Dalamkancah politik nasional, Hanura saat ini sudah bagaikan dinosaurus. Partai yangdidirikan Wiranto ini sudah menemui kepunahannya setelah dinahkodai oleh suksesornya,Osman Sapta Odang alias OSO.
Ditangan kepemimpian OSO, Hanura hanya mampu meraup 1,54 persen suaradalam Pemilihan Legislatif 2019. Lantaranitu, partai yang didirikan pada 21 Desember 2006 ini gagal memenuhi ambang batasperlementer yang ditetapkan sebesar 4 persen. Sebagai konsekuensinya, partaiorange ini tidak memiliki perwakilan di DPR RI Periode 2019-2024.
Karenatidak memiliki kursi DPR RI dan cuma mengantongi 1,54 persen suara, Hanuraberpotensi hanya menjadi penggembira dalam ajang Pilpres 2024. Pasalnya,presidential threshold dengan menyaratkan 20 persen gabungan kursi parlemenatau 25 persen gabungan suara parpol kemungkinan besar akan kembalidiberlakukan dalam gelaran Pilpres 2024.
Menariknyaperolehan 807 kursi DPRD dianggap sebagai prestasi yang membanggakan.
"PecahnyaHanura terjadi pada Januari 2018 ketika loyalis Wiranto melakukan makar kepadaKetua Umum Hanura, bang OSO, tapi berkat ketekunan kepengurusan yang tersisa,kemudian Hanura bangkit kembali. Walaupun belum optimal dan tidak lolos keSenayan, tapi mampu meloloskan 807 anggota DPRD se-Indonesia," ujarloyalis OSO, Inas Nasrullah Zubir pada 18 Desember 2019 kepada Detik.com
Dengankecilnya kemungkinan ikut mengajukan pasangan capres-cawapres dalam Pilpres2024, Hanura seharusnya dapat lebih menfokuskan segala sumber daya yangdimilikinya untuk menghadapi Pileg 2024.
Sekalipunsulit bagi Hanura untuk menjawarai Pileg 2024, setidaknya partai ini bisacomeback ke Senayan. Pertanyaannya, apa sumber daya yang dimiliki Hanura dibawah kepemimpinan OSO yang sekiranya bisa membawa kader-kader partai ini masukke Senayan?
KondisiHanura hampir mirip dengan Gerindra, Demokrat, Nasdem, dan Perindo yangbergantung pada faktor ketokohan pemimpinnya. Bila Gerinda mengandalkan PrabowoSubianto, Demokrat mengedepankan sosok Susilo Bambang Yudhoyono, Nasdem denganSurya Palohnya, dan Perindo dengan Hary Tanoesoedibyonya, maka Hanuramengandalkan sosok Wiranto sebagai pendirinya.
Hanuratidak seperti PDIP yang bisa meraup banyak suara lewat daya tarik Jokowisebagai kadernya. Hanura juga tidak seperti PKS yang dikenal dengan militansikadernya. Lebih lagi, Hanura tidak seperti PPP, PAN, dan PKB yang memilikibasis massa berjumlah puluhan juta. Hanura pun tidak seperti Golkar dengankadernya yang tersebar hingga pelosok tanah air.
Disamping itu Hanura tidak pun tidak seperti Nasdem dan Perindo yang memilikimedia yang dapat menjadi jembatan penghubung partai dengan calon pemilih.Bahkan Hanura pun tidak mempunya cyber troop sebagaimana PKS dan PSI.
Dengansegala kekurangan yang dimilikinya itu, selama di bawah kepemimpinan Wiranto,Hanura mampu meraih 3,77 persen suara pada Pileg 2009. Bahkan raihan suaraHanura meroket menjadi 5,26 persen suara pada gelaran yang sama lima tahunkemudian. Padahal ketika itu Hanura memilih menjadi oposisi terhadap pemerintahSBY.
Sebaliknya,setelah Wiranto tidak lagi menjabat ketua umum partai, raihan partai ini terjunbebas pada Pileg 2019 menjadi hanya 1,54 persen. Ironisnya, saat Pileg 2019,Hanura yang kala itu sudah dipimpin OSO selama lebih dari 2 tahun merupakansalah satu parpol koalisi pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla.
Hancurleburnya raihan suara Hanura pada Pileg 2019 membuktikan bahwasannya ketokohan OSOtidak diterima masyarakat sebagaimana Wiranto sebelumnya.
Kepadamedia, OSO mengajak seluruhkader partainya untuk berjuang dari nol demi memenangkan kontestasi PemilihanUmum 2024.
"Lima tahun tidak lama, untuk menyambutkemenangan di 2024 kita berjuang dari nol, dari nol, dari nol untuk jadipahlawan kemenangan yang akan datang. From zero to hero," kata OSOsaat membuka Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Hanura di Hotel Sultan,Jakarta, pada 20 November 2019 sebagaimana yang dikutip oleh CNNIndonesia.com.
Ajakan OSO tersebut nampaknya cuma permainanbibir saja. Faktanya, kondisi Hanura saat ini semakin berantakan oleh konflikantar elitnya.
Setelah memecat Sekjen Hanura SarifuddinSudding dengan alasan yang sama sekali tidak jelas pada 2018, OSO kembalibertikai dengan elit Hanura lainnya. Parahnya, OSO kini berseteru denganWiranto, pendiri sekaligus tokoh yang membesarkan Hanura.
Konflik internal Hanura sudah meletus sejak2017. Kala itu Wiranto menyerahkan jabatan ketua umum partai kepada OSO. Gegaratransisi pucuk pimpinan parpol inilah keluar mosi tidak percaya dari 27pengurus Dewan Perwakilan Daerah (DPD) I Hanura.
Lantaran peristiwa itu, Hanura terbelah dua antara kubu OSO yang dikenaldengan nama kubu Manhattan melawan kubu Ambhara yang dipimpin Sudding. Sudding.Setelah kalah dalam pertarungan kubu Sudding melompat ke partai lain. Suddingsendiri pindah ke PAN. Sementara Dadang Rusdiana pindah ke Nasdem.
Tapi, OSO bukan hanya berkonflik dengankader-kader Hanura saja, mantan ketua DPD RI ini pun bersengketa dengan KomisiPemilihan UMUM. OSO yang saat itu sudah menjadi Ketua Umum Hanura ingin majukembali sebagai calon DPD untuk periode 2019-2024.
Tentusaja keinginan OSO ini bertentangan dengan konstitusi sebab dalam Putusan MK Nomor30/PUU-XVI/2018 mengamanatkan pelarangan pengurus partai politik rangkapjabatan sebagai anggota DPD.
Tindaktanduk OSO yang banyak maunya tanpa memikirkan peraturan yang telah disepakatibersama ini mengingatkan pada sosok mantan Dirut PT Garuda Indonesia ArieAskhara. Hanya saja, Arie masih mikulduwur mendhem jero kepada sosok-sosok yang berjasa kepadanya. Sebaliknya,OSO dengan berani menentang Wiranto yang telah berjasa menyerahkan tampukpimpinan Hanura kepada dirinya.
BahkanOSO mengatakan “Bukan urusanmu” untuk membalas desakan mundur dari Wiranto.
"Itu bukan urusan dia, itu urusan Munasdan Mubes meminta saya kembali," kata OSO di arena Munas ke-3 PartaiHanura di Jakarta, pada 18 Desember 2019 seperti yang dikuitip Wartaekonomi.co.id.
OSOmungkin tidak menyadari bila ia berhadapan dengan Wiranto sang pemegang kunciHanura. Jika mau, Wiranto bisa saja mendorong loyalisnya untuk menggelarmusyawarah luar biasa untuk mendepak OSO dari kursi Ketua Umum Hanura.
Tetapi,untuk membangkitkan kembali Hanura seperti semula, Wiranto bukan hanya perlumemecat OSO, melainkan juga harus mencari pengganti OSO yang tepat bagi Hanura.
Untukkembali mendapatkan kursi parlemen, Hanura harus dipimpin oleh tokoh yangmemiliki tingkat popularitas dan elektabilitas tinggi sehingga mampumendongkrak tingkat elektabilitas Hanura.
Menurut hasil survei yang dirlis LembagaSurvei Indonesia (LSI) pada September 2019, ada 15 nama yang patut digadangkuat sebagai presiden Indonesia di 2024. Di antaranya, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo,Anies Baswedan, Sri Mulyani, BudiGunawan, Tito Karnavian, dan Gatot Nurmantyo. Dari nama-nama tersebut Hanuratinggal memilihnya. Dan pastinya sudah barang tentu atas restu Wiranto sebagaitokoh kunci Hanura.
Masalahnya, melengserkan OSO bukanlahpekerjaan mudah seperti membalikkan telapak tangan. Seperti Arie Askhara, OSOpastinya memiliki banyak loyalis yang siap membentenginya.
Namun demikian, loyalitas pengikut OSO dapatdengan mudah dilunturkan bila Wiranto turun gunung langsung. Dan, melihatsituasi dan kondisi Hanura yang kian memburuk, pelengseran terhadap OSOsebaiknya dilakukan dalam waktu dekat.
*dimuat juga di gsite.id