Kalimat tersebut diucapkan oleh karakter Juliet Capulet yang sangat mencintai Romeo Montague. Padahal menurut cerita tersebut, keluarga Montague dan Capulet saling bermusuhan.
Juliet menganggap Romeo adalah seorang pria yang ia kasihi. Ia mencintai Romeo apa adanya meskipun Romeo menyandang nama Montague. Keluarga Juliet sangat alergi dengan keluarga Montague, begitu juga sebaliknya.
Tetapi meski mendapat tentangan keras dari masing-masing keluarga, toh kisah asmara keduanya berjalan terus. Bukankah dua orang yang sedang dilanda asmara kelas berat tidak memikirkan atau mempertimbangkan apapun kecuali diri mereka berdua? Mereka menganggap dunia milik berdua, lainnya cuma ngontrak. Hehe...
Sayangnya, kalimat Juliet tersebut sering dipakai sesuka hati oleh banyak orang sehingga maknanya kerap berada di luar konteksnya. Padahal kalimat Juliet itu masih ada lanjutannya: "That which we call a rose by any other name would smell just as sweet" yang artinya, bila kita mengganti nama bunga mawar dengan nama lain, bunga itu tetaplah berbau wangi. Tapi ya suka-suka mereka saja.
Terlepas dari kalimat awal Juliet yang mempertanyakan tentang nama, nama tetaplah penting. Bila kisah Romeo dan Juliet itu memang nyata, bila orang tua Romeo dan Juliet tidak menganggap nama mereka penting, mereka akan memberi nama anak mereka secara asal-asalan.
Mungkin Romeo akan diberi nama "Donkey' atau keledai karena hewan itu membantu manusia untuk mengangkut orang dan barang-barang berat. Begitu juga Juliet mungkin akan diberi nama "Chicken" karena ayam adalah makanan elit para raja di era pertengahan.
Orang tua Romeo justru memberi nama anak laki-laki mereka Romeo, yang maknanya dalam agama Kristen adalah peziarah menuju Roma. Sedangkan nama Juliet bermakna bersifat muda atau awet muda. Mungkin orang tua Juliet memberi nama anak semata wayangnya itu agar anak mereka senantiasa ceria, riang gembira dan bersemangat. Mungkin lho ya, wong kisah itu cuma fiksi.
Jadi intinya nama adalah peting, dimana inspirasinya bisa dari mana saja, bisa dari nama-nama yang sudah ada, dari alam sekitar hingga nama-nama yang bernuansa religi. Biasanya orang tua akan mempertimbangkan nama untuk anaknya dengan masak-masak sebelum akhirnya memilih sebuah nama.
Orang tua memberi anak perempuannya misalnya 'Bunga" agar kelak menjadi wanita yang cantik dan disukai banyak orang. Contoh lain adalah nama 'Bintang' yang bisa digunakan untuk anak laki-laki dan perempuan. Orang tua bermaksud memberi nama anaknya dengan nama itu, mungkin berharap kelak anak-anak mereka menjadi anak yang cemerlang atau bercahaya baik dalam hal perilakunya dan pikirannya.
Ada juga yang memberi nama anak-anak mereka dengan nama dari dunia pewayangan Jawa. Misalnya nama saya yang kata orang tua saya berasal dari tokoh superhero Gatotkaca. Harapannya kelak ketika saya dewasa tubuh saya kuat dan berotot seperti superhero tersebut. Padahal yang sebenarnya malah sebaliknya, sejak dulu hingga sekarang perawakan saya terbilang ramping. Hehe...
Atau mungkin orang tua memilihkan nama anaknya "Batari" yang juga merupakan nama dalam dunia pewayangan Jawa. Ketika orang tua memberi nama anaknya dengan nama tersebut, harapannya kelak anak perempuan mereka akan berwajah cantik, secantik bidadari. Eee tapi kalau yang ini rasanya benar, lho. Kalau kita search di internet, orang yang namanya Batari rata-rata berparas cantik. Coba deh googling. :)
Sebagian orang tua ada yang memberi nama anak-anak mereka berdasarkan masukan dari keyakinan atau religi. Karena mendasarkan pada religi, nama-nama tersebut bisa bersumber dari kitab suci atau pun riwayat orang-orang suci di masa lalu. Nama-nama yang diambil dari situ sudah pasti mengandung sifat kebaikan yang menjadi bagian dari nilai-nilai suatu religi.
Para orang tua mungkin akan melakukan berbagai hal, misalnya berkonsultasi kepada ahli agama atau mungkin melakukan ibadah atau ritual tertentu sebelum memberi nama untuk anak-anaknya. Mereka ingin nama yang disandang oleh anak-anaknya akan mencerminkan diri mereka ketika mereka dewasa nanti.