Dewasa ini dinegara kita rakyat selalu berobsesi agar dapat terselenggaranya pemerintahan yang good governance yaitu penyelanggaraan pemerintahan yang effektive, efficient, transparan, akuntabel dan bertanggung jawab. Effective artinya penyelenggaraan tepat sasaran sesuai dengan perencanaan strategis yang ditetapkan, effisien arrtinya penyelenggaraan dilakukan secara hemat berdaya guna dan berhasil guna, transparan artinya segala kebijakan yang dilakukan oleh penyelenggara negara itu adalah terbuka semua orang dapat melakukan pengawasan secara langsung sehingga hasil yang dicapai maka semua orang dapat memberikan penilaian kinerjanya, akuntabel artinya penyelenggara pemerintah bertanggung jawab terhadap kebijakan yang ditetapkan, serta mempertanggung jawabkan kinerjanya kepada seluruh warganegara pada setiap ahir tahun penyelenggaraan pemerintahan. Menurut hemat saya hampir dari semua faktor belum dapat dilaksanakan oleh pejabat sektor publik dari segi effectivitas kinerja dapat dilihat bangunan-bangunan yang dibuat banyak yang terbengkalai dalam arti bahwa tidak dapat dimanfaatkan, karena memang belum waktunya dibutuhkan sedangkan instansi itu sudah merancangnya karena anggaran sudah disetujui pihak legislatifnya. Rehabilitasi jalan dilakukan setiap tahun karena hasil rehabilitasi itupun ternyata hanya mempunyai daya tahan paling tinggi 4 bulan hal ini menunjukkan kualitas bangunan fisik tidak memadai, apakah dikarenakan dana terbatas atau memang bestek yang dibuat tidak sesuai dengan yang seharusnya. Tapi jika memang dana terbatas berarti pemborosan saja membuang uang yang tak bermanfaat. Dari kacamata akuntansi keuangan secara tehnis ternyata ada 3 permasalahan utama yang menyebabkan good governance itu masih jauh dari kenyataan. Pertama, tidak adanya sistem akuntansi yang handal yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pencatatan dan pelaporan, menyebabkan lemahnya pengendalian intern pada pemerintahan daerah. Kedua, terbatasnya personil didaerah yang berlatar belakang pendidikan akuntansi, selain itu juga sedikit sarjana akuntansi yang qualified yang tertarik untuk mengembangkan profesinya di Pemerintahan daerah karena kompensasi yang rendah yang ditawarkan kepada mereka. Ketiga, belum adanya standar akuntansi keuangan sektor publik yang baku, hal ini penting untuk acuan pembuatan laporan keuangan sebagai salah satu mekanisme pengendalian. Proses transparansi masih sulit dilaksanakan oleh karena didalam pertanggung jawaban keuangan secara kasat mata tidak dapat ditampilkan, banyaknya pertanggung jawaban yang direkayasa dikarenakan pengeluaran-pengeluaran fiktif dan ini tentu sukar bagi pejabat publik untuk mempertanggung jawabkan secara lebih transparansi. Oleh karena itu Pemerintah pada laporan pertanggung jawabannya penuh dengan trick-trick perekayasaan tinggal tergantung bagaimana si pejabat publik itu berdiplomasi dengan anggota legislatif atau bagaimana mereka bernegosiasi. Kasus mafia Pajak menyoroti sidang Dewan Perwakilan Rakyat untuk menggunakan hak angket menunjukkan ketidak mampuan pejabat publik dibidang perpajakan untuk melaksanakan tugas tranparansi dan pertanggung jawabannya kepada masyarakat. Kasus bank centuri yang mengakibatkan kerugian negara hingga saat ini belum juga tuntas, sehingga angan-angan mewujudkan pemerintahan yang bersih tidak kunjung tercapai, bagaimana pemerintah akan berwibawa. Disektor kemasyarakatan menjadi catatan buat kita terjadinya penistaan agama yang terjadi baru-baru ini,serta terjadinya tindakan yang anarkis akibat dari penistaan agama itu, inipun termasuk betapa sulitnya pemerintah mewujudkan pemerintahan yang good governance. Banyaknya kasus penyerobotan lahan oleh pihak pengembang melalui perizinan yang dikeluarkan pejabat publik tanpa mempertimbangkan hak-hak rakyat semestinya yang mana sekaligus merambat pada pelanggaran hak asasi manusia. Sebaliknya juga banyaknya terjadi penyerobotan lahan dan perambahan lahan oleh rakyat yang sebenarnya karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum oleh pejabat publik terkait.
KEMBALI KE ARTIKEL