APA jadinya ketika seorang wartawan mau mengetik huruf N tapi terpeleset ke B? Apa jadinya pula ketika wartawan meninggalkan huruf r saat mau mengetik "kontrol"? Sudah pasti koran yang telah cetak akan menuai kecaman, atau malah jadi bahan tertawaan. Ini yang terjadi pada terbitan Jawa Pos edisi 19 Oktober 2010 yang menulis judul: Pintu Samping Ditutup, Tamu Dapat Dikontol Petugas. Berita ini sehari kemudian diralat oleh redaksinya. Apakah sudah cukup dengan ralat? U
ntuk pembaca memang sudah cukup. Tapi bagi awak redaksi, ini tentu belum cukup. Ada pembelajaran buat ke depan tidak terulang. Bahwa ternyata unsur ketelitian mutlak diperlukan untuk sebuah media. Tidak hanya teliti tentang data, yang biasa kita sebut dengan disiplin verifikasi dalam elemen jurnalistik, namun teliti juga kata per kata, bahkan huruf per huruf. Dalam sebuah pemberitaan yang telah jadi dan naik cetak di media koran atau majalah dan online, ataupun tayang dalam media televisi, cacat dalam sebuah tulisan kadang tak bisa diterima oleh pembaca. Ini merupakan daya tawar yang tak mau ditoleransi pembaca atau pemirsa. Karena pemberitaan adalah penyebaran informasi ke masyarakat luas, yang dampaknya bisa tragis bila ada kesalahan dalam isi beritanya. Lebih-lebih salah dalam memberikan data. Jauh sebelumnya, dalam kasus serupa dengan salah ketik, ada sebuah koran yang hendak menuliskan Nabi Muhammad menjadi Babi Muhammad. Di papan ketik, letak huruf B dan N memang berdekatan. Bagi pengetik, itu wajar. Namun bagi pembaca, saat koran itu sudah jadi dan dibaca masyarakat luas, dampaknya berbuah pelecehan bagi sekelompok masyarakat. Apalagi sekelompok masyarakat ini termasuk mayoritas. Akhirnya, berita inipun menuai protes dan demo ke kantor redaksi suratkabar tersebut. Tragis bukan? Ketelitian bagi seorang wartawan buat saya sepertinya mutlak diperlukan. Mungkin bukan merupakan modal utama ketika seseorang mau terjun jadi wartawan. Namun sangat diperlukan untuk menjaga kualitas dari wartawan atau media. Teliti dalam mengetik mungkin bagi sebagian wartawan sangat sepele. "Toh ada redaktur yang akan mengkoreksi. Yang penting data-data yang saya sajikan dalam tulisan sudah sesuai dengan yang saya dapat," mungkin ini yang ada dalam benak wartawan. Memang, dalam alur berita itu jadi untuk naik cetak ada 2 benteng (atau bahkan 3 benteng) yang akan mengkoreksi ketelitian, baik data maupun huruf dalam tulisan. Masih ada redaktur yang menjadi editor, lantas diserahkan ke Redaktur Pelaksana (Redpel) atau juga ke Pemimpin Redaksi (Pemred) untuk mendapat pengesahan berita itu dicetak. Bahkan urusan judul menjadi bagian mutlak dari redaktur. Dalam kasus yang terjadi di terbitan Jawa Pos tersebut, mutlak ini saya anggap kesalahan dari Pemred atau Redpel. Redaktur memang bisa saja disalahkan. Tapi tidak buat wartawan. Meski begitu, ketelitian tetap menjadi keharusan buat seorang wartawan. Bukankah Redaktur, Redpel dan Pemred juga wartawan? Hanya saja dibedakan status "Jabatan" dalam manajemen keredaksian. Dan jika berita sudah naik cetak, bila ada yang salah, Pemred lah yang seharusnya bertanggung jawab. Meski sebenarnya ini kesalahan kolektif. Kembali ke ketelitian dalam pengetikan, saya memilih untuk meningkatkan kemampuan saya dalam mengetik dengan 10 jari. Tanpa menengok lagi letak-letak tombol dalam papan ketik, saya menyaksikan langsung hasil ketikan saya dalam monitor komputer. Sehingga saya bisa langsung mengetahui adanya salah ketik, dan cepat-cepat mengkoreksinya. Cara lainnya bisa dengan membaca ulang berita yang telah jadi. Atau membaca ulang paragraf per paragraf yang telah jadi. Bisa juga membaca ulang kalimat per kalimat yang telah jadi. Sekarang ini sering jadi kendala buat yang terbiasa menggunakan gadget, mulai dari handpone hingga papan Qwerty. Sehingga sering saya menemui tulisan wartawan yang disingkat, seperti yg untuk mengacu ke yang, tsb untuk tersebut, dan seterusnya. Kebiasaan ini tentu tak boleh dibawa dalam mengetik untuk berita. Ketelitian dalam mengetik, meski sepele ternyata bisa membuat dampak yang sangat besar. Jadi telitilah dalam mengetik. Hafalkan letak-letak dalam papan ketik dan mulailah mengetik tanpa melihat ke papan ketik, tapi ke layar komputer. (*) tulisan ini juga dipost-kan di
http://gatotaribowo.blogspot.com/2010/10/ketelitian-modal-tambahan-buat-wartawan.html
KEMBALI KE ARTIKEL