Pada ramadan ini, meski cuaca begitu terik, semangat Sahir tidak pernah kendur menggores bait-bait pahala ke dalam catatannya. Di bulan yang sakral ini, ia menapaki hari demi hari penuh perjuangan, menuruti pesan yang disampaikan Ibunya saat usianya sepuluh tahun dulu: jangan mengaku paling dekat denganNya, jika tidak berhasil memeras saripati ramadan, dan menenggaknya amblas. Sebelum akhirnya sang Ibu pun direngkuh ke pangkuanNya. Meninggalkan segudang pesan yang senantiasa diamalkannya. Sedangkan Ayahnya lebih dulu pamit.
KEMBALI KE ARTIKEL