekolah dasar dibiayai oleh pemerintah kabupaten, dan untuk RSBI SMP, SMA/SMK dibiayai oleh pemerintah propinsi. Semangat dari PP itu tentu ingin agar masing-masing pemerintah (propinsi dan kabupaten) bisa berkonsentrasi dalam mengembangkan sekolah RSBI sebab biaya pengelolaan sekolah RSBI memang tidak murah. Sekolah RSBI adalah sekolah yang dianggap telah mencapai standar nasional pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah dan diharapkan memiliki kemampuan “plus” lainnya. Untuk mencapai itu memang membutuhkan usaha dan perjuangan yang berat. Antara lain dalam proses belajar mengajar, menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran, kemudian pembelajaran kelompok sains, matematika dan inti kejuruan menggunakan bahasa Inggris atau bilingual (bahasa Indonesiadan bahasa Inggris). Untuk sarana dan prasarana, setiap ruang kelas harus dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis TIK, perpustakaan dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia dan sekolah memiliki ruang multi media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olah raga, klinik dan lain sebagainya. Belakangan ini sudah ada arahan agar sekolah RSBI juga memiliki kantin kejujuran. Untuk tenaga pendidik, minimal 30 % guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A. Sedangkan untuk kepala sekolahnya juga minimal berpendidikan S2, mampu berbahasa inggris secara aktif, bervisi internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial, leadership dan entrepreunership yang kuat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun