Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Pilihan

Juara Euro 2020: Mimpi Besar Raheem Sterling, Seorang Bocah Imigran

30 Juni 2021   18:15 Diperbarui: 30 Juni 2021   18:28 397 6
Meski tampil kurang memukau bersama Manchester City pada musim 2020/21, Raheem Sterling yang masuk ke skuad tiga singa berhasil menumpas segala ragu. Dia yang dipercaya Gareth Southgate untuk mengisi salah satu posisi di skuad utama Inggris nyaris selalu mencetak gol dalam setiap laga.

Di laga pembuka melawan Kroasia, Sterling mencetak satu-satunya gol yang dicetak timnas Inggris. Kemudian, dia gagal mencetak gol ketika Inggris hanya bermain imbang melawan Skotlandia. Di partai pamungkas grup D, Sterling kembali menjadi pahlawan setelah Inggris kembali petik kemenangan untuk pastikan posisi pertama.

Satu lagi pertandingan yang dijalani timnas Inggris, nama Raheem Sterling muncul dalam daftar pencetak gol. Dia yang masuk ke skuad utama dalam laga yang cukup berat melawan timnas Jerman, berhasil mencetak salah satu gol bersama dengan nama Harry Kane.

Raheem Sterling, yang bila dilihat dari sosoknya sekarang, tak jarang dari kita akan berpikir bahwa beruntung bisa menjadi sepertinya. Namun dibalik segala kemewahan yang bisa didapat dengan mudah, Sterling harus melewati berbagai cerita kelam yang bahkan sampai ciptakan tumpahan darah.

Ya, di usia dua tahun, Sterling dihadapkan langsung dengan sebuah peristiwa yang sulit untuk dilupa. Dia menjadi saksi dari tewasnya sang ayah, yang ditembak dengan sebuah senapan. Tidak diketahui apa alasannya, yang pasti, ayahnya meregang nyawa karena ulah geng berbahaya di tempat kelahirannya, Jamaika.

Kisah kelamnya itu lantas diabadikan oleh Sterling lewat sebuah seni tato yang terletak di kaki kanannya. Gambar senapan terlihat jelas di bagian kaki yang digunakannya untuk 'menembak'.

Sterling adalah seorang bocah yang memiliki masa kecil tak mengenakkan. Dia yang tinggal di kawasan berbahaya di Jamaika lalu diangkut oleh ibunya untuk terbang ke Inggris. Sekitar empat tahun setelah kematian sang ayah, Sterling mulai menetap di Inggris. Dia tinggal di wilayah yang juga terdapat banyak etnis.

Jadi, dia sudah terbiasa dengan keberagaman. Tidak akan ada yang mempermasalahkan latar belakang, keyakinan, dan hal serupa lainnya. Yang pasti, semua orang dituntut untuk bersikap baik bila memang ingin bertahan.

Sterling yang tidak merasakan kasih sayang sang ayah dan juga kerap ditinggal ibunya pergi bekerja, melampiaskan segala rasa kesepian kepada sebuah tanah lapang untuknya bermain bola.

Baginya, bermain sepakbola adalah cara terbaik untuk melupakan segala permasalahan. Ketika dia sudah bertemu jalanan, maka ingatan tentang orang tua akan segera hilang. Tidak ada kesedihan maupun cerita kelam. Yang ada hanya kebahagiaan dan mimpi yang terus terpajang. Mimpi menjadi seorang pemain hebat, dengan membawa negara tercinta berdiri di panggung juara.

Sterling sangat bersyukur bisa mengenal sepakbola. Sepakbola dianggapnya bisa menjadi penawar sempurna bagi rasa sakit. Terlebih ketika keadaan berjalan tidak sesuai rencana.

Perlahan tapi pasti, olahraga yang dijadikannya sebagai pelipur lara mampu membuatnya dinilai sebagai bocah dengan kemampuan istimewa. Dia sering bermain bersama anak-anak yang lebih tua darinya. Bagi kebanyakan orang, Sterling memiliki kemampuan yang melebihi batas usianya.

Pencari bakat QPR, John Creith, masih ingat betul bagaimana Sterling kecil menunjukkan kebolehannya di atas lapangan.

"Aku pertama kali melihat Raheem dalam pertandingan piala sekolah. Anak kecil ini memperlihatkan sebuah pertunjukan dan kami merasa sulit untuk tidak mengawasinya. Di akhir permainan, aku mendekati gurunya, Bob Smith, tentang ketertarikan kami terhadap Raheem, dan kemudian Raheem tertawa." (via first time finish)

Tawa dari bocah kecil berbakat itu menunjukkan sebuah ketidakpercayaan tentang apa yang John Creith katakan. Tapi pria itu tidak bercanda dan benar-benar membawa Sterling ke akademi QPR.

Salah satu pengalaman luar biasa Sterling, selain digaet oleh QPR adalah ketika dia bermain sepakbola di lapangan sekolah. Dari sekolah Sterling, hanya membutuhkan perjalanan sekitar lima menit untuk bisa sampai ke sebuah stadion bersejarah, Wembley. Maka dari itu, ketika dia bermain, terlihat jelas kerangka menakjubkan Wembley yang masih berada dalam tahap pembangunan.

Wembley tumbuh bersama Sterling kecil yang terus ciptakan riuh. Dalam pikirannya saat itu, dia ingin tampil di stadion yang telah ciptakan banyak sejarah.

Maka, tampil bersama QPR sama sekali tidak disia-siakan olehnya. Dirinya yang tak mau berhenti kesankan banyak orang lalu berhasil memaksa Liverpool untuk memberikan tawaran. Dia yang dikenal sebagai bocah percaya diri lalu ditantang untuk bermain bersama Liverpool. Tak dinyana, pemain yang kini berusia 26 tahun itu hanya butuh waktu dua tahun untuk bermain di tim muda Liverpool, sebelum akhirnya sukses dipromosikan ke tim utama pada 2012.

Sejak saat itu, namanya kian terdengar ke pelosok negeri hingga membuat tim kaya raya, Manchester City, tertarik mendatangkannya. Tanpa ada basa-basi sebelumnya, biaya senilai 44 juta pounds disodorkan untuk meminta Sterling melakukan tes medis bersama City. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun