Gemulai dan lentur gerakannya seakan tubuh itu bertulang lunak. Melengak kesana, melenggok kemari. Melangkah maju, lalu mundur. Bergeser ke samping kanan, selanjutnya selangkah ke kiri. Berputar dengan jari tangan mengapit selendang. Kemudian penari itu menurunkan tubuhnya, hingga bertumpu pada lututnya. Sedetik, dua detik ia terdiam. Beberapa saat kemudian ia bangkit berdiri tegap. Tangan kanannya direntangkannya, sedang tangan kiri bertolak pinggang. Sejurus kemudian ia bergerak cepat dan sigap. Kakinya menghentak-hentak bertenaga diiringi tetabuhan yang didominasi bunyi kendang dan rebab. Tidak terlihat lagi karakter perempuan lembut dalam kesantunan tata krama. Kini ia seolah bertiwikrama menjadi sosok perkasa yang beringas mengalirkan angkara murka. Dengan wajah pun merah menakutkan!