Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Barter Ala Anak Ladang

8 Januari 2014   07:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:02 120 0

Perjalanan saya mengabdikan diri di bumi Sabah, Malaysia sudah genap 2 tahun. Bahkan kini sudah memasuki periode kontrak ke-2, artinya ada amanah mulia yg begitu berat yg harus kembali terpikul selama 2 tahun ke depan. Malam itu ada BBM dari teman saya, yang kemudian kembali membangunkan saya dari tidur panjang, beristirahat menulis yang seakan ndak pernah kembali bangun dan bangkit. Kata teman saya, "Hei kemana saja kamu, mana tulisan-tulisanmu itu? Ini ladang bro, ladang untuk merangkai cerita indah kita, yang kelak akan dibaca dan menjadi penyemangat bagi generasi penerus kita akan arti sebuah pengorbanan, pengabdian dan keikhlasan serta kesabaran". Bak Kumbakarna dicabut bulu cupunya saat bertapa di gunung kumba-kumba, saya terbangun dan tersadar, padahal saya saat itu sedang tidur di sebuah shelter di kantor perwakilan RI di Tawau. Ya memang saya sedang membantu konsulat yang sedang mengadakan sidang istbat nikah terhadap 795 pasangan TKI yang menikah sirri di Malaysia. Segera kuraih smartphone yang telah setia menemani hari-hariku, kuberniat menulis sebuah pengalamanku selama di sini. Dan memang tidak terlalu sulit menemukan pengalaman-pengalaman menarik selama di sini, karena sebetulnya semua hari-hariku disini adalah gudang pengalaman menarik yang jika diputar balik oleh mesin waktu pasti akan menjadi film dokumenter yang mencengangkan dunia. Betapa tidak, saya yang termasuk dri 250an guru-guru yang dikirim Pemerintah Indonesia menjadi garda terdepan dalam melayani 1,5 juta hak warga negara yang menjadi pahlawan devisa bagi bangsa Indonesia, ditempatkan di tengah-tengah hutan sawit, yang terhampar luas se negeri sabah, yang apabila dilihat dari udara memang bak hamparan permadani hijau raksasa. Saya sendiri ditempatkan di sebuah ladang yang berjarak 85 km dari pusat kota kecamatan atau sekitar 2-3 jam waktu perjalanan menggunakan kendaraan mobil. Akses untuk masuk ke ladang, biasa menggunakan kendaraan mobil yang hanya ada 1 kali dalam 1 hari. Jalan sekian panjang masih berupa jalan tanah yang apabila hujan bukan lagi licin tapi bisa-bisa mobil truk pun terpendam di tengah jalan, dan apabila musim kemarau tiba, debu berterbangan menjadikan setiap apapun yg melintas akan terbungkus oleh debu tidak kurang dari 5 mm. Ada jalan lain untuk masuk ke ladang tempat saya bertugas dan separuh jalannya sudah diaspal, tetapi harus menyeberangi sungai Kinabatangan, sungai terbesar dan terpanjang se-Sabah Malaysia yang konon dihuni oleh buaya2 raksasa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun