Setelah saya membaca, saya jadi teringat pengalaman saya pribadi sewaktu saya melamar pekerjaan di Kedutaan Amerika Jakarta, untuk posisi SUPIR PRIBADI! bukan pimpinan supir, atau kepala bagian kendaraan.
Sebelum melamar secara resmi ke Kedutaan Amerika Jakarta, saat itu saya sudah beberapa minggu menjadi supir pribadi (private) dari seorang diplomat Amerika yang baru ditugaskan di Jakarta pada Department Homeland Security (DHS), dan demi kemudahan saya melayani majikan saya untuk antar jemput ke dan dari kedutaan, saya harus membuat ID-Card sebagai akses keluar masuk ke kedutaan. Setelah saya mengikuti proses rekrutmen, saya berkesimpulan bahwa ternyata sangat tidak mudah untuk menjadi pekerja di kedutaan Amerika!. Pihak RSO (Regional Security Officer) Kedutaan Amerika Jakarta, sangat berhati-hati memproses seseorang yang akan dipekerjakan di Kedutaan Amerika Jakarta, meskipun untuk posisi Supir Pribadi, dengan pertimbangan demi keselamatan, keamanan dan kenyamanan diplomat yang akan dilayani oleh supir pribadinya, saya yang saat itu masih calon supir pribadi resmi, harus mengikuti proses check re-check yang di mulai dari riwayat masa lalu, pengalaman kerja dan referensi-referensi disekitar kehidupan saya. Dua minggu menjalani proses check re-check itu, saya dinyatakan gagal dan tidak dapat diterima menjadi supir pribadi majikan saya + referensi kepada majikan saya untuk mencari supir lain yang dianggap "bersih" mengingat dasar penolakannya adalah bahwa saya pernah menghilangkan fasilitas handphone Nokia 6100 yang dipinjamkan oleh majikan saya di tempat bekerja saya sebelumnya (tanpa bukti hitam putih yang ditunjukan kepada saya!). Kesalahan dan kelalaian saya di masa lalu ternyata mengganjal saya untuk berkarier ke pekerjaan yang lebih baik meskipun dengan profesi dan jabatan yang sama.
Lalu apa hubungannya dengan petikan berita di paraghraf pertama tulisan saya ini?...Jelaslah bahwa saya ingin membandingkan tingkat profesionalisme dan kehati-hatian antara Komisi Pemilu Indonesia dengan Pihak RSO Kedutaan Amerika Jakarta.
Mengapa KPU sangat "ceroboh" dan sangat "lalai" mem-verifikasi seorang warga negara Indonesia yang merasa mampu menjadi pimpinan bangsa dan negara Indonesia? Apakah KPU tidak memiliki standart yang menjadi pedoman KPU untuk check re-check masa lalu seorang capres RI? Dasar pemikiran apakah yang menjadikan KPU meloloskan seorang capres RI yang "di duga" memiliki masa lalu hitam terhadap rakyat, gagal dalam hal kehidupan rumah tangga, gagal dalam melaksanakan tugas sebagai prajurit??? Mengapa pula KPU tidak mempelajari rekomendasi Komnas HAM terkait masa lalu seorang capres RI saat ini??? Alasan Akademis-kah? Alasan Undang-Undang KPU-kah? Uang-kah? iming-iming posisi/jabatan-kah??? Walahuallam! hanya komisioner KPU dan Tuhan yang tahu...
Seberat dan sefatal apakah kesalahan saya bila dibandingkan dengan "dugaan" masa lalu hitam sang capres? Nokia 6100 VS Pahlawan Trisakti dan 13 Korban Penculikan???...Kalau jawabannya, "loe kan supir, dia mantu presiden.."...yaaaah mati aja loe!!!
Salam Perjuangan!