Daripada berdebat mengenai substansi, peraturan, atau "seharusnya begini ....". Marilah kita mulai cerita ini, di tepian Pulau Javadwipa tersebutlah kakek terkenal nan bijak. Surosabar demikian namanya, mengutarakan pesan kepada generasi setelahnya:
tahun demi tahun abad demi abad,
semakin lama waktu semakin cepat pulalah ia,
ketika sesuatu terjadi berkebalikan dengan tujuan
maka demikianlah pertanda matahari akan mulai memerah semerah darah
Pesan sakti itulah yang mungkin disebut dengan "teori negasi", semua akan terjadi berkebalikan dengan yang seharusnya terjadi. Ratusan tahun kemudian, pesisir indah Javadwipa telah menjadi kota besar, dan jaman negasi yang diceritakan Sang Kakek mulai terjadi. Aturan hukum yang diciptakan untuk menciptakan keadilan justru menjadi alat ketidakadilan paling kasat mata. Negara yang mengaku demokratis justru melahirkan korupsi mufakat. Jalanan yang dulu lama menjadi semakin lama ditempuh karena alat pemercepat justru bertumpuk-tumpuk tak terhingga jumalahnya. Saat kondisi terburuk, orang yang berjalan kaki akan lebih cepat dari pengendara mobil yang terjebak kemacetan. Matahari semakin memerah, pertanda kegelapan malam akan segera tiba. Manusia akan tetap mengeluh selama ia masih ingin mengeluh, tapi bumi akan melakukan hal yang menjadi kewajibannya, berputar dan terus berputar sampai Yang Maha Kuasa menyuruhnya berhenti..........