Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Artikel Utama

Beginilah, Bila Sesama Tunanetra Saling Peduli

23 Mei 2015   07:51 Diperbarui: 4 Januari 2016   15:30 1266 13

“Tiada Mata Tak Hilang Cahaya”. Andai ada yang bisa mengartikan, apa maksud kalimat tersebut? Tidak punya mata, tapi bisa melihat cahaya, bahkan tidak kehilangan cahaya. Coba, siapa yang tahu penjabarannya?

Untuk meresapi makna kalimat “Tiada Mata Tak Hilang Cahaya”, mari melihat apa yang sudah dilakukan Yayasan Raudlatul Makfufin (YRM), sebuah yayasan keagamaan yang berlokasi di Jalan Raya Puspiptek, Gang Rais RT 2 RW 5 No.10A, Kampung Jati, Buaran, Serpong, Kota Tangerang Selatan. Ketika penulis berkunjung ke YRM, pada Jumat (22 Mei 2015), tampak suasana hunian yang asri dan “menghijau”. Kantor YRM---yang didominasi warna hijau---, berdiri di atas lahan seluas 1.000 m2. Dikelilingi tembok yang tidak tinggi, pekarangannya luas dan ditanami beberapa tanaman penghasil buah serta tanaman hias. Ada banyak ruangan didalam kantor. Termasuk yang dimanfaatkan untuk kantor pengelola, dan asrama para santri. Asrama santri? Ya, hal ini dikarenakan kegiatan YRM antara lain menyelenggarakan program pesantren, penghafal Al Qur’an, Arabian Club – Muhadashah, pendidikan terjemah Al Qur’an, kajian aqidah – akhlak, pembinaan seni musik marawis, pelatihan mengetik 10 jari, pelatihan komputer dengan screen reader, dan pendidikan Kejar Paket A, B, dan C.

Ada satu lagi kegiatan YRM yang teramat sangat bermanfaat, inspiratif sekaligus membawa efek motivasi. Kegiatan itu adalah penyusunan dan pencetakan Al Qur’an menggunakan huruf Braille. Untuk penyusunannya, sebenarnya sudah berlangsung sejak 1996 lalu, sementara pencetakannya baru dimulai pada tahun 2000, dan masih dilakukan hingga kini. Perjalanan YRM mulai mencetak Al Qur’an dengan huruf Braille, sebenarnya tidak sim salabim seketika itu saja. Ada proses penjang perjalanan yang melibatkan tokoh sentral pendiri YRM, almarhum Raden Halim Saleh, yang merupakan seorang Guru Agama Islam pada Sekolah Luar Biasa (SLB) bagian tunanetra di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Beliau pula yang menjadi salah seorang penggagas pencetakan Al Qur’an berhuruf Braille. Sekadar catatan, almarhum Raden Halim Saleh adalah juga seorang tunanetra, dan terlahir di Jakarta, pada 15 April 1944. Istrinya bernama Bariroh, dan pasangan ini dikaruniai seorang anak wanita, Ilma Khazanah.

Pendirian ‘Taman Tunanetra’

Kepada penulis, Ketua Umum Dewan Pengurus YRM, Ade Ismail SPd menukilkan sekelumit sejarah berdirinya YRM. “Awal mula berdirinya YRM, adalah berkat inisiatif almarhum Pak Halim Saleh, beserta sejumlah rekan tunanetra lain, termasuk Pak Ahmad Joni Watimena. YRM berdiri 26 November 1983 di Jakarta Timur. Ketika itu, yayasan kami belum memiliki kantor sekretariat sendiri, jadi masih berpindah sana-sini. Barulah pada 1991, Pak Munawir Sjadzali, yang waktu itu menjabat Menteri Agama, memiliki perhatian khusus, dengan memberikan pinjaman sebidang tanah milik Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di kawasan Kertamukti, Ciputat, atau seberang Gedung Kampus Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berada. Tak hanya itu, Pak Munawir juga ikut andil dalam mensukseskan pembangunan gedung untuk pusat kegiatan YRM. Nah, pada 1992, Pak Munarir jualah yang meresmikan kantor sekretariat YRM. Sejak itu, seluruh kegiatan YRM dapat terpusat di satu lokasi,” tutur pria yang mengaku sejak lahir telah mengalami penglihatan mata tidak normal. “Akhirnya, saya menjadi benar-benar tunanetra pada umur tiga tahun”.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun