Pada tahun 1920-an, marxisme mulai mempengaruhi perkembangan gerakan kemerdekaan Indonesia. Salah satu kelompok yang menganut paham marxisme adalah Partai Komunis Indonesia (PKI) yang didirikan pada tahun 1920. PKI memainkan peran penting dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda dan memperjuangkan keadilan sosial dan ekonomi bagi rakyat Indonesia.
Selama masa penjajahan Jepang (1942-1945), PKI mendapatkan dukungan dari pemerintahan Jepang yang sedang berusaha untuk memanfaatkan kekuatan rakyat dalam perang melawan Sekutu. Pada masa ini, PKI tumbuh menjadi organisasi politik yang kuat dan memiliki jaringan yang luas di kalangan buruh dan petani.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, PKI berperan aktif dalam politik nasional. Pada awalnya, PKI mendukung pemerintahan nasionalis dan berpartisipasi dalam pemerintahan koalisi. Namun, hubungan antara PKI dan pemerintahan nasionalis semakin memburuk, terutama setelah terjadinya peristiwa Madiun pada tahun 1948.
Peristiwa Madiun adalah pemberontakan yang dilakukan oleh PKI dan angkatan muda Indonesia melawan pemerintahan nasionalis yang dianggap tidak melaksanakan kebijakan pro-rakyat. Pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh pemerintah dengan dukungan militer dan Amerika Serikat.
Setelah peristiwa Madiun, PKI dilarang oleh pemerintah dan menjadi organisasi ilegal. Namun, PKI tetap aktif dalam pergerakan bawah tanah dan melakukan berbagai upaya untuk menggulingkan pemerintahan nasionalis.
Pada tahun 1965, PKI terlibat dalam peristiwa G30S/PKI yang mengguncang Indonesia. Peristiwa ini merupakan upaya kudeta yang dilakukan oleh anggota militer yang diduga memiliki hubungan dengan PKI. Akibat peristiwa ini, PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan mengalami penindasan yang massif. Ribuan anggota PKI dan simpatisannya tewas atau ditahan tanpa pengadilan.
Sejak itu, marxisme dan PKI dianggap sebagai ancaman bagi keamanan nasional oleh pemerintah Indonesia. Pengaruh marxisme di Indonesia terus ditekan dan diawasi ketat oleh aparat keamanan. Meskipun demikian, ada beberapa kelompok dan individu yang masih mempelajari dan menganut paham marxisme di Indonesia saat ini.Setelah tragedi G30S/PKI, pengaruh marxisme di Indonesia terus ditekan dan dianggap sebagai ancaman bagi pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Pada masa Orde Baru (1966-1998), segala bentuk aktivitas yang dianggap terkait dengan marxisme dilarang dan dikecam.
Pada tahun 1998, rezim Orde Baru runtuh dan Indonesia memasuki era reformasi. Di era ini, larangan terhadap marxisme dicabut dan kebebasan berpendapat diberikan kepada masyarakat. Beberapa kelompok dan individu yang sebelumnya terkait dengan marxisme mulai muncul ke permukaan dan berperan dalam gerakan sosial politik.
Namun, pengaruh marxisme di Indonesia saat ini tidak sebesar pada masa sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Stigma negatif: Setelah peristiwa G30S/PKI dan propaganda anti-komunis yang luas, marxisme masih dianggap sebagai ancaman dan dihubungkan dengan kekerasan dan pemberontakan. Hal ini mengakibatkan adanya stigma negatif terhadap marxisme di masyarakat.
2. Perubahan politik: Setelah reformasi, Indonesia mengalami perubahan politik yang signifikan. Partai politik yang menganut paham marxisme, seperti PKI, tidak lagi legal dan tidak dapat berpartisipasi dalam pemilihan umum.
3. Pengaruh agama: Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk yang beragama Islam. Pengaruh agama dalam masyarakat dapat mempengaruhi persepsi terhadap marxisme, karena marxisme dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Meskipun pengaruh marxisme di Indonesia tidak sebesar sebelumnya, terdapat beberapa kelompok dan individu yang masih menganut dan mempelajari paham ini. Beberapa organisasi dan gerakan sosial seperti Serikat Buruh Indonesia (SBI) dan Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) masih memperjuangkan isu-isu sosial dan ekonomi yang sejalan dengan prinsip-prinsip marxisme.
Selain itu, pelajaran dan pemahaman mengenai marxisme juga masih diajarkan di beberapa perguruan tinggi dan lembaga pendidikan di Indonesia. Terdapat pula komunitas akademik dan intelektual yang masih aktif dalam mempelajari dan membahas teori-teori marxisme.