Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Jokowi Memang Handoko, Sang Banteng yang Blusukan

6 Februari 2014   13:56 Diperbarui: 25 Desember 2018   22:13 3898 25

Hari ini, Kamis (6/2/2014) dunia maya ramai membicarakan serangan terhadap Jokowi. 

“H” di depan nama Jokowi diisukan bukan gelar haji tapi “Handoko”. Sebenarnya ini isu basi yang kembali dihangatkan. 

Isu ini merupakan kelanjutan dari tudingan yang disarangkan Rhoma Irama kepada Jokowi. 

Saat itu di Masjid Tanjung Duren, Rhoma yang mengaku dirinya sebagai mubaligh mengatakan nama kecil Jokowi adalah Ahwang (entah bagaimana penulisannya). Kemudian disebutkan juga oleh Rhoma bahwa orang tua Jokowi beragama Kristen. 

Dari khotbah Rhoma inilah huruf “H” di depan nama Jokowi disebut sebagai “Handoko”.

Seharusnya, para pendukung Jokowi senang dengan “nama baru” Jokowi ini. Sebab Jokowi memang identik dengan “Handoko”. 

Dalam bahasa Jawa Kuno Handoko, Nandoko, atau Andoko berarti banteng (Sumber: http://namafb.com/2012/09/21/ratusan-nama-bayi-laki-laki-jawa-kuna-kawi/).

Bukankah Jokowi adalah kader PDIP yang berlambangkan banteng bermoncog putih? Jadi tidak salah dong kalau Jokowi bergelar Handoko. Ya, Jokowi adalah sang Banteng.

Sedang dari http://www.arti.namabayi.biz/2013/08/arti-nama-handoko-laki-laki-sansekerta.html Jokowi memiliki arti tinggi dan tersohor (populer). Nah, siapa tokoh yang paling tinggi tinggi tingkat elektabilitasnya? Jawabannya, Jokowi. 

Menurut survei Litbang Kompas tingkat keterpilihan Jokowi mencapai 43,5 %, paling tinggi di antara capres lainnya. Pesaing terdekat saja Prabowo Subianto “bermukim” di belasan persen. 

Lalu siapa yang terpopuler? Kalau yang ini mah pasti Bang Haji Rhoma jawabannya.

Yang menarik bila menyimak Suluk Plencong (Serat Perdayangan)

ANGREKSA REKASAHANE HAMUDYA TUWUH

JAWI RUMEKSA ING SATIGIL RUWANA DWIPA

MANGERTINYA SAMYA AJI SIGUNGGUNG JAYA RANA

WOS KANG DADI SARTO WEDHI WERAH HUWONO

SI MAHESTAKA TANTAKA HANDOKA HYANG JAYA GIRING WESI

HAMENGKU ANA ING TANAH JAWI JAWA PAMUDYA

UTAMA UTAMANE AMENG GUNA KALAWAN SEKTI

MURIH HAYU KARAHOYONANE PRAHURUSA

“Pada setiap tempat keagungan pasti ada Sang Kuasa Agung yang menjadi tuntunan

Yang bernaung di tanah utama Jawi (Nuswantara) itu berasal dari asal mula keagungan

Keagungan itu menjadi dasar tutunan utama bagi semua sang hidup atau hidup itu sendiri

Semua itu sudah menjadi tatanan kehidupan yang harus dipatuhi oleh semua mahluk hidup yang bernaung didaerah itu

Sang Maha Banteng yang mengendalikan semua itu mulai dari banteng (Handoko)

Sejak jaman Hyang Jaya Giring Wesi(Raja yang masih menggunakan ilmu Manunggaling Semesta Alam)

Raja itu mengatur tanah Jawi dengan kekuasaan semesta alam(Sabdha Panditha Ratu)

Titah raja adalah titah semesta alam (bisa dikatakan raja adalah tangan Tuhan di dunia)

Semua itu hanya untuk menjaga keseimbangan alam dalam tata kehidupan dari awal sampai akhir”.

(Sumber:http://bantengannuswantara.wordpress.com/2009/03/11/narasi-pagelaran-kesenian-bantengan-nuswantara/)

Menurut suluk itu ada raja yang laksana banteng. Raja itu memimpin dengan ilmu Manunggaling Semesta Alam.

Manunggal Semesta Alam berarti menyatu dengan alam atau lingkungan sekitarnya, tanpa ada perbedaan. 

Nah, apakah yang dimaksud Manunggaling Semesta Alam itu blusukan?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun